SELAMAT DATANG !!!! ~ ~~ Murninya Kata hati ~~

Minggu, 24 Februari 2008

SELAMAT DATANG !!!!

Salamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selamat datang di blog-zawiyyahsemoga membawa manfaat dan ter-implementasi dalam kehidupan pribadi, yang baik diambil dan dibuang jauh yang bathil. Bismillahi...


My Profile ....


MASA KECIL

Saya dilahirkan disebuah desa terpencil. Desa Bedalewun di pedalaman pulau Adonara kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 15 Maret 1964, dari pasangan Bernadus Suban Pain Ratu dan Maria Fernandes.
Sebetulnya saya hanya numpang lahir di desa ini. Sebab menurut ceritera Ibu, setelah saya berumur 4 minggu, saya dibawa ke Jakarta oleh kedua orang tua saya. Ketika menginjak usia 6 tahun, kakek saya Don Fernandez Pain Ratu dan Oma saya Margaretha Weys (Oma saya keturunan orang Belanda) datang ke Jakarta menjemput saya untuk menemani beliau di kampung, karena dikampung hanya kakek dan nenek sendiri. Ayah saya adalah anak ke tiga dari lima bersaudara, akan tetapi semua saudara - saudara Bapak tidak ada yang menemani oma serta opa di kampung. Saya sangat senang dan minta ijin dari kedua orang tua saya. Mereka setuju, dan akhirnya kami berangkat menuju Flores Timur.

Ketika berusia enam tahun saya disekolahkan kakek di Sekolah Rakyat Tanah-Boleng (SR), yang hanya sampai kelas dua. Ada satu pengalaman yang sangat lucu dan unik. Orang yang sekolah disini kebanyakan pakai sarung tenun. Ikat pinggangnya dari tali gebang. Hanya saya yang pakai pakaian yang agak sedikit bagus.

Pernah suatu ketika seorang guru saya berdiri didepan kelas dan mengajar ilmu hitung. Ketika beliau berdiri, tali pengikat sarung terlepas…dan apa yang terjadi? Terjadilah suatu penampakan yang sangat luar biasa. Semua murid tertawa terbahak. Sang guru malu dan tidak mau ngajar lagi. Sekolah libur seminggu karena tidak ada guru. Disekolah ini, jumlah murid 43 orang sedangkan gurunya hanya satu.

Ketika tahun 1973 SR Tanah-Boleng (Sekolah rakyat) berubah nama menjadi SDK (Sekolah Dasar Katolik) Tanah Boleng, saya dipaksa kakek untuk meneruskan sekolah dan tamat pada tahun 1977. Banyak sekali pristiwa lucu pada masa itu. Pernah saya di pukul guru karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Saya nangis dari sekolah sampai di rumah. Kakek nanya "kenapa kamu nangis" ? "Saya dipukul guru" jawab saya.

Kakek langsung ke sekolah dan ngamuk. Sekolah sempat diliburkan dua hari, setelah guru itu minta maaf sama kakek, sekolah itu dibuka kembali.

Setelah tamat dari sekolah tersebut, saya ditanya Kakek, apakah saya sekolah di Jakarta atau menemani kakek serta nenek dan sekolah di Kampung. Karena berat meninggalkan kakek dan Nenek, saya memilih untuk sekolah di Kampung. Akhirnya saya di sekolahkan di SMP Phaladia Waiwerang-Adonara Timur, yang jaraknya cukup
jauh dengan rumah. Kurang lebih tujuh kilometer. Sekalipun jauh dengan orang tua, komunikasi kami sangat lancar. Setiap hari saya berkomunikasi dengan kedua orang tua serta saudara-saudara saya pakai telepon. Orang kampung bilang pakai kawat. Waktu itu

Di tempat kakek ada telepon yang setiap kali pakai harus diputar pakai tangan sampai keringatan. Telepon peninggalan Belanda, yang kabur ketika tentara dai Nippon menduduki pulau Adonara.

Pada tahun 1980 saya menamatkan SMP. Dan pada saat yang Oma saya meninggal dunia, saya sangat bersedih. Sebelum oma meninggal, dia sempat berwasiat kepada saya bahwa saya harus menjadi Imam (Pastor). Selang dua bulan kemudian, Kakek nyusul Oma. Pada waktu penguburan Oma kedua orang tua saya tidak datang, karena jaraknya sangat jauh dan membutuhkan waktu sebulan setengah (kurang lebih 50 hari kalau lancer perjalanan lautnya). Dua hari sesudah kedua orang tua saya tiba di kampung untuk menengok Opa serta kuburan oma, kakek meninggal. Saya sangat bersedih dan merasa sangat kehilangan orang yang paling saya cintai. Saya di ajak kembali ke Jakarta sama kedua orang tua.

Di Jakarta saya tidak betah. Disuruh sekolah di Jakarta saya tidak mau. Ibu saya marah - marah, dan mengatakan kepada saya, kalau kamu tidak mau sekolah kamu mau jadi apa ? Jadi penjahat seperti bapakmu (di rumah, bapak di panggil penjahat sama anak anaknya karena bapa tentara) kalau mau jadi penjahat seperti bapakmu, silahkan ikut bapakmu, pergi perang sana !

Saya teringat pesan terakhir Oma dan saya sampaikan sama ibu. Awalnya ibu menertawakan saya, bagaimana mungkin anak saya yang badung ini bisa jadi pastor ?
Entar itu suster-suster pada kabur semua. Ibu sebetulnya bercanda. Malamnya ketika kami makan bersama, wasiat dari Oma dan keinginan saya untuk sekolah pastor di sampaikan mama kepada papa. Papa setuju. Dua hari sesudahnya saya di antar kedua orang tua saya kembali ke Flores, dan mendaftar di SMA Seminary San Dominggo - Hokeng-Flores Timur.

Sekalipun mayoritas keluarga saya mengenyam pendidikan di sekolah ini, saya menemukan kesulitan yang sangat luar biasa. Saya harus mengikuti beberapa proses yang sangat melelahkan. Kalau tidak ingat amanah oma, mungkin lebih baik saya keluar saja. Abis peraturannya sangat banyak.


MASA PENDIDIKAN
A.Seminari Menengah (SMA) San Domingo-Hokeng Flores
Timur 1981 – 1985

Merupakan suatu kebanggan yang sukar dilukiskan dengan
kata – kata, sebab mengenyam pendidikan di
sekolah ini, bukan hal yang biasa atau gampang,
segampang membalik telapak tangan. Hal ini terjadi
karena calon siswa melewati ujian atau seleksi super
ketat.
Diawali dari keluarga (keturunan), perilaku, ketaatan
pandangan keluarga tentang kehidupan membiara
(selibat) dan lain sebagainya. Penilaian ini dilakukan
dewan paroki setempat di mana calon siswa berdomisili
untuk direkomendasikan ke Pastor Paroki setempat untuk
mengambil surat pengantar dari pastor paroki, bahwa
calon siswa tersebut memenuhi kriteria untuk mengenyam
pendidikan disekolah tersebut.
Apabila tidak ada rekomendasi dewan paroki, maka calon
siswa tidak bisa mengenyam pendidikan di sekolah
tersebut, sekalipun status sosial keluarga calon siswa
sangat mendukung.
Materi pendidikan, umumnya tidak berbeda dengan
pendidikan menengah umum lainnya di negeri ini. Akan
tetapi, kekhususan sekolah ini adalah penambahan
materi pengajaran dan sistem pendidikan. Penambahan
mata pelajaran sebagaimana dimaksud, di antaranya
dasar-dasar theologi filsafat skolastik, dan bahasa
asing seperti bahasa Latin, Greco, Aramaic dan Hebrew.
Pelajaran bahasa asing tidak dibahas, di sini. tapi
sekilas saya ketengahkan mengapa filsafat skolastik
terutama pengajaran – pengajaran St Thomas Aquinas
yang ditekankan, dan bukan filsafat rasionalisme,
humanisme dan lainnya.

Teologi Thomas Aquinas (Filsafat Scholastic : Sebuah
Tantangan Etis)

Disini sedikit saya ketengahkan mengapa Filsafat
Scholastik yang diketengahkan. Hal ini terjadi karena
filsafat ini memegang peranan yang sangat sentral
dalam kata mengajar gereja (Teologi Magisterium).
Berawal pada 4 Agustus 1879, ketika Paus Leo XIII
mendesak Gereja untuk secara khusus mempelajari
filsafat terutama Thominisme, pengajaran St Thomas
Aquinas. Perintah Paus ini disetujui, sekalipun banyak
teolog tidak setuju, tapi dalam perkembangannya senang
atau tidak mereka harus setuju, karena pengajaran dan
karya tersebut mendominasi kata mengajar gereja sampai
saat ini.
Dalam nilai dan kebajikan eskatologis filsafat
Thominisme (Scholastic), St Thomas membagi tiga aspek
pengenalan manusia akan Allah. Pembagian ini kemudian
disepakati menjadi ajaran resmi gereja, sebagai
berikut :
1.Via positiva – Segala yang baik dari makhluk kepada Allah.
2.Via Negativa – Segala yang ada pada makhluk tersebut tidak ada pada Allah dengan
cara yang sama
3.Via Iminentiae – Apa yang baik pada makhluk tersebut tentu berada pada Allah dengan
cara yang jauh melebihi keadaan mahluk tersebut.
Untuk membuktikan adanya Allah, st Thomas
menggunakan lima cara. Adapun lima cara tersebut
adalah sebagai beriukut :
1.Adanya gerakan, membuktikan adanya penggerak utama dan penggerak yang pertama itu adalah Allah.
2.Adanya akibat, membuktikan adanya penyebab yang pertama. Dan penyebab yang pertama itu adalah Allah.
3.Keberadaan sesuatu tidak ada karena dirinyasendiri. Hal ini menunjukkan adanya yang pertama, dan yang pertama itu adalah Allah.
4.Adanya perbandingan yang kita buat, sehingga pastiada pembanding sempurna. Dan pembanding sempurna itu adalah Allah.
5.Adanya benda – benda yang tidak berakal, sehingga pasti ada yang berakal. Dan yang berakal itu adalah Allah.

Konsep teologis St Thomas Aquinas yang bagus ini,
dalam perjalanan sejarah dan perkembangan membawa
akibat yang tidak kecil. Di mana – mana terjadi
kemerosotan moral. Konsep tentang “sebab dan akibat”
Allah dan ke Allah-annya karam dalam paguyuban
manusia. Adalah gereja atau paguyuban yang berdiri di
hadapan kursi pengadilan Kristus”. Tidak ada
keselamatan di luar gereja ”. Perbedaan tajam dengan
itu, para tokoh reformasi Protestan, cenderung
menekankan pemilihan perseorangan dan rasa bersalah,
condong lebih individualistik. Semua orang berdiri
terlanjang di hadapan Allah.
Mungkin ini adalah pengaruh menetap dari neo
platonisme yang menekankan penemuan atas yang benar
dan nyata di dalam penampakan – penampakan singkat dan
fana . Keselamatan tidak didapatkan dengan memasuki
realitas duniawi dari suatu paguyuban manusia yang
terdiri atas darah dan daging, melainkan pengalaman
individual berupa kelahiran kembali secara pribadi.

Tantangan Etis

Akan tetapi tantangan etis bagi moral Iman Kristiani
yang muncul dalam kebagusan konsep filsafat
scholastic diatas ini tidak kecil artinya. Munculnya
tantangan ini berasal dari tiga jurusan yang berbeda :


1. Tantangan dan pengalaman spritual yang mendalam
dari agama lain yang menantang praktek buruk dan
dangkal dari kekristenan.
2. Kebajikan dan kebaikan dari orang Islam (mu’min)
dalam menjalankan kepercayaannya, mempermalukan
egoisme dan bodoh dari orang Kristen.
3. Ada kejahatan besar di bidang sosial, ekonomi,
politik dan agama yang dilakukan atas nama
kekristenan.

Di beberapa tempat, kebudayaan non Kristen
menghasilkan masyarakat yang memperlihatkan suatu
keunggulan moral yang lebih baik. Peradaban barat
telah gagal memberikan contoh universal bagi manusia.
Lebih serius lagi ketika pengalaman keagamaan
digunakan sebagai senjata untuk menindas orang lemah.
Kritik Marx bahwa agama adalah candu bagi masyarakat,
memiliki legitimasi kebenarannya didalam agama ini.
Bahwa para biarawan memaksa pengikut-pengikutnya
selama berjam – jam mengikuti sakramen, sementara
kebutuhan mereka akan dapat ditangani atau diatasi
dengan bekerja atau berpikir.
Berbeda dengan sekolah-sekolah menengah umum lainnya
yang ma’af belum memiliki sebuah sistem pendidikan
(pengajaran) yang baik dan benar , Sistem pendidikan
di sekolah ini adalah Humaniora suatu sistem
pendidikan nilai dengan pendewasaan pikiran melalui
analisa. Sistem ini sangat efektif dalam mendidik
generasi muda, terutama calon-calon Imam (Pastor) yang
merupakan komunitas pemikir.
Siswa yang memasuki tahun keempat, diseleksi kembali
oleh dewan pembina rohani untuk direkomendasika ke
Sekolah Tinggi Filsafat –Teologi Kanoniek. Sehubungan
dengan dua sekolah tinggi dari dua ordo yang berbeda,
yakni ordo SVD dan Imam Praja (Pr), siswa yang telah
menyelesaikan studi dapat memilih salah satu dari
kedua sekolah tersebut yang tentunya harus diketahui
atau atas persetujuan para dewan pembina atau
pembimbing rohani dari sekolah tersebut.
Tahap ini saya lewati dengan hasil yang sangat
memuaskan dan direkomendasikan untuk menempuh
pendidikan tinggi di bawah pembinaan ordo SVD yaitu
Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Kanoniek yang berada
di Ledalero – Maumere.

STF – TK ST ARNOLDUS LEDALERO MAUMERE
(Sekolah Tinggi Filsafat-Teologi Kanonik) 1985 – 1990

Pendidikan di sekolah ini (seminari menengah San
Dominggo Hokeng) saya selesaikan dengan hasil cukup
menggembirakan, sehingga Pastor Yan Weys SVD meminta
saya untuk mengembala di ladang SVD, Pada tahun itu
juga diantar Pastor Yan Weys SVD ke Ledelero. Tahun
pertama di bangku pendidikan ini, saya sudah
dihadapkan pada sebuah kebenaran yang bisa saya
katakan sangat tragis, kebenaran akan nilai – nilai
iman kristiani, perlahan namun pasti mulai beranjak
menjauh meninggalkan ketidakpastian nilai – nilai
luhur yang telah tertanam sekian lama, membawa
perubahan baru kedalam diri saya atas eksistensi
pribadi sebagai makhluk religius – makhluk bermoral –
mengantar diri saya ke dalam sebuah diri yang
berpribadi.
Pengenalan diri berawal dari membaca beberapa
literatur tentang dogma-dogma gereja, terutama yang
ditulis Tertullianus yang berjudul : De Spectacullis
edisi 1 – XXXVII. Dalam literatur tersebut,
Tertullianus membahas beberapa kasus tentang dogma
gereja tentang proses di mana Yesus diangkat menjadi
Anak Allah menurut pandangan beberapa golongan,
seperti Patrisionisme, Dosetisme, Ebionit,
Adopsionisme, Albigensis; Apollinarianisme,
Hypsitarian dan Gereja dalam sejarah pergerakannya.
Guna memudahkan pembaca dalam mengetahui atau memahami
beberapa aliran berbeda yang telah saya sebutkan
diatas, berikut ini secara sekilas saya bahas
dogma-dogma tersebut dan latar belakangnya.
Adapun pandangan dari aliran–aliran tersebut adalah
sebagai berikut :

Patrisionisme
Aliran teologi yang hidup pada abad kedua dan ketiga
yang berupaya menjaga kepercayaan gereja yang
“monotheistis” dalam ketritunggalan Allah, Trinitas.
Aliran ini mengajarkan bahwa Allah Bapa juga turut
menderita, dan mati sebagai Anak. Jikalau pendapat ini
benar, maka benar terjadi dalam sebuah masa Allah itu
tidak ada pada saat kematian dan dikuburkan selama
tiga hari.

Adopsionisme
Aliran yang mengajarkan bahwa Yesus adalah manusia
biasa yang bijaksana dan taat kepada Tuhan, karena itu
kepadanya dipersatukan Roh Allah. Yesus melaksanakan
perintah Allah dengan sempurna, sehingga ia (Yesus)
diangkat ketingkat Ilahi sebagai Anak dan disembah
sebagai Tuhan. Ajaran seperti ini untuk pertama kali
ditemukan dalam golongan Ebionit dan dikembangkan oleh
golongan Monarkhisme Dinamis pada abad kedua dan
ketiga.

Albigensis
Aliran atau ajaran yang muncul dan berkembang di Albi,
Languedoc, Perancis Selatan. Tidak diketahui persis
tahunnya. Ajarannya bersifat dualistis, yakni
mengajarkan bahwa sejak permulaan terdapat dua prinsip
yang saling berlawanan, yaitu prinsip terang
(kebaikan) dan prinsip Gelap (kejahatan). Dunia di
ciptakan oleh prinsip kegelapan, sehingga dunia adalah
jahat. Sedangkan jiwa baik dan kekal. Tubuh
memenjarakan jiwa. Karena itu, keselamatan diartikan
sebagai kelepasan jiwa dari penjara tubuh. Yesus
adalah malaikat yang bertubuh semu, sehingga Yesus
tidak sungguh – sungguh mati dan bangkit. Yesus hanya
mengajarkan manusia tentang ajaran yang benar. Gereja
Katolik Roma telah bobrok dan hanya mampu membuat
pekerjaan (jahat).

Apollinarianisme
Aliran atau ajaran yang muncul pada abad keempat
diajarkan oleh Apollinarius dari Laodikea. Aliran ini
mengajarkan manusia mempunyai tubuh, jiwa dan roh.
Jika demikian maka Yesus yang manusia juga memiliki
tubuh, jiwa serta roh.

Arianisme
Aliran atau ajaran yang muncul pada abad keempat ini
dipelopori dan dipimpin Arius. Arianisme mengajarkan
Anak Allah (Yesus) tidaklah kekal karena ia diciptakan
oleh Bapa dari ketiadaan untuk tujuan penciptaan
dunia, karena itu Allah Anak (Yesus) tidak sehakikat
dengan Allah Bapa. Yesus adalah makhluk yang dapat
berubah-ubah dan karena itu dapat dinasa, serta
berdosa. Kemuliaannya sebagai Allah Anak dikaruniakan
oleh Allah Bapa. Karena itu ia melaksanakan kehendak
Allah Bapa.

Dosetisme
Aliran / ajaran kekristenan yang mengajarkan Yesus
tidak bersungguh – sungguh menjadi manusia, Yesus
tidak sungguh-sungguh menderita, mati dan bangkit.
Yesus hanya memakai tubuh semu. Yang disalib bukanlah
Yesus tetapi Yudas Iskariot atau Simon dari Kirene.

Ebionit
Aliran Yahudi yang muncul pada masa awal kekristenan.
Aliran ini berkembang di timur sungai Yordan. Aliran
ini mengajarkan : Yesus adalah anak Maria dan Yusuf.
Roh Kudus telah turun ke atas Yesus dalam bentuk
burung merpati. Aliran ini menekankan bahwa : Hukum
Taurat masih berlaku.



Hypsitarian
Adalah sekte di Kapadokia yang hidup pada abad
keempat. Sekte ini sering disebut sebut Gregorius dari
Nissa dan Gregorius dari Naziantus dalam tulisan –
tulisan mereka. Aliran ini menolak Allah sebagai Bapa.
Allah hanya disembah sebagai raja tertinggi. Yesus
tidak mendapat kedudukan atau posisi dalam proses
penyembahan atau pemujaan.

Ketika semua permasalahan ini saya konfirmasikan
kepada dosen pembina Rohani Pastor Dr Diaz Viera SVD,
guna untuk mengetahui kedudukan atau status gereja
Roma yang semakin membingungkan saya, beliau
menjelaskan bahwa aliran atau ajaran – ajaran dogma
sudah dikutuk oleh Gereja Resmi (Katolik). Bagaimana
mungkin dikutuk ? Permasalahan ini sebenarnya sangat
sederhana karena Siapa yang mengutuk dan siapa yang
dikutuk tidaklah jelas. Dan yang pasti ajaran tersebut
sudah menjadi dogma dalam Imam Kristiani.
Seseorang yang bertanggung jawab hendaknya mengikuti
segala sesuatu hanya bila ia memahaminya melalui
metode Ilmu bahkan dalam hal ajaran agama hendaknya
tidak diterima sebagaimana orang yang tuli dan buta.
Sekalipun agama lebih tinggi dari akal, karena sejalan
dengan akal atau tidak bertentangan, maka hendaknya
didekati melalui jalan argumen yang masuk diakal,
tentunya dengan metode yang kritis.
Pembaca non muslim mungkin tidak sependapat dengan
pandangan ini, bahwa hal atau pengajaran tadi sudah
menjadi dogma. Hal ini saya katakan dogma karena cikal
bakal pengakuan iman Kristiani atau yang lazimnya
disebut dengan syahadat dua belas rasul yang dibongkar
susun oleh Eusibius dan petinggi – petinggi gereja
lainnya adalah hasil revisi dari pengakuan iman Arian,
Athanasianum dan beberapa pengakuan iman lainnya yang
tumbuh dan berkembang pada abad-abad pertengahan.
Tanya terus bergelayut dalam benak saya dan semakin
menambah beban akan kebenaran agama Katolik (Kristen),
yang menurut pandangan saya adalah Agama Kompromi atau
agama yang berdasarkan kesepakatan. Atau dengan bahasa
yang sedikit vulgar, bahwa Katolik bukanlah
persekutuan atau tempat dimana jiwa manusia bisa
berkontemplasi dengan aman, karena anda harus membayar
mahal atas semua itu. Dengan bahasa yang sedikit
ekstrim, bahwa katolik adalah organisasi mafia yang
berkedok agama, sebab Roma Locusta Causa Finita. Nec
ridere, nec Flere, nec laudara, sed intelligere.
Ketika permasalahan ini saya sampaikan lagi kepada
senior Fr Karel K SVD, bukan jawaban yang saya terima,
melainkan nasehat. Nasehat tetap membekas dalam lubuk
batin ini. Adapun petikan nasehat dari fr Karel adalah
sebagai berikut : “Diam itu sorga bagi manusia. Lewat
bahasa diam sebenarnya kita bisa mendengar tentang
banyak hal. Orang akan menerima begitu banyak suara
yang masuk. Baik berupa informasi, keluhan, kabar
kesukaan maupun kedukaan sampai suara yang hanya
sambil lalu. Diam itu memperkaya kita. Dengan bahasa
diam pula manusia bisa menelusuri kepekaan akan
lingkungan sekitarnya”.
Dalam kerangka Filsafat, terutama filsafat
rasionalisme, nasihat dari senior ini bukanlah sesuatu
yang mengada-ada atau berlebihan. Akan tetapi menjadi
sebuah kesalahan yang sangat fatal, sekiranya
seseorang tersebut dalam memahami iman yang tumbuh dan
berkembang didalam dirinya sendiri, bersifat dogmatis
dan tidak dia pahami sama sekali. Apakah saya juga
harus seperti itu ? Menggadaikan Iman saya hanya untuk
sepotong roti dan segelas anggur ?
Nasihat para senior, terutama sifat diam, penurut dan
taat, sekalipun bertentangan dengan ‘suara hati’, saya
ikuti dengan baik, sekalipun sangat sering saya
ngedumel. Hasilnya pada tahun keempat saya sudah
mengikuti POP (Pekan Orientasi Pastoral) di Keuskupan
Agung Kupang tepatnya Paroki St Yosef Naikoten II
Kupang.
Pada tahun kelima saya di thabiskan oleh Mgr Donatus
Djagom SVD ‘Uskup Agung Ende di Ndona’ Ende Flores
tengah, untuk menjadi gembala umat Katolik atau yang
lebih sering disebut Romo atau Pastor. Semenjak itu
saya mendapat predikat baru dalam pelayanan umat yaitu
Bapa Pastor. Pada tahun yang sama saya ditugaskan
untuk menimba ilmu “Missiology” di University St
Thomas Graduate School – Manila Philiphines.

UNIVERSITY OF St THOMAS GRADUATE SCHOOL – MANILA
PHILIPPINES 1990 – 1991

Di Universitas ini, sebenarnya tidak ada hal – hal
atau pelajaran yang saya anggap luar biasa. Apa yang
saya pelajari di universitas ini hanyalah meneruskan
apa yang telah saya pelajari sebelumnya, yaitu teologi
dan seluk beluknya.
Di universitas ini bathin saya kembali bergolak.
Karena dalam pergumulan saya melawan suara hati
sendiri, terutama tentang beberapa dogma dan aliran
yang dipaksa bergabung dibawa panji gereja Katolik,
saya kalah secara total. Haruskah saya menyerah kalah
dan tetap menganut agama Katolik ataukah sedikit
pintar dengan beralih keyakinan ? Saya harus beralih
keyakinan. Akan tetapi niat saya ini tidak kesampaian
karena saya sendiri tidak berani untuk mengambil
keputusan.
Permasalahan ini terus menghantui benak saya, membawa
perubahan baru dalam diri, merubah paradigma lama saya
tentang Tuhan, dan membawa kebaruan dalam menempuh
pendidikan saya selanjutnya. Hal ini saya buktikan
dengan moto belajar saya sekalipun saya sudah mendapat
gelar yang sudah dikukuhkan oleh petinggi gereja :
Pastor ! Adapun motto belajar saya adalah sebagai
berikut : Iman bukan ketaatan. Ketaatan bukan
ketaqwaan, dan ketaqwaan bukan juga determinasi.
Mengapa saya memilih motto ini ? Saya kira masalah ini
sangat jelas karena bahasa diam. Harap ma’lum karena
premis – premis nilai dari kebenaran iman Kristiani
berasal dari hal-hal yang sebenarnya tidak benar,
tetapi coba dibenarkan.
Permasalahan pertentangan dogma ini membuat saya
tertarik untuk mempelajari ajaran agama Islam. Ada dua
hal yang saya pelajari tentang Islam yaitu Islam dalam
dimensi social dan Islam dalam dimensi Moral. Yang
paling pertama dan utama adalah dimensi Moralitas.
Dalam konteks ini, saya melihat bahwa Islam memandang
moralitas manusia itu sendiri beradasarkan kenyataan.
Lebih jauh dapat saya katakan bahwa kita tidak mungkin
membicarakan moralitas tindakan manusiawi terlepas
dari kenyataan hidup seseorang tersebut. Moralitas
manusiawi senantiasa terpaut dengan pribadi manusia
itu sendiri, yang mengandung ‘keharusan’ untuk
bertindak. Harap saudara - saudara sekalian bisa
membedakan apa itu Actus Humanus dan apa itu Actus
Hominis.
Sebaliknya ajaran Kristen yang berpedoman pada
buku-buku moral dari zaman klasik hingga dewasa ini
masih belum mampu untuk membedakan pengertian
‘tindakan manusiawi’ (“actus humanus’ sifat personal
dari tindakan manusia) dan tindakan manusia (‘actus
hominis’) yang dicirikan oleh proses biologis, seperti
bernafas, rasa sakit spontan, termasuk reaksi spontan
yang mendahului tindakan intelectus dan kemauan
seperti gerakan – gerakan pertama berupa kemarahan dan
simpati. Maaf pembedaan dalam konteks ini tidak
bersifat kaku, akan tetapi selalu ada hubungan yang
erat antara tindakan yang disadari dan tak disadari.
Maksud saya dalam suatu penilaian moral, unsur
kejujuran dan keterbukaan diri manusia sangat berperan
penting.
Yang kedua dalam bidang antropologi moral dan etika
Islam, saya melihat bahwa Islam mengajarkan dan
menekankan tentang kategori tanggung jawab yang
merupakan unsur terpenting dalam ada didalam ada
bersama dengan sesama. Perlu digaris bawahi, bahwa
hanya tingkah laku yang bertanggung jawab dikenal
sebagai tingkah laku moral. Moralitas suatu tindakan
tidak terlepas dari tindakan bertanggung jawab.
Problema utama yang saya alami dan saya hadapi selama
ini yaitu Polytheisme dan Monotheisme, terjawab dalam
moral dan etika Islam. Dalam Islam, sebagaimana yang
saya pelajari, program pokok Islam dengan Al Qur’annya
sebagai korektor adalah membebaskan manusia dari
belenggu paham Tuhan banyak dengan mencanangkan dasar
kepercayaan yang diungkap dalam kalimat negasi –
Konfirmasi – yaitu Tiada Tuhan Selain Allah. Dari
dasar itu dimulai proses pembebasan, yaitu pembebasan
dari belenggu kepercayaan kepada hal – hal yang palsu.
Demi kesempurnaan kebebasan itu, manusia harus
mempunyai kepercayaan kepada sesuatu yang benar. Sebab
hidup tanpa kepercayaan sama sekali adalah hal yang
mustahil. Senzale Opere A Morta !
Lalu bagaimana dengan moralitas “kasih” agama Kristen
yang selalu menekankan konsep Allah adalah kasih
dalam ada bersama ? Konsep kasih yang didengungkan
oleh gereja, tidaklah lebih dari suatu pengukuhan
relativisme etis Alkitabiah belaka,yang mencari
pembenaran pembenaran. Sebagai contoh kasus,kita akan
memahami, apabila ibu Theresa yang melayani orang
orang miskin dan sekarat di India mengatakan Allah
adalah Kasih. Sebaliknya kita akan pusing tujuh
keliling jika Allah adalah kasih keluar dari bibir
Charles Manson .Manson yang senang berasusila, masih
juga memperoleh jatah pembenaran- pembenaran tindakan
asusilanya.
Eugene Nida , diikuti Charles Kraft , mencoba
meluruskan Manson dengan mengatakan bahwa Alkitab
mengajarkan suatu “relativisme” kebudayaan. Maksudnya
bahwa Manson tidak memperlihatkan ucapan yang
dimaksudkan sebagai kasih, tapi tindakannya! Dengan
bahasa yang lebih sederhana, adalah bahwa Semua
kebenaran bersifat relatif. Kebenaran harus dibungkus
oleh, atau diberi tubuh berupa, bahasa khusus yang
menghubungkannya dengan suatu kepentingan atau
keprihatinan dari kebudayaan tertentu.
Dalam konteks ini, Nida dan Krafft mencoba membenarkan
Manson. lebih jauh ketika mereka mengatakan :
“Hanya Allah Tritunggal-lah yang absolut dalam Iman
Kristen. Hal apapun yang melibatkan (seorang manusia),
yang fana dan terbatas, haruslah betul – betul
terbatas, dan karenanya relatif. Relativisme
kebudayaan Alkitabiah adalah suatu sifat dan ciri yang
mengikat dan tidak dapat diubah dari agama Kristen
yang memberitahukan penjelmaan Allah. Karena tanpa itu
mereka tidak akan membuatkan lembaga-lembaga manusia
atau merelativisasikan Allah.
Dalam konteks moral iman, antitesa Nurcholis Madjid
dapat menjadi kerangka acuan dalam menyingkapi
permasalahan ini. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa :
Iman kepada Allah, yang menumbuhkan rasa aman dan
kesadaran mengemban amanat Illahi itu, menyatakan diri
keluar dalam sikap – sikap terbuka, percaya kepada
diri sendiri (karena bersandar kepada Tuhan), dan
karena ketenteraman yang diperoleh dari orientasi
hidup kepada-Nya. Jika Iman membawa konsekwensi
pemutlakan hanya kepada Allah, tidak ada lawan yang
lebih prinsipil terhadap iman selain sikap memutlakan
sesuatu selain Allah, termasuk sesama manusia.
Dalam permasalahan ini kita dapat melihat suatu
penegasan etis dalam ada bersama, bahwa etika moral
dan kasih yang didengung-dengungkan oleh Gereja,
tidaklah lebih dari suatu pengukuhan relativisme etis
belaka. Suatu usaha untuk memberi jawab pada hancurnya
konsensus moral dengan cara menggantikan bahasa
kebaikan dan kebenaran dengan bahasa kasih sebagai hal
pokok yang menentukan moralitas. Kasih menjadi suatu
pembenaran, bagi keinginan dan kesukaan yang tidak
teratur.
Suatu kejahatan sebagai buah maksud baik tentu dapat
dimengerti atau dipahami. Tapi, bagaimanakah dengan
suatu tindakan yang sebenarnya bermaksud dan bertujuan
baik, tapi tindakan itu berdampak buruk atau jahat,
apakah tindakan itu dapat dibenarkan secara moral ?
Seandainya bisa, dalam keadaan apa dan bagaimana ?
Teologi moral dari abad XVI / XVII (Skolastik)
mengajukan jawaban praktis dengan prinsip “tindakan
berdampak ganda”, hingga sekarang, prinsip ini
tersebar dalam dunia teologi moral. Prinsip ini masih
sempat didiskusikan dalam beberapa dekade terakhir.
Perhatian terhadap gagasan ‘prinsip tindakan berdampak
ganda’ sebenarnya terkait dengan pandangan St Thomas
Aquinas tentang ‘di luar maksud’ (prater inentionem’).
Tindakan manusiawi berdampak ganda (baik dan buruk)
dapat dibenarkan secara moral kalau memenuhi empat
syarat :

1. Tindakan itu sendiri harus baik atau tidak berniat
jahat.
2. Dampak buruk / jahat yang ditimbulkan oleh suatu
tindakan bukanlah maksud si pelaku tindakan (diluar
maksud)
3. Dampak baik / positif tidak terjadi melalui dampak
buruk.
4. Alasan munculnya kejahatan harus proporsional
(berat).

Anehnya para analis teologi modern tidak berani
mengingatkan Gereja tentang adanya perbedaan penting
antara dampak yang diinginkan dan dampak yang tak
diinginkan. Dampak buruk yang diinginkan seseorang
dalam suatu tindakan tertentu tentunya tidak dapat
dibenarkan.
Pengalaman penulis ketika menghadiri pertemuan
Pastoral di Manila dapat menjadi contoh mulia dalam
hal ini. Dari sederetan penyengaran spiritualitas
immamat, akhirnya ada kesempatan yang sengaja dibuka
untuk ummat awam mengungkapkan harapan, gambaran,
tentang seluk beluk Immamat. Saat itu berdirilah
seorang ibu setengah baya, berkaca mata, bergaun three
pieces sederhana di depan mimbar, menuturkan
pengalaman perjumpaannya dengan imam – imam yang kala
itu duduk mengitarinya. Katanya ada gambaran
kekudusan, ada sosok kebapakan yang penuh kesabaran.
Ada yang kehadirannya saja mampu memberi suasana
tentram di hati. Ada yang kalem, ada yang pendiam dan
ada pula yang pemalu. Bermacam – macamlah. Sampai
akhirnya suara ibu tadi berubah meninggi ketika ia
mulai berani membuka hati, bertutur tentang
keprihatinannya.
“Para pastor, sebagai salah seorang, jujur saya
katakan, kami sesungguhnya tidak membutuhkan Anda –
Anda sekalian. Ketika anda berdiri dan memperkenalkan
diri sebagai ahli Sosiologi, ahli Anthropologi, ahli
Psikologi, ahli Fisika, ahli filsafat dan ahli – ahli
ilmu lainnya, terus terang kami sudah memiliki
semuanya dan “maaf” seringkali kami malah lebih baik”.

Pernyataan ibu setengah baya ini, sepintas
kelihatan konyol. Akan tetapi dengan berlalunya waktu,
apa yang dikatakan sang ibu bukanlah hal yang tidak
mendasar. Dengan kata lain, mereka telah belajar dari
pengalaman tentang kebangkitan Yesus, yang selama ini
menjadi pokok perdebatan theologis. Anda tentu akan
bertanya, apa hubungan kebangkitan Yesus dengan
pandangan atau tepatnya ‘omelan dari sang ibu ini,
bahwa mereka ‘ummat’ memiliki nilai yang lebih dari
para imamnya ?
Dalam persepsi moral umum kepercayaan ummat
kristiani (Katolik) status seorang pastor adalah wakil
atau perantara dari Kristus (Yesus). Dengan
penderitaan, kematian dan kebangkitannya, Yesus
melegitimasi kata mengajar dalam Gereja yang dalam hal
di perankan oleh para Pastor (biarawan). Atau dalam
bahasa keren Gereja disebut: Theologi Magisterium.
Kisah sengsara dan penyaliban Yesus adalah
kisah mengenai dampak dari keberdosaan manusia.
Kemampuan manusia hanyalah berbuat dosa, begitulah
awal mulanya dalam bentuk dogma. Untuk mengatasi
keberdosaan manusia itu, maka di buatlah pelbagai
ritus agama, pelbagai aturan untuk “membersihkan
manusia”. Segala segi kehidupan manusia lalu di atur
sedemikian rupa sehingga “kekotoran dosa” sulit masuk.
Untuk itu di butuhkan sarana “wibawa dan kekuasaan”.
Bagi umat Kristen, kebangkitan Yesus tidak
menjadi suatu persoalan. Bila toh kadang muncul
pertanyaan tersebut, biasanya di titipkan ke dalam
hati nuraninya sendiri yang sudah membatu. Karena
kebangkitan adalah bagian dari trilogi : Sengsara,
wafat dan bangkit yang sangat tidak bisa dijelaskan
dengan akal sehat.
Kebangkitan Yesus, sejak semula menimbulkan
banyak tanda tanya yang tidak bisa terjawab. Bagaimana
semua itu terjadi ? Bagaimana hal itu mungkin ? Tidak
ada orang di muka bumi ini yang pernah mengalaminya,
yang dapat dimengerti sekalipun kebangkitan itu
terlepas dari pengalaman empiris manusia, karena pada
kenyataannya permasalahan tersebut sangat tidak masuk
di akal.

TERTARIK MEMILIH ISLAM

Menjadi setia merupakan tujuan dan idealisme
hampir semua manusia. Namun seringkali mendatangkan
kesulitan. Seorang polisi yang ingin setia dengan hati
nuraninya. Ia berbuat jujur. Tetapi ia mengalami
kenaikan pangkat yang lama dan gaji kecil. Sementara
kebutuhan keluarganya terus menuntut untuk dipenuhi.
Sama halnya dalam berkomunitas. Seseorang yang
setiap menyatakan kebenaran, bertentangan dengan
kebiasaan buruk anggota komunitas cenderung
dilecehkan. Bahkan mungkin orang tersebut
disingkirkan. Dalam diri kita pun kadang kesetiaan
untuk mengikuti suara hati nurani terasa amat
menyakitkan. Sehingga kesetiaan kepada suara hati
nurani dibungkam. Lalu apakah kita harus bertindak
seperti polisi dan maling ? Maling akan merajalela
seandainya polisi tidak ada. Sedangkan seandainya
polisi ada maka maling akan menjadi orang yang tidak
mencuri.
Dari setumpuk permasalahan kebenaran yang
semakin tidak karuan yang berawal dari seminari tinggi
Ledalero ini memaksa saya untuk membuat atau
menentukan pilihan atau persesuaian-persesuaian apa
yang harus saya jalani. Pilihan saya jatuh kepada
Islam. Akan tetapi permasalahan ini baru sebatas
wacana, karena benih iman Islam itu sendiri sama
sekali belum ada. Akan tetapi saya melihat bahwa Islam
satu-satunya alternatif terbaik dari yang paling baik.

Melalui surat saya menceritakan permasalahan
kepada Karel Kopong yang kabur ke Makasar karena
perpindahan agama dari Katolik ke Islam, bahwa nilai
kebenaran Kristiani sudah tidak ada dan saya bertekad
untuk menganut Agama Islam, tetapi iman Islam belum
ada. Saya tertarik memilih Islam karena wacana
ideologinya.
Adapun wacana ideologi Islam yang menggoyahkan ke’aku’
an saya, adalah bahwa tindakan intellectus mendahului
gerakan. Sebetulnya banyak sekali yang ingin saya urai
tentang ‘tindakan tindakan intellectus’ tetapi
kurangnya ruang untuk membahas hal ini secara
mendetail dan mendalam, maka dalam kesempatan ini
sekilas saya mencoba mendefenisikan tindakan
intellectus, yaitu “Kenal Diri”.
Konsep kenal diri --- diawali dari kalimat Negasi
Konfirmasi – Aku bersaksi Tiada Tuhan selain Allah.
Yang perlu digaris bawahi disini adalah kata
‘bersaksi’.Bersaksi bermakna : melihat,mendengar,
merasakan. Jadi orang yang bersyahadat adalah orang
dewasa, baik dalam pikiran, perkatan maupun tindakan :
Veritas est adaequatio Intellectus et Rhei --- makna
membersihkan ‘diri’ - berwudhu.
Transendensi dari negasi-konfirmasi adalah
membersihkan diri ‘berwudhu’. Membasuh tangan…. Jangan
mencomot hak orang lain. Membasuh muka… menjauhi sifat
sifat munafiq…Mata…melihat yang baik.. membasuh
hidung.. jangan (tidak) mencari cari kesalahan orang
lain. Kepala…selalu berupaya untuk berpikir
positif…membasuh kaki….Berjalan di jalan yang lurus…
subhannalah.
Karel Kopong menasehati saya untuk bersabar
sambil mengkaji kembali semua persoalan yang ada guna
untuk menentukan sikap dan atau mengambil keputusan.
Soal tumbuhnya iman belakangan saja. Mungkin benar
nasihat teman saya ini. Sebab, pada dasarnya setiap
orang memiliki kebulatan hati dan keyakinan diri.
Hanya saja tingkatannya berbeda. Hal ini akan
tercermin dalam semangat juang kita sendiri. Kita
tidak usah merasa nervous, jika kita percaya atas
kemampuan diri kita sendiri. Saudara Jhon, berharaplah
hanya kepada kepada Allah semata ! Sebab kita hanya
patut bersyukur kepada-Nya, penolong dan Allah kita”.
Demikian balasan surat dari saudara Karel Kopong.

NIJHMEGEN CHATOLICHEN UNIVERSITY.HOLLAND 1991 – 1993

Gereja menghargai prestasi atau karya putra –
putranya, bukanlah semboyan kosong. Ia merasakan
ketika ini berada di Philipina. Ia kembali mendapat
beasiswa dari Gereja Ordo MSF untuk memperdalam
materi. Missiologi dalam program Pasca sarjana (master
of Divinity). Sebenarnya ordo MSF tidak berhubungan
dengan ordo SVD dalam hal berkarya dan melayani umat.
Karena pendidikan yang harus saya pelajari di
universitas ini, adalah Inkulturasi dalam budaya Jawa
yang merupakan tonggak ilmu Missiologi di Indonesia,
tawaran tersebut saya terima dengan hati yang gembira
tetapi sedikit enggan, karena pada saat itu saya sudah
merencanakan untuk menganut agama Islam.
Di Univeristas ini, keanehan dan kejanggalan
tentang agama Kristen-Katolik semakin kabur dan
ngawur. Bagaimana tidak, semua dogma tentang
ketuhananan setiap saat bisa berubah dan dapat
dikebiri untuk melegitimasi suatu karya yang konon
karena pekerjaan Roh Kudus. Mungkin benar, karena
Gereja Katolik adalah organisasi Mafia yang berkedok
agama, bahwa seseorang dapat berbicara dan berbuat apa
saja asalkan untuk kepentingan gereja.
Disamping saya mempelajari sastera Jawa yang
merupakan tonggak ilmu missiology di Indonesia, saya
juga ikut terlibat dalam beberapa organisasi pekabaran
Firman Allah, baik organisasi yang terikat dengan
Gereja katolik, maupun tidak. Sehubungan dengan
kurangnya ruang untuk memaparkan masalah ini secara
rinci dan mendetail, saya mengambil beberapa contoh
yang dapat dijadikan acuan.
Contoh mulia dalam kasus ini adalah WCC (World
Council of Churches). Pekabaran ini milik Gereja
Pembaharu yang menjalankan missi perutusan untuk
seluruh dunia akan tetapi secara organisatoris lembaga
ini terpisah dari Gereja Roma Katolik. Itulah hebatnya
Katolik, mengusir nyamuk tidak perlu senapan mesin,
cukup semprot baygon.
Di Indonesia, pola kristenisasinya sedikit
unik. Disini saya katakan unik karena pekabaran di
Indonesia melibatkan beberapa organisasi lain yang
tidak berurusan dengan agama, seperti bergabung dengan
negara-negara donor, yang bergabung dalam IGGI.
Di organisasi ini, sebenarnya semua rencana
kerja “pekabaran” dibahas. Untuk Indonesia metodenya
sebagai berikut :

KATOLIK

Mencari orang non katolik (Islam) yang mempunyai massa
atau cendekia, membantu dengan memberikan materi atau
biaya pendidikan sampai pendidikan tinggi, atau suatu
jenis bantuan yang sekurang-kurangnya membuat orang
yang dibantu merasa berhutang budi. Metode ini sangat
praktis dan hemat. Ketimbang menerbitkan brosur
buletin atau buku dan majalah, yang dipastikan
mempersempit ruang gerak mereka.
Lembaga – lembaga pendidikan Katolik baik pendidikan
dasar, menengah maupun pendidikan tinggi, harus
memahami missi perutusan. Maksudnya brain washing
(mencuci otak) siswa / mahasiswa non Katolik.
Dalam bidang politik (sektor pendidikan). Sistem
pendidikan melalui Alm. Dr Daud Yusuf (mantan menteri
pendidikan) dengan memasukkan kata pendidikan dalam
pengajaran. Dibanding dua metode sebelumnya metode ini
lebih berbahaya, lebih merusak ketimbang menghadirkan
setan Lucifer. Hasilnya sistem pendidikan yang ada
sekarang tidak bisa mendidik masyarakat untuk menjadi
manusia. Maksudnya para sarjana tidak bisa bekerja,
apalagi berkreasi dan berpikir. Kerjanya hanya mau
menikmati saja. Berbeda dengan sekolah khusus Katolik,
yang mendidik orang untuk bisa di segala bidang.
Dalam bidang politik (ada bersama) Toleransi
keberhasilan metode di atas tentunya harus ditopang
toleransi. Sayangnya orang Islam tidak tahu membedakan
pendapat orang dan orang pendapat, terutama dalam hal
toleransi agama. Mengapa saya katakan tidak tau ?
karena Toleransi berasal dari kata latin “tolerre”
yang artinya memikul atau mengangkat. Memikul atau
mengangkat ini adalah jenis pekerjaan yang berkonotasi
memberatkan orang. Memikul dan mengangkat bermakna
negatif. Jadi, orang bertoleransi adalah orang yang
menyerah pada keadaan. Apakah kita juga harus menyerah
pada keadaan ? Tentu saja tidak ! Apa yang saya
kemukakan ini mungkin terlalu kasar. Akan tetapi sudah
seharusnya saya kemukakan karena toleransi dalam
praktek beragama adalah genjatan senjata.
Sebetulnya saya tidak menghargai agama lain,
seperti agama saya sendiri karena kalau demikian untuk
apa tidak memeluk agama itu. Al Qur’an mengajarkan –
Lakum Din Nukum Waliyadin - mengajarkan saya untuk
menghargai pribadi dan pendapat orang lain yang
memeluk agama lain, dan dalam konsep ini saya yakin
bahwa bagi dia agamanya merupakan sesuatu yang sangat
berharga baginya.
Lalu bagaimana musyawarah untuk mufakat? Ini
lebih celaka lagi ! Sebab musyawarah terdapat
dimana-mana dipermukaan bumi, karena bermusyawarah
adalah satu-satunya cara orang belajar untuk
berdialog. Namun mufakat mengenai pendapat adalah hal
yang sangat mustahil. Mufakat mengenai pelaksanaan
itulah kerjasama sejati.
Musyawarah selalu diadakan oleh sejumlah orang.
Mereka orang berpendidikan, maka mempunyai pendapat
pribadi. Bagaimana mungkin semua orang itu berpendapat
sama. Kalau demikian pengikut musyawarah itu tak lain
dan tak bukan adalah anggota kawanan yang sungguh
tidak punya berkepribadian. Memaksa orang mengambil
alih pendapat umum merupakan penghancuran kepribadian.
Jadi mufakat mengenai pendapat adalah hal yang
mustahil.
Lain pendapat mengenai pelaksanaan. Kalau jelas
bahwa kebanyakan berpendapat demikian, padahal saya
berpendapat lain, saya harus loyal dalam melaksanakan
apa yang diputuskan oleh kebanyakan anggota pembicara
atau dialog. Ini saya laksanakan tanpa perlu mengubah
pendapat saya sendiri. Hanya kalau semua orang yang
mengambil bagian dalam sebuah dialog memiliki
kedewasaan untuk menerima pendapat orang lain, untuk
dilaksanakan dialog antar agama mungkin.
Jangan lupa bahwa kita semua diciptakan untuk
dicintai Allah swt. Membalas cinta itu hanya mungkin
lewat menerima panggilan hidup kita sendiri. Akan
tetapi orang lain melaksanakan hal yang sama. Memang
kita tidak perlu dan bahkan tidak boleh menyesuaikan
jalan hidup kita dengan keinginan-keinginan orang
lain. Allah swt memilih kita. Bukan orang lain. Akan
tetapi orang lainpun dipilih Allah swt, maka kita
tidak boleh memaksa orang lain menempuh jalan hidup
kita. Ini berarti tidak mungkin ada dialog antar
agama. Mengapa ? Karena kita tidak menghargai agama
lain. Agama lain itu bukan cara kita membalas cinta
Allah swt. Yang dapat kita terima adalah ada orang
yang beragama lain. Oleh karena itu yang mungkin
adalah dialog antar orang yang beragama.
Nah dalam hubungan dengan tulisan ini, saya mau
mengatakan bahwa saya hanya menghargai orang yang lain
agamanya. Karena saya berpegang pada agama saya,
tetapi justeru karena keyakinan saya itu, saya akan
dan dapat menghargai pribadi-pribadi lain yang
beragama lain. Dan dalam hal ini mengenai pendapat
yang paling mendasar adalah Iman.
Harus saya akui bahwa saya tidak dapat
menghargai agama lain seperti agama saya sendiri,
karena Iman saya adalah tunggal, dan saya juga tidak
menghargai agama lain lebih daripada agama saya,
karena sebab apa saya tidak menganut agama itu. Akan
tetapi saya dapat berdialog dengan orang itu oleh
karena saya menghargai dia sebagai pribadi yang
memeluk agama lain, dan saya yakin bahwa bagi dia
agamanya merupakan sesuatu hal yang paling berharga.
Misalnya, saya menerima bahwa Yesus mengalami
sesuatu pengalaman rohani yang sejati. Dan bahwa
pengalaman rohani itu menjadi dasar agama Kristen.
Jadi saya menerima dan menghargai Yesus sebagai
seorang manusia rohani yang mendalam. Saya tidak
toleran terhadap Yesus, karena Yesus bukan beban bagi
saya, tetapi saya menghargai Yesus, sebab beliau dan
saya diciptakan untuk dicintai Allah swt dan membalas
cinta Allah swt ini dengan cara hidup sesuai dengan
panggilan hidup masing masing. Kalau seseorang
beragama lain menyerang saya, dan saya membalasnya,
bisa juga dibilang toleran. Akan tetapi, suasana tetap
suasana tegang. Kerukunan rineka (artifisial).
Mustahil saya bisa rukun secara sungguh-sungguh dengan
seseorang yang tidak dapat saya hargai.
Disini perlu saya tegaskan bahwa kerukunan
antar orang beragama adalah bukan suatu upaya untuk
menghindari konflik karena ‘saya’ tidak mungkin rukun
dengan seseorang yang harus ‘saya’ dihindari. Salah
satu prinsip pemerintahan yang bermaksud baik, akan
tetapi ternyata mempersulit mengembangkan sikap
berdialog. (Musyawarah untuk mufakat)

NON KATOLIK

Kristenisasi kemasyarakat awam dilakukan secara
langsung, dengan beberapa metode yang terbagi dalam
dua tahap.

Tahap Pertama
Jangka pendek ‘merekrut jumlah umat’ : melalui
bantuan sosial berupa makanan seperti indomie, gula
pasir dan lainnya. Metode ini cukup bagus, akan tetapi
hasilnya tidak begitu menggembirakan karena terlalu
banyak membuang energi dan biaya. Pekerjaan seperti
ini biasanya dilakukan oleh gereja – gereja pembaharu
seperti aliran Pantekosta. Gereja tua “Katolik”
berdiri sebagai inkuisitor yang agung.

Tahap Kedua
Jangka panjang menerbitkan buletin atau brosur
yang menyerang agama lain. Tahap ini tetap dilakukan
oleh gereja – gereja pembaharu. Di Indonesia,
pekerjaan mulia ini dikerjakan Yayasan Kerja Philia16
yang berkedudukan di Jakarta. Salah satu dari karya
mereka adalah Buletin Da’wah Ukhuwah, menuju Jalan ke
Sorga, Yesus dan Muhamad dan lainnya.
Kerja mereka ini masih terbilang amatir. Karena
para biarawan yang sedianya dilibatkan dalam proyek
ini, tidak diperkenankan oleh Sri Paus Yohanes Paulus
II. keputusan sri paus ini dapat kita baca dalam
dokumen Vatican II tentang status Indonesia dan
biarawan dan biarawatinya. Bahwa Indonesia bukan
target dan misi gereja Katolik. Tetapi anehnya
‘oknum-oknum’ gereja katolik di Indonesia tetap
melaksanakan missi perutusan !
Beberapa metode yang dibahas diatas ini
sebenarnya bukan hal yang baru karena sebagian umat
Islam sudah mengetahuinya. Sekalipun demikian, gerakan
Kristenisasi selalu berwajah banyak. Alangkah baiknya
kita tetap waspada dan siap untuk mengantisipasinya.

GREGORIANA UNIVERSITY – ROMA – ITALO 1993 – 1995

Dari Nijhmegen, saya melanjutkan pendidikan ke Roma,
tepatnya di Gregoriana University, guna menyelesaikan
program doktoral dalam disiplin ilmu “Theology”
Missiology. Program Doktoral dalam disiplin ilmu
(Missiology) ini tidak bisa saya selesaikan, karena
jiwa pemberontak yang dulu sempat terkubur di STF – TK
St Arnoldus Ledalero kembali mengusik untuk segera
mengambil keputusan, apakah selamanya saya menjadi
orang bodoh dalam artian yang sebenarnya, dimana saya
harus mengikuti segala sesuatu dengan taklid yang buta
dalam azas guna dan manfaat dan menjadi sedikit
‘pintar’ dengan menganut agama Islam ?
Segala tanya yang menghalang, segala ragu yang
membendung, terjawab ketika saya diundang dan diminta
menjadi pembicara dalam seminar diaspora :
“Pergerakan” kemerdekaan Israel yang diadakan oleh
teman teman mahasiswa Yahudi Amerika di Universitas
Lateran -Roma pada tanggal 18–20 September 1994.
Pembicara pertama Yonathan Samuel (Theolog
Kristen Amerika keturunan Yahudi) mengatakan bahwa
perang di tanah terjanji (Palestina) adalah perang
Ideologi (agama). Wilayah Palestina sesuai dengan
kentuan yang ada didalam kitab Perjanjian Lama adalah
“tanah” yang dijanjikan oleh Allah kepada Ummat
Pilihan Allah yaitu bangsa Israel. Perang ini terus
berlanjut karena keserakahan Islam dalam menegaskan
dirinya sebagai agama Pedang.
Peserta seminar dari Calcuta Vajras Anand
menanyakan, dari mana suplai makanan, senjata,
pakaian, obat – obatan dan dana selama ini, dan
dijawab Yonathan bahwa suplai selama ini berasal dari
saudara – saudara kita’ di Eropa dan Amerika melewati
Mesir. Sebagaimana kedua negara tersebut, selain
Inggris tentunya yang paling berandil dalam sejarah
penjajahan Israel atas wilayah Palestina. Hal ini juga
pernah dikatakan oleh Husni Mubaraq yang Presiden
Mesir dalam seminar di Okhlahoma yang diselenggarakan
oleh Ordo Yesuit. Saya hadir dalam acara tersebut.
Waktu itu, Husni Mubarak mengatakan Palestina lebih
jahat ketimbang Yahudi. “Orang Palestina adalah setan
besar yang harus diberantas”.
Saya kaget ketika dikatakan bahwa Islam itu
agama pedang. Mungkin pernyataan dari sdr Yonathan
Samuel ini karena melihat Perang Salib yang selama dua
abad tidak selesai - selesai. Dalam kesempatan itu
diberi waktu untuk menganalisis Perjuangan Yahudi
didalam merebut tanahnya kembali. Sungguh ini adalah
sebuah kesempatan yang sangat luar biasa, sekalipun
menurut pandangan Gereja sendiri adalah bukan hal yang
luar biasa, karena yang diutus adalah warga Katolik
Indonesia yang minoritas, dan disiplin ilmu saya
adalah Missiology. Kesempatan tersebut tidak saya
sia-siakan.
Dalam kesempatan itu saya mengatakan Bahwa
Perang ditanah terjanji ini, sebenarnya bukan murni
perang Agama, melainkan ambisi perorangan dan politik
kekuasaan. Kita tidak boleh menyalahkan Palestina atau
negara Arab lainnya, biar bagaimanapun juga, mereka
sendiri masih keturunan Abraham (Ibrahim AS).
Sebagaimana tadi dikatakan saudara pembicara; Yonathan
Samuel bahwa Islam adalah agama pedang adalah kurang
bijak. Terlepas dari doktrin Islam yang mengharuskan
umatnya untuk berperang dijalan Allah. Dasar
pertimbangan saya adalah ajaran cinta kasih dalam
Islam “Siapakah sesamamu” : Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Untaian doa…dalam kata mengajar…teladan yang
meyakinkan ! Verba docent exampla trahunt.
Permasalahan Muhammad yang menjadi Nabi,
rasanya tidak perlu kita bahas disini karena keyakinan
kita menolak kenyataan tersebut. Sekarang kita melihat
bahwa perang tersebut terus berlanjut, itu adalah
sesuatu hal yang sangat wajar. Karena sebagaimana anda
dan saya ketahui bahwa apabila dua orang Yahudi atau
mereka yang merasa dirinya Yahudi bertemu, maka akan
melahirkan tiga pendapat. Dua pendapat pertama adalah
pertentangan dan pendapat terakhir perkelahian.
Demikian juga halnya dengan perkembangan agama
kita dewasa ini. Agama jadi alat Amerika untuk
menindas. Mau bukti ? Kekristenan, demokrasi,
Amerikanisme, bahasa dan kebudayaan, pertumbuhan
industri dan ilmu pengetahuan, lembaga – lembaga
Amerika semua rumit dan membingungkan. Perenungan atas
kebenaran mereka sendiri membuat orang-orang Amerika
dipenuhi perasaan bergairah dan angkuh sehingga dengan
begitu mudahnya mereka menyamakan kebenaran mereka
dengan kebenaran Allah …. Kerajaan Tuhan … adalah
khususnya nasih ras Anglo – Sakson yang ditentukan
untuk membawa terang kepada bangsa – bangsa lain
melalui lampu – lampu yang dibuat di Amerika dan kita
sendiri tidak lebih dari boneka – boneka Amerika.
Selain itu, konteks penghayatan misteri Iman
kita selama ini, masih terbatas pada ‘pengagungan’
pemimpin – pemimpin perang salib yang memakan banyak
korban manusia dijadikan sebagai orang suci atau
Santo, berwibawa yang harus dihormati, disembah,
dipuja oleh ummat, karena mereka adalah pemimpin
Kristen sejati. Yang dalam konteks kepercayaan Gereja
adalah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan,
sekecil apapun juga. Ironis! Teologi Magisterium
seperti inikah yang mendidik kita ?
Pernyataan keras, tegas dan berani ini
mengakhiri studi saya di Gregoriana University karena
saya mendapat hukuman gereja yaitu ekskomunikasi Minor
(Ekskomnikasi Toleratus) dan dipulangkan ke Indonesia.


BAB III
PENGANIAYAAN – PENGANIAYAAN.

Pengantar
Sebetulnya saya tidak mau menceriterakan bagian
ini , karena saya
berpandangan dan melihat bahwa permasalahan ini adalah
konsekuensi logis dari pilihan saya sendiri, dan saya
merasa manfaat untuk perkembangan iman ummat (tidak ada). Karena sadar
atau tidak saya turut
andil atau ikut-ikutan menjerumuskan ummat atau
pembaca buku ini kedalam pola pikir yang keliru. Hal
ini saya sadari betul, mengingat tatanan masyarakat
kita yang paternalistic, dan dampak psikososial yang
mungkin timbul sebagai akibat dari tulisan ini.
Akan tetapi teman-teman aktivis da’wah melihatnya
dari aspek yang berbeda, mengatakan kepada saya bahwa
bagian ini perlu di tulis untuk memotivasi ummat
untuk, baik dalam berpikir maupun bertindak, bahasa
kerennya : belajar mengkaji. Tentunya bentuk
pengkajian disini adalah bukan suatu tindakan
berdampak ganda !
Sehubungan dengan masalah ini, saya coba
berpikir dan merenung, bahwa apakah saya harus menulis
bagian ini atau tidak.
Dalam permenungan saya ini, saya sampai pada
sebuah titik bahwa saya harus menulis
kisah ini secara utuh. Sebab setiap peristiwa yang
saya alami ini, mempunyai makna yang sangat berarti
bagi perkembangan hidup saya sendiri.
Tetapi untuk menemukan makna yang berarti namun
tersembunyi itu saya harus memiliki kemampuan untuk
merefleksi, yaitu merenung dan mencari makna atau arti
dibalik suatu peristiwa dalam terang iman. Inilah yang
seringkali saya lupakan atau abaikan, yaitu melibatkan
iman dalam peristiwa hidup saya sehari-hari, Bahwa
Allah swt senantiasa berkarya bersama kita dan selalu
siap menolong kita.

Penganiayaan Pertama di Kupang NTT

Sekembalinya dari Bonipoi (tempat saya di syahadatkan)
pada tanggal 3 juli 1996, Saya tidak mengalami
kejadian apa apa. Selang dua hari kemudian, Jum’at, 5
Juli 1996, seusai Sholat jum’at, kurang lebih 20 Meter
dari Masjid, mobil saya di pepet oleh dua mobil yang
tidak saya kenal. Saya terpaksa memarkir mobil saya,
hendak bertanya pada mereka. Tetapi sebelum
saya bertanya, kepala saya di pukul dari belakang.
Pingsan.
Ketika siuman, saya mendapati diri saya berada
disebuah ‘kebun’ hutan dengan darah yang sebagiannya
telah mongering memenuhi sekujur tubuh saya. Rasa
sakit teramat sangat disemua persendian, terutama
kaki.
Setiap kali bergerak, darah keluar dari mata,
mulut, telinga dan hidung, yang disertai rasa sakit
yang sangat luar biasa. Saya hanya bisa pasrah dan
berdoa, "Allah, jikalau mengikuti petunjukMu yang
diajarkan oleh RosullMu Muhammad saw. adalah suatu
kesalahan…. Saya mohon ampun atas kesalahan saya ini.
Saya mohon petunjukMu. Akan tetapi jikalau mengikuti
ajaran Mu ini adalah suatu kebenaran, maka tunjukanlah
kebesaranMu". Sesudah itu saya kembali tidak sadarkan
diri.
Suatu keajaiban terjadi. Ketika sadar, saya
tidak lagi berada di ‘kebun’ hutan itu lagi, melainkan
disebuah kamar yang cukup ‘wah’ untuk kategori orang
Kupang yang terbiasa hidup miskin.
Ternyata, ketika saya pingsan, saya ditemukan
oleh pemilik ‘kebun’/ hutan yang kemudian membawa saya
pulang kerumahnya. Pemilik kebun dan rumah tersebut
ternyata seorang Pendeta dari Gereja Pantekosta
(Bethel). Cerita kronologis dari pendeta tersebut,
terus terang saya rasa ada hal yang cukup mengganjal
hati saya. Dan kalau boleh hal ini saya katakan
sebagai kuasa Allah.
Selengkapnya penuturan pendeta tersebut sebagai
berikut :
Malam selasa jam 11.30 kami sekeluarga sedang
melakukan ibadah malam. Tiba tiba kucing kesayangan
saya melompat dan menggigit bagian
bawah celana saya seperti mengajak saya untuk
mengikuti kucingnya. Saya bingung ada pertanda apa
ini. Kebetulan daerah saya ini rawan perampokan.
Akhirnya saya mengajak anak saya untuk mengikuti
kucing tersebut. Kucing berjalan didepan dan kami
mengikuti dari belakang. Sesampainya ditengah kebun
kami melihat seseorang yang tergeletak dikebun dengan
kondisi fisik sangat mengenaskan. Bersama anak saya
saudara kami angkat dan bawa kerumah kami.
Saya ditanya asal usul dan kejadian apa yang
telah menimpa diri saya. Allahu’akbar ! Saya
menceritakan kepada keluarga pendeta tersebut
tentang kejadian yang menimpa diri saya seusai Shalat
Jum’at. Pendeta tersebut tertegun sekaligus kaget,
karena dia menemukan saya pada hari senin malam. Yang
berarti saya berada ditempat itu kurang lebih empat
hari.
Merasa akan mendapat masalah, pendeta tersebut
meminta saya untuk meninggalkan rumahnya. Ketika saya
minta tolong dipinjamin telepon untuk menelepon teman
teman di ICMI atau MUI, beliau tidak mau pinjamin.
Yaaa… sudahlah. Saya hanya bisa pasrah. Ya Allah
terjadilah padaku menurut KehendakMu.
Akhirnya, sambil merangkak saya keluar dari
rumah pendeta tersebut menuju jalan raya untuk mencari
tumpangan ke kota Kupang. Anda bisa bayangkan, kondisi
daratan Timor yang ada hanya batu karang.
Alhamdullilah saya bisa sampai di jalan raya meskipun
dada sobek terkena goresan batu karang. Allahhu akbar
!
Ketika sampai di jalan raya, sekitar 300 meter ada sebuah
warung kecil yang kebetulan
pemiliknya seorang muslim yang bernama Ahmad Piraz.
Anehnya beliau punya Telefon. Saya minta tolong beliau
untuk menghubungi saudara Gasim19 atau Ahmad
Al-Katiri20 teman teman untuk menjemput saya. Tidak
lama kemudian saudara Gasim dan teman teman datang
menjemput saya. Melihat kondisi fisik saya yang sangat
tidak wajar, malam itu juga saya diantar ke RSUD-Prof
Dr Wilhelmus Zakarias Yohanes Kupang untuk mendapat
pertolongan pertama.
Sekalipun pendarahan ditelinga tidak mau
berhenti, di rumah sakit ini saya tidak diapa-apain.
Saya hanya tidur saja ! Tetapi anehnya saya tetap
sadar dan terjaga. Maksud saya bahwa saya masih bisa
bicara tersenyum dan bahkan tertawa. Dan anehnya hari
ke tiga belas pendarahan di telinga berhenti total.
Tuhan…Permainan apa lagi ini ! Saya bertambah bingung
! Saya numpang tidur di rumah sakit ini enam belas
hari. Selama saya dirawat teman teman mahasiswa dari
UMK (Universitas Muhammadiyah Kupang) bergantian
menjaga saya.
Pada hari ke tujuh belas, saya diperbolehkan
pulang oleh pihak rumah sakit. Sehubungan dengan
ketiadaan biaya untuk membayar rumah sakit, pihak
rumah sakit menahan saya. Malam harinya saya
menghubungi ketua DDII perwakilan Kupang : H.Abdul
Syukur Ibrahim Dasi dan Kolonel Saleh untuk membantu
saya mengenai kesulitan saya membayar biaya rumah
sakit. Malam itu juga semua biaya rumah sakit
dibereskan oleh beliau berdua.
Malam itu semua teman teman berunding. Apakah
saya di tempatnya saudara Gasim ataukah di rumahnya
Bapa Abdul Syukur. Keputusan teman teman bahwa saya
harus di rumahnya Bpk Abdul Syukur. Langkah ini dirasa
aman mengingat Bpk Abdul Syukur adalah salah satu
tokoh yang dituakan di Kupang.
Keesokan harinya saya di ungsikan ke Namosain
(perkampungan Muslim). Teman teman baik di ICMI maupun
di MUI tidak ada yang tau bahwa saya sudah diungsikan
ketempat itu. Saya di ungsikan ke tempat itu sambil
menunggu kabar dari DDII pusat tentang kesiapan DDII
menampung saya di Jakarta.
Seminggu kemudian saya diungsikan ke Jakarta
dengan menggunakan kapal Dobonsolo. Keberangkatan saya
dibawa pengawalan yang sangat ekstra ketat. Sebetulnya
saya tidak mau dikawal seperti itu. Akan tetapi demi
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ya saya terima
juga. Di pelabuhan Tanjung Priok saya di jemput oleh
keluarga besar Muslim NTT (Lamakera), sekitar delapan
puluh orang, saya langsung dibawa kerumahnya Bpk
Dahlan Demon. Sore harinya saya di jemput oleh Bpk H
Muhammad Tuan TS. Saya dibawa kerumahnya di perumahan
walikota Sukapura-Jakarta Utara.
Dirumah ini saya tinggal selama dua bulan.
Karena niat dan keinginan begitu mendalam untuk
belajar mendalami agama Islam, saya diantar sdr
Muhammad Tuan dan Sdr Syarifin Maloko ke Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia di Jln Kramat Raya No 45, dan
dipertemukan dengan Sekum DDII, H.Hussein Umar. Dua
bulan berikutnya DDII menitipkan saya di pesantren
Husnayain, asuhan KH Kholil Ridwan Lc, yang adalah
salah satu ketua DDII.
Mungkin karena pernah mengalami pendarahan
otak, selama enam bulan ‘nyantri’ semua ilmu yang
diajarkan tak satupun nyangkut dikepala. Kenyataan ini
membuat saya semakin gelisah, dan bertanya kepada
teman teman dokter yang merawat saya, bahwa apakah
memory otak saya bisa pulih kembali (normal) ataukah
tidak ? Karena merasa membuang buang waktu, saya pamit
dari pesantren dan mulai mencoba menyembuhkan
kegelisahan yang ada dengan membaca
literature-literatur Islam di perpustakaan Dewan
Da’wah.

Penganiayaan 2 Jakarta.

Kemalangan yang bertubi-tubi menimpa diri saya
meninggalkan sejumlah tanya yang semakin tidak pasti
muncul disela canda kegeraman. Tuhan ! Apa salah saya
? Mengapa engkau begitu kejam menghukumku ? mengapa
Engkau begitu tega membiarkan mereka orang orang kafir
menganiaya saya ? Bukankan semua ini terjadi karena
kehendakMu ? Bukankah aku telah mengikuti jalan-Mu ?
Apakah mengikuti jalan kebenaranMu ini merupakan suatu
kesalahan ?
Kamis malam ( maaf, tanggalnya saya
lupa) bulan maret 1998, penganiayaan terhadap diri saya
berulang. Kali ini terjadi di tempat kontrakan di
kelurahan Makasar-Kramat Jati-Jakarta Timur.
Ketua Rt menuturkan bahwa pada sekitar pukul
16.30 WIB ada dua orang berambut ‘cepak’ yang mengaku
dari kesatuan tertentu mendatangi ketua RT untuk
menanyakan asal usul, dan kegiatan-kegiatan saya. Pak
Rt menjawab apa adanya.
Dini hari esoknya (pkl 02.30) empat orang
mendatangi kontrakan saya, membuka paksa jendela
belakang dan berhasil masuk. Waktu itu saya lagi
sholat malam. Saya melihat dengan jelas keempat orang
tersebut. Dua orang membekap mulut saya. Dan yang
duanya lagi membuka file komputer. Saya tidak tau
sebenarnya apa yang mereka cari. Mungkin karena kecewa
tidak mendapatkan hasil apa apa, komputer dirusak.
Dua orang yang membekap mulut saya, memukul
bagian belakang kepala saya. Saya jatuh dan tidak
ingat apa apa. Ketika sadar saya sudah berada di
RSUP-CM. Untung ada beberapa orang warga yang melihat
kejadian ini. Mereka sangat heran melihat kejadian
tersebut karena keempat orang ini datang membawa mobil
patroli polsek KJ.
Awalnya warga berpikir bahwa aparat polsek ini
bertamu kerumah saya. Mereka (Warga) curiga karena
melihat keempat orang ini pulangnya tergesa gesa dan
lewat jendela. Setelah keempat orang ini pergi pa Rt
dan beberapa orang warga yang melihat kejadian
langsung ke kontrakan saya dan mendapati saya dalam
keadaan tidak sadar. Saat itu juga saya di bawa ke
RSUP-CM.
Pak Rt menghubungi DDII ( kebetulan kami sering
ketemu di DDII). Alhamdullilah teman teman dari DDII
tidak tinggal diam atas musibah yang menimpa diri saya
ini.
Yang membuat saya kecewa adalah hasil
penyidikan aparat kepolisian atas peristiwa ini, bahwa
pelakunya adalah tiga orang aparat kepolisian dan satu
aparat militer dari Cijantung, dan mereka (maaf) ‘hanya
menjalankan perintah atasannya’. Tragisnya pengakuan
atasan mereka bahwa mereka dibayar ! Siapa yang
membayar mereka ? Orang tua saya sendiri. Mengingat
bahwa pelakunya adalah orang yang disewa oleh orang
tua saya sendiri, dan pertimbangan dari teman teman
maka kasus ini tidak diperpanjang. Jika di perpanjang
maka orang tua bakal mendapat hukuman, sekalipun tidak
mungkin orang tua saya dihukum.
Selama menjalani perawatan di RSUP-CM ini satu
peristiwa mulia kembali terjadi. Saya keracunan obat.
Memang lebih tepatnya dibilang di ‘racuni’, karena
sangat tidak logis cairan infus kok bisa berisi zat
kimia yang berfungsi merusak syaraf.
Kronologis kejadiannya : Kamis 16 Juli 1997
tiga minggu setelah menjalani operasi otak, seorang
dokter yang mengaku pengganti dokter jaga saya, dr
Henny Z masuk kekamar saya menyuntikan obat kedalam
botol infus yang hampir habis. Tak lebih satu menit
setelah dr Zulkifli (saya ketahui dari papan nama yang
tertera di dadanya) menyuntikan ‘obat’, saya kembali
tidak sadarkan diri. Ketika sadar saya melihat bang
Tamsil Linrung, Mas Sudir, Mba vivi, Abubakar Ola, dr
Henny dan dua orang perawat dikamar tempat saya
dirawat. dr Henny bertanya kepada saya,siapa yang
mengganti botol infus. Saya katakan dr Zulkifli yang
mengganti botol infus tersebut. Ternyata di rumah
sakit tersebut tidak ada dokter yang dimaksud.
Sisa cairan dalam botol tersebut dibawa ke
laboratorium untuk di teliti. Hasil pemeriksaan,
ternyata cairan tersebut mengandung zat kimia yang
berfungsi melumpuhkan syaraf-syaraf ke otak.
Alhamdullilah, cairan kimia tersebut baru sedikit yang
masuk kedalam tubuh sehingga bisa dinetralisir dengan
cuci darah.
Setelah kejadian itu sdr Abubakar Ola Bala
(Santri di pesantren Husnayain yang di tugaskan oleh
KH Kholil Ridwan Lc untuk menemani saya di rumah
sakit) yang kebetulan satu daerah dengan saya
menelepon ibu saya, menceritakan kejadian ini,
karena komunikasi saya sama ibu relatif bagus. Tetapi
tidak sama sekali dengan ayah. ibu kaget dan
mengatakan kepada saudara Abubakar Ola bahwa Bukankah
si Ismail itu sudah mati beberapa jam lalu ?
Dari jawaban ibu, saya menarik dua kesimpulan.
Pertama, kedua orang tua saya terlibat dan tau persis
kejadiannya, dan ibu berada dibalik semua ini. Karena
tidak sulit bagi seorang ketua dewan penyantun disalah
satu rumah sakit swasta terbesar di Indonesia untuk
melakukan itu. Kedua, dilakukan oleh Gereja, sementara
orang tua atau keluarga tinggal menunggu hasil. Tetapi
kedua hipotesa ini membutuhkan pembuktian lebih
lanjut.
Kalimat dari orang tua ini diteruskan ke DDII
oleh sdr Abubakar Ola. Hari itu Sdr Tamsil Linrung dan
Hussein Umar memindahkan saya ke RSIJ-Cempaka Putih.

Kesembuhan fisik di RSIJ-Cempaka Putih.

Kematian bukanlah peristiwa paling buruk.
Tetapi lebih buruk lagi, bila orang hidup tanpa cinta.
Cinta membuat hidup menjadi pantas dihidupi. Tak
perduli berapa lama hidup kita akan berlangsung. Cinta
juga menambah kemungkinan terjadinya kesembuhan fisik,
walaupun sifatnya hanya sejenak, ibarat lapisan gula
tipis pada sepotong kue.
Sebagian orang merasa gentar bila berfikir
tentang kematian, bahkan berusaha menepisnya. Tak
jarang orang menawar datangnya ‘masa itu’, dengan
mengatakan “Tuhan saya belum siap”. Kejadian ini sama
dengan seperti yang saya alami. Ketika memejamkan
mata, saya melihat upacara pemakaman jenazah diri
saya. Anehnya, dalam waktu yang bersamaan muncul
kalimat, “Tuhan saya juga belum siap”.
Setiapkali teman-teman datang berkunjung,
mereka berupaya agar kelihatan gembira dan optimis
bahwa saya akan sembuh. Namun, pengaruhnya justeru
yang sebaliknya. Tiba-tiba saya merasa dimasukan
kedalam situasi dimana setiap orang berkelakuan
sportif, sementara lingkungan sekitar membuat saya
menyadari bahwa saya bukan lagi bagian dari dunia ini.
Dokter-dokter dan perawat yang merawat saya,
tentu tidak selalu berada dalam situasi yang
menyenangkan. Mereka pasti merasa letih membalikan
tubuh saya ditempat tidur atau mendengar
keluhan-keluhan saya, tetapi saya tidak mendengar atau
melihatnya. Petugas laboratorium yang mengambil contoh
darah, pasti merasa frustasi karena urat nadi saya
yang sulit ditemukan, tetapi mereka selalu tersenyum.
Sering saya mendengar staf dokter diluar pintu
berbicara dalam nada gelisah, tetapi dikamar mereka
seolah-olah aktor panggung yang sudah berlatih dengan
baik. Suasana sama juga berlaku pada teman-teman saya.
Mereka sepertinya berusaha mengatakan kepada saya,
betapa mengagumkan dan berani nya saya. Bahkan seorang
perawat yang kemudian menyatakan cintanya kepada saya,
memperlakukan saya dengan sangat khusus.
Dia pasti merasa tidak adil karena terlibat
asmara dengan pasiennya yang sedang menunggu ajal.
Suatu keadaan yang tentunya tidak dia duga sebelumnya,
namun dia tidak pernah mengungkapkan secara terbuka.
Mungkin maksudnya untuk menenangkan hati saya, tetapi
sesungguhnya betapa banyak yang ingin saya katakan
kepadanya Ya Allah berapa lama lagikah aku harus
menderita seperti ini ?
Atas dasar Ar Rahman dan Ar Rohim sifat dari
yang Esa dan atas dasar kecintaan itulah, ada harapan
kesembuhan fisik, pelan tapi pasti. Kesembuhan ini
benar-benar merupakan suatu rahmat yang sangat tidak
ternilai harganya bagi diri saya. Oleh karena itu saya
harus berpikir positif dan sportif. Bahwa apapun
bentuk sakit yang saya alami, dan harapan menjadi
sesuatu yang bisa menghimpun ‘kekuatan’ untuk melawan
penyakit. Dari pengalaman ini, saya berkesimpulan
bahwa karena Allah saya menikmati hidup sampai saat
ini, meskipun Allah tetap menjadi mistery yang selalu
membuat saya terus menanti kehendak-Nya.
Kejadian-kejadian ini menghadapkan saya pada
kenyataan bahwa kehidupan itu sebenarnya adalah bukan
sesuatu, melainkan kesempatan untuk sesuatu. Ada masa
kehidupan akan berakhir, dan ada masa kehidupan bisa
berarti suatu kesempatan untuk sembuh dari sakit.
Sesungguhnya, setiap hari dimuka bumi ini ada beragam
keajaiban yang sudah dianggap biasa oleh kebanyakan
orang.

Keajaiban datang lagi

Suatu pagi, ketika berangkat ke DDII saya
menumpang bus patas 25 jurusan Bekasi-Pasar Baru. Saya
berkenalan dengan seseorang penginjil yang bernama
Martin Htgaol. Entah kebetulan atau dia tau saya
beragama Islam atau mungkin juga disengaja, saya
disodori sebuah buku karya Dr Anis A Shoroos M.div
yang berjudul : Kebenaran Di Ungkapkan, Pandangan
seorang Arab Kristen tentang Islam, yang diterbitkan
oleh Yayasan Kerja Philia.
Ketika saya membaca daftar isi dari buku
tersebut, perasaan saya seperti melayang-layang.
Sepertinya saya sudah atau pernah melewati lorong
lorong panjang sebagaimana yang ditulis dalam buku
tersebut. Sayangnya buku tersebut tidak bisa
dipinjamkan kepada saya.
Setibanya di Kramat Raya 45 DDII saya menemui
bpk Hussein Umar, dan meminta beliau membelikan buku
tersebut. Alhamdullilah hari itu juga buku tersebut
dibeli.
Semakin saya membaca buku tersebut, semakin
datang kegelisahan menghantui lubuk hati ini. Bahwa
rasanya saya pernah melewati ‘lorong-lorong waktu ini’
dan berakhir dengan keajaiban Allah swt. atas diri
saya. Pikiran saya kembali jernih, semua peristiwa
yang menimpa diri saya, status dan siapa diri saya
sangat jelas, sekalipun saya masih harus berobat jalan
dan kalau bicara seperti bunyi atau suara knalpot
Honda delapan puluh. Alhamdullilah saya kembali diberi
kesempatan oleh Allah swt. untuk bisa berpikir kembali.


Penutup bagian pertama

Orang bijak berkata, salah satu fragmen kehidupan
adalah membiarkan segala sesuatu yang dialami berlalu.
Setiap orang perlu memiliki keberanian untuk
melepaskan kegembiraan maupun kesedihan yang
dialaminya. Entah itu melepaskan pengalaman yang
menyenangkan ataupun yang menyedihkan. Tentu saja
keberanian semacam itu harus disertai dengan
kepercayaan penuh kepada sang pencipta bahwa Ia selalu
merencanakan yang terbaik bagi umatNya. Tanpa sikap
demikian tentu sulit menjalani kehidupan yang penuh
dengan pergulatan.
Karena pada dasarnya kehendak manusia itu sendiri
tidak mengenal batas, dan tidak pernah puas dengan apa
yang sudah dicapainya. Setiap pelaksanaan hanyalaha
menegaskan keyakinan akan ketidak puasan yang mendasar
itu. Tidak akan masuk akal, apabila pergerakan seperti
itu, dirasa sebagai pengalaman serta kerinduan yang
terdapat didalam diri seseorang diputus begitu saja
pada saat kematiannya. Hal yang sama juga dapat
diterapkan pada pengetahuan manusia serta cinta
kasihnya.
Menutup kisah ini saya sangat berharap kiranya kita
semua dapat berbagi. Berbagi yang saya maksud disini
adalah tidak hanya menyangkut barang,’sekalipun saya
orang miskin alias melarat’. Tetapi berbagi yang saya
maksud disini adalah berbagi dalam artian yang lebih
luas, yaitu berbagi kehidupan ! Diperhatikan dan
disapa sebagai manusia lebih berharga daripada memberi
materi seperti melempar tulang untuk anjing. Berbagi
tidak perlu harus menunggu kaya dulu, atau
berkecukupan, karena jarang kita temui dikolong langit
ini ada manusia yang dengan gembira mengatakan cukup.
Semoga Allah swt. berkenan mengubah segala
penderitaan ini jadi sebuah harapan dalam limpahan
rahmatNya yang secara Cuma Cuma.
Ungkapan terima kasih sedalam dalamnya saya tujukan
kepada bang Ali Taher Parasong sek, Bp Nuzli Alay
sekeluarga, bang Tamsil Linrung sekeluarga, Dr Fuad
Bawazier sekeluarga, H. Muhammad Tuan TS sekeluarga,
H.Syarifin Maloko sekeluarga, Dr Rifyal Ka’bah
sekeluarga, saudara dr Dewanto kapau atas bantuan yang
diberikan kepada saya baik moril maupun materil.
Semoga Allah SWT berkenan melimpahkan rahmat dan
Hidayah kepada kita semua dan semoga amal baiknya
mendapat pahala yang berganda.



BAGIAN KEDUA

BAB I
GEREJA DAN KRISIS LEGITIMATI
(Sekilas Mengapa Gereja di Eropa kosong)

Kekristenan di Barat sedang menghadapi apa yang
Peter Berger sebut sebagai suatu “Krisis legitimasi”.
Pluralitas keagamaan, kalau agama-agama lain dipandang
sebagai agama-agama yang menarik dan atau iman Kristen
“didelegitimasi” (ditiadakan keabsahannya) sebagai
suatu dasar kehidupan.
Di Eropa Barat dan Selatan, sekularisme
dipandang sebagai lawan utama iman Kristen dan
sebetulnya lawan utama semua agama. Proses
sekularisasi yang ditakuti (atau yang diharapkan)
sebetulnya hanya rekan-rekan mereka saja. Orang-orang
di Eropa Barat dan Selatan “maaf” menjadi “kurang
beragama”. Mereka (orang-orang di Eropa Barat dan
Selatan) mengatakan bahwa mereka ‘kurang beragama’,
karena kemajuan individualisme. Lucu, dan bahkan
sangat ironis. Sebab individualisme itu sendiri
dibentuk oleh pelbagai faktor sosial : penyebaran
pendidikan, keterbukaan informasi, jaminan sosial,
mobilitas lebih tinggi, emansipasi wanita. Menjadi
sangat wajar apabila saya katakan bahwa ini adalah
cara baru mereka menafsirkan kehidupan pribadinya yang
muluk-muluk. Sangat tidak masuk diakal apabila
dikatakan bahwa mereka menafsirkan sejarah umat
manusia.
Masalah serius, mengapa mereka kurang beragama,
jawabannya sangat sederhana. Sebab tradisi Gereja
tumbuh dari suatu tradisi tertentu. Setidaknya
ungkapan yang mengatakan bahwa Kristianitas dekat
dengan kultur barat menunjukan hal itu. Tradisi Gereja
tersebut sudah menjadi tradisional, karena apa yang
dihayati dan dihidupi hanyalah sekedar meneruskan,
akibatnya menjadi kurang kritis akan apa yang ada. Dan
akibatnya simbol-simbol yang dipakai cenderung dilihat
kembali : apakah menyentuh realitas hidup ummat masa
sekarang, dan punya arti yang mendalam bagi mereka,
dan jikalau tidak, ya selamat tinggal.
Dalam statistik kita dapat melihat prosentase
orang yang percaya kepada Allah. Di Eropa Selatan,
Islandia dan Irlandia, 80% lebih
mengaku percaya kepada Allah. Di negara-negara lainnya
turun menjadi 30 – 50 %. Di Swedia tiga puluh
persen. Mereka percaya kepada Allah tetapi mereka
tidak membutuhkan Allah. Lebih kecil dari 30%
orang percaya akan Allah yang berpribadi. Pada
tahun 1995, prosentas ini semakin menurun.
Sekitar tiga puluh persen mengatakan bahwa
mereka percaya akan hidup sesudah kematian di Sorga,
dan hanya satu dari delapan yang percaya akan
kebangkitan. Di Swedia masih lumayan banyak (20%) yang
masih percaya akan inkarnasi. Perubahan kepercayaan
ini mencerminkan sikap orang terhadap Gereja, kecuali
Eropa Selatan, Islandia dan Irlandia, kepercayaan
kepada Gereja sangat menurun. Saya tidak menemukan
negara kecuali Irlandia dengan mayoritas orang percaya
bahwa Gereja masih mampu menyediakan jawaban yang
memuaskan terhadap tantangan kehidupan moral
individual dan masyarakat.
Selain Eropa Barat dan Selatan, Amerika
sendiripun mengalami hal yang sama. P. David J. Nygren
dan Sr. Mairiam D Ukeritis CSJ pada tahun 1993,
melakukan penelitian secara cermat perihal ‘peristiwa’
kemunduran hidup religius di Amerika sejak Konsili
Vatikan II (1962) hingga dewasa ini dan menuliskan
dalam sebuah buku, “The future of religius Orders in
the United States” : transformation and Commitment”
(Masa depan Ordo-ordo Religius di Amerika Serikat;
Transformasi dan Komitmen). Dalam penelitiannya yang
melibatkan 816 Konggresi (atau provinsi Konggregasi)
dan sampel penelitian 121.439 religius, diperoleh
data-data yang sangat mencemaskan. Antara lain dalam
statistik dikemukakan antara tahun 1962 hingga tahun
1993 jumlah anggota suster dan bruder mengalami
kemerosotan moral hampir 48%.
Sementara itu jika menyimak statistik usianya,
lebih dari enam puluh empat persen tahun atau
diatasnya. Usia dibawah tiga puluh tahun dari para
Suster hanya 642 orang (0,4 persen dari umlah yang
ada). Dari jumlah usia yang menjadi tulang punggung
gereja ini (para religius muda), belum terhitung
sekian persen menderita fisik, mengalami probleme
kelainan psikis dan kepribadian, serta sekian persen
lagi menghadapi masalah penegasan komitmen hidup
panggilan.
Dalam pertemuan para Seperior General
serikat-serikat hidup bakti dan kerasulan di Roma
tahun 1993, dua peneliti ini mengemukakan kondisi apa
adanya dari kehidupan religius yang sekarang terjadi
di Amerika. Mereka memperediksi bahwa jika ordo atau
konggregasi religius tidak segera melakukan perubahan
dan pembaharuan yang berarti, maka dalam jangka waktu
delapan atau sepuluh tahun mendatang statistik
kemerosotan atau mencapai titik yang sangat parah.
Barangkali kemerosotan jumlah cuma mengingatkan segi
kuantitatif saja. Tetapi, kemerosotan pada satu segi
sedikit banyak mengkondisikan kemunduran pada segi
yang lain. Atau ada semacam proses – baik itu
mendahului maupun menyusul kemudian setelah penurunan
kuantitas – memudarnya daya tarik kualitas hidup
religius. Bahwa pembaktian diri lewat hidup yang di
konsekrasikan (dikuduskan lewat pengucapan kaul-kaul)
untuk Allah tidak lagi menjadi transendensi diri. Atau
bawha kaum muda Amerika tidak lagi melirik kehidupan
religius sebagai jalan hidup alternatif yang
mempesonakan. Dan karena itu kurang diminati.
Dalam saat yang bersamaan, berkembang pula
paham-paham baru yang mempertanyakan aktualitas
relevansi hidup religius. Di lain pihak, rupanya
pembaharuan hidup religius juga berlangsung alot
disebutkan contoh kongkrit bagaimana dalam suatu rumah
biara yang dihuni beberapa anggota, terdapat dua ruang
rekreasi. Satu untuk tempat kelompok senior, yang lain
untuk kelompok yang elbih muda yang menganut
progresivitas pandangan.
Mengapa kepercayaan masyarakat terhadap gereja
semakin menurun? Selain beberapa jawaban yang telah
disebut di atas, jawaban yang paling mendasar sebagai
alasan utama mengapa mereka kurang beragama adalah
karena Gereja merasa ‘terlalu berhak’ mengatur
masalah-masalah dunia ketiga dan diskriminasi sosial.
Disamping ‘terlalu berhak’ mengatur
masalah-masalah dunia ketiga dan diskriminasi sosial,
dogma gereja yang selalu berubah, membuat masyarakat
kehilangan pegangan. Sebagai contoh kasus, “dunia baru
yang asing di dalam Alkitab” adalah suatu pandangan
yang lebih tepat mengenai dunia ini. Dan sebagai
alkhibatnya mereka harus mengubah pandangan-pandangan
mereka sendiri. Dan jawaban-jawaban yang diberikan
Alkitab mereka sendiripun seringkali bertentangan.
Selain itu Gereja terlalu sering mempraktekan
suatu bentuk rasisme yang tidak kentara. Malah ketika
mereka dengan positif mendorong dan memperkuat
kebanggaan etnis kelompok mereka, mereka juga
mendorong timbulnya anggapan diam-diam bahwa orang di
luar kelompok mereka adalah orang-orang yang
berkedudukan lebih rendah. Rasisme berisi suatu paham
negatif yang diterima begitu saja mengenai orang asing
dan ini membuat pemahaman lintas budaya sangat sulit
diterima. Pengetahuan bahwa orang-orang adalah unik di
terima. Pengetahuan bahwa orang-orang adalah unk di
dalam konteks kebudayaan mereka sendiri dipangkas
habis oleh prasangka.
Dan yang terakhir, Gereja terlalu sering tidak
bermakna, tiran dan demonik. Pertama, Gereja bukanlah
suatu wahana dari “cita-cita tertinggi roh manusia”
tetapi suatu wahana dari perasaan-perasaan sempit,
picik, penuh takhayul dan tidak bermakna.














BAB II
KETUHANAN YESUS DAN KEIBUAN MARIA

A. PENDAHULUAN

Sekiranya anda mempunyai kuasa kreatif untuk menjelma
menjadi seekor semut, dapatlah anda menunjukkan
semut-semut itu jalan yang lebih baik. Anda katakan
Ya. Maaf anda salah. Karena sekali anda menjadi semut,
anda hanya akan dapat berpikir dan bergerak seperti
semut.
Analogi seperti ini seringkali diketengahkan
oleh theolog-theolog Kristen untuk membenarkan
ketuhanan Yesus. Jikalau pernyataan yang sering di
ketengahkan ini dapat dibenarkan seklipun
premis-premisnya berasal dari kepercayaan mereka yang
Kristen, maka dengan sangat rendah hati saya harus
mengatakan bahwa Allah itu sangat tidak bermoral.
Sebab apa? Konsep Allah di sini adalah
Demiurgos-menurut konsep Filsafat Rasionalisme
(Yunani), di mana Allah harus disetarakan dengan
binatang peliharaan.

B. KONTROVERSI TEMPAT KELAHIRAN YESUS

Misteri tentang kelahiran Yesus adalah yang
biasa, terutama di maan dan kapan dia lahir. Baik
persoalan pertama antara Nazareth dan Galilea serta
Betlehem di Judea, dan persoalan kedua yaitu antara
tahun 6 SM atau 6 AD. Tetapi tentunya juga menyangkut
tentang lingkungan sendiri yang berasal dari orang
Galilea.
Namun demikian, anak ini adalah anak pertama
dari tokoh Yahudi yang bernama Yusuf dan Isterinya,
Maria yang terbukti bahwa anak itu bukanlah anak
laki-laki biasa karena dia telah ditakdirkan untuk
memainkan peranan yang luar biasa di dalam sejarah.
Dia menggambarkan dirinya sebagai mimpi dari
pengikut-pengikutnya, serta menyerahkan seluruh
hidupnya kepada mereka, sehingga dia sendiripun telah
mencapai keabadian dan menjadi satu keyakinan yang
dikenal di antara orang-orang Yahudi sebagai Almasih
dan juga di antara orang-orang Kafir sebagai Tuhan dan
Juru selamat di dunia. Dalam abad sejarah
kelahirannya, sangat berkaitan dengan keadaan
kristusnya sendiri yangs esuai dengan kepribadian di
mana dia bertugas dan berada di antara
pengikut-pengikutnya.
Kisah-kisah ini diceritakan dengan sangat
sederhana dan dengan begitu indahnya serta masih
memiliki daya tarik perasaan yang sangat kuat, sejak
mereka menyimpan harapan manusia yang sangat mendalam
dan juga kerinduan. Kisah-kisah tersebut lagi-lagi
mengembalikan kita kepada tempat yang sangat suci
tentang khayalan masa kecil di mana tidak ada
penghalang bagi hubungan antara Sorga dan Dunia. Dalam
hal ini, kisah-kisah tersebut merupakan suatu
penghargaan yang sesuai untuk manusia yang memiliki
kepercayaan yang sedemikan besar sehingga dia berhasil
dalam menerangi kegelapan kehidupan duniawi dengan
cahaya dunia yang menyenangkan. Di sinilah letak
kepandaian dirinya yang luar biasa dan dengan cara
inilah bagaimana kita harus memahaminya juga sebagai
seseorang yang sangat penting yang menunjukkan ummat
manusia bagaimana caranya membuat mimpi tersebut
menjadi suatu kenyataan.
Dengan kisah-kisah kelahiran Yesus, dan juga
Yohannes Pembaptis kita langsung melewati dunia yang
benar-benar nyata kepada dunia khayalan di mana
terdapat keberadaan makhluk di dunia yang sama di mana
kita kenal. Ada sekelompok manusia yang sama den juga
ada peristiwa yang benar-benar terjadi yang akan ikut
serta di dalamnya. Namun demikian segera kita sadar
bahwa kita berada di dalam suasana yang berbeda dan
hal-hal yang luar biasa. Pandangan kita telah
dikaburkan oleh persoalan yang sebenarnya terhadap
kisah-kisah kejadian yang sangat aneh dimana makhluk
dari Sorga muncul dan bercakap-cakap dengan makhluk
hidup dan kita tidak tahu mana yang harus dipercaya.
Penyajian tentang apa yang akan terjadi tidak
membedakan antara kenyataan dan legenda, serta tidak
ada kriteria yang cukup memungkinkan kita untuk
memisahkan masalah yang satu dengan yang lainnya. Kita
merasa hal ini sebagai sesuatu yang sangat tidak adil
dan juga merupakan suatu beban atas keyakinan kita.
Apabila kita memasuki dunia tersebut dengan cara yang
berbeda dari injil, maka kita tidak akan mendapat
kesulitan, karena kita akan menggunakan standar
penilaian yang akan memberikan penjelasan tentang ciri
khas orang-orang yang menghasilkan kesusasteraan.
Namun demikian kita benar-benar telah keliru meyakini
apa yang ditulis di dalam kitab Injil dan kita juga
telah mengabaikan tentang sifat kepercayaan yang
spiritual, sehingga menjadi pandangan yang nyata dan
mutlak bahwa hal itu adalah firman Tuhan.
Kita telah dibujuk untuk mempercayai bahwa
bukan kita yang telah masuk ke dalam dunia khayalan di
mana semua hal menjadi sesuatu yang mungkin, melainkan
dunia itulah yang telah merasuki diri kita dan menjadi
satu dengannya menuju tahap gambaran yang menakjubkan
dan telah dilakukan menurut kondisi, waktu, ruang dan
sejarah kita. Saat itu yang kita butuhkan adalah
ketekunan pandangan kita terhadap penghapusan dosa
yang disebut dengan keyakinan yang memungkinkan kita
untuk melihat dan mengakuinya. Desakan serta agama
yang diwajibkan ini tidaklah untuk ditolak sebagai
khayalan belaka dan kenyataan yang hampa saja. Kita
harus peka akan isyarat betapa banyaknya pemahaman
kita yang masih sangat terbatas. Kita juga harus
menjadi pelindung terhadap kebodohan-kebodohan dari
tradisi orang-orang yang masih sempit. Kitab Injil
harus dibahas seluruhnya secara ilmiah dengan
menggunakan pemahaman pengetahuan tentang cara dan ide
tersebut yang telah memberikan susunannya dalam
berbagai zaman. Menyembunyikan ataupun mengabaikan
keterangan yang sangat penting adalah suatu kejahatan
terhadap Agama.
Dengan kisah-kisah kelahiran Kristus tersebut,
maka hal itu harus diberikan oleh gereja sehingga
secara perlahan-lahan akan menjadi suatu cita-cita di
mana terdapat semua legenda pahlawan-pahlawan dari
Israel dan Hellas yang dijadikan sebagai unsur dasar.
Namun bagaimana hal tersebut harus diketahui oleh
orang biasa mengenai kisah yang memiliki susunan yang
sama dengan sesuatu hal yang menakjubkan tentang
bangsa Yahudi yang saat itu telah memperkaya dan
mengembangkan penjelasan mengenai kelahiran Nuh,
Ibrahim dan Musa yang juga terdapat dalam Injil?
Terhadap unsur bangsa non Yahudi yang berkaitan dengan
asal-usul Yesus yang kudus, mengapa tidak disebutkan
mengenai hal yang juga dilakukan oleh Justyn Martyr
pada abad kedua terhadap kelahiran Perseus yang suci
yang berasal dari Danae, daerah tak bernoda dan
menghubungkan dengan cerita tentang kelahiran Yesus
dari Sorga serta kelahiran seorang penguasa dunia
seperti Alexander Agung dan orang bijaksana seperti
Apollonius dari Tyana?
Apa yang membuat kisah-kisah ajaran Yesus bagi
kita sangat menawarkan sesuatu yang menarik adalah
bahwa suatu ciri khas penghargaan ungkapan pemikiran
dan kesusasteraan di dunia pada abad kesembilan belas
yang ditulis dalam bahasa yang telah diambil oleh
Ummat Kristen dan telah menjadi inspirasi bangsa
Yahudi. Hal inilah yang membuat kelahiran Yesus sangat
demikian berartinya bagi siapa saja yang datang
kepadanya dan mau mempercayainya. Hal ini juga
menunjukkan bagaimana mereka telah memperindah dan
menggantikannya dengan yang sesuai untuk menambah
bukti-bukti yang masih sedikit yang terdapat pada
persoalan mereka.
Sebenarnya tidak ada keanehan mengenai kisah
kelahiran Yesus tersebut. Dia bukan penjelmaan Tuhan
dan tidak ada yang disebut dengan bunda dan perawan
suci yang melahirkannya. Gerejalah yang dengan segala
kefanatikannya yang masih sangat kolot telah
menciptakannya mitos tentang dirinya dan meyakininya
sebagai suatu ajaran agama dan sejak itu sebagian
orang Kristen masih terus mengharapkan agar keyakinan
yang mereka miliki akan barubah atau bahkan paham oleh
doktrin ajaran Kristen yang terus dipertahankan dari
kerusakan-kerusakan yang benar-benar penting yaitu
tentang manusia dan tentang pertolongan Yesus.
Sungguh menyedihkan bagi para tokoh agama, baik
tokoh agama yang Ortodoks maupun yang golongan liberal
yang berusaha untuk menyelamatkan diri mereka sendiri
demikian juga halnya dengan kepercayaan kepada
ajaran-ajaran yang menanyakan beberapa syarat yang
akan memungkinkan mereka untuk menghadap segala
sesuatu yang harus mereka atasi.
Manusia yang dalam berbagai usia sesuai dengan
pandangan yang mereka miliki harus sungguh-sungguh
menyetujui pandangan mereka yang keliru ini, karena
tidak ada manusia manapun yang dengan mudah telah
dibebaskan dari kesalahan. Tidak ada yang disebut
dengan mengabaikan sesuatu pandangan tersebut dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang khusus dan sebagai
sesuatu pemahaman misterius yang benar hanya
dikarenakan hal tersebut telah dilindungi oleh sifat
kependetaan yang telah terdapat di dalam kitab Injil
dan suatu pekerjaan yang mempercayai hal itu sebagai
sesuatu hal yang suci dan hal yang penuh semangat.
Tidak ada alasan apapun untuk menggunakan standar
penilaian yang berbeda dalam menguji kebenaran dan
kejujuran, karena salah satu penghormatan yang besar
dan berbeda dengan hal yang lain. Dalam beberapa hal
saya berkewajiban untuk mengambil kesimpulan dan
mencapai hasil pada langkah pertama dengan metode yang
sama. Pasti ada suatu landasan murni untuk mengakui
adanya faktor-faktor tentang metode tersebut yang
tidak sesuai dan kita harus menggunakan perhatian kita
sepenuhnya agar tidak menyesatkan diri kita sendiri
dan tidak kehilangan pertimbangan yang menunjukkan
bahwa suatu penjelasan yang rasional tentang keadaan
yang terjadi, bahkan jika hal itu nampak tidak ada
keraguan. Merupakan suatu kewajiban untuk mencari dan
menyaring semua bukti yang relevan dan tanpa
mengabaikan atau menyembunyikan sesuatu yang mungkin
saja dapat memecahkan suatu misteri.
Dengan pertimbangan Yesus tersebut, kita
berkewajiban untuk berusaha dengan keras sebelum
akhirnya mencapai keyakinan tentang dirinya sepanjang
hal tersebut dapat dipergunakan untuk menghalau
kabut-kabut yang menghalangi gambaran tentang dirinya
yang lebih besar daripada kehidupan yang mengancam
diri kita sebelum berada dalam ajaran Yesus. Pandangan
yang kita bicarakan di sini telah melewati penelitian
yang sangat panjang. Hal itu tidak menjadi suatu
masalah jika tidak dapat melengkapi semua jawaban
tersebut, karena keadaan itu telah menyadarkan
perhatian pembaca bahwa hal itu akan sangat tidak
mungkin dilakukan. Kata pentsabilan itu sendiri tidak
bergantung kepada wewenang ahli teologi, tetapi
tergantung pada ahli sejarah dan ahli psikologi. Jika
sesuatu yang perlu diketahui tersebut memerlukan
interprestasi di mana ahli teologi terbaik dan
memiliki kualitas yang sesuai dengan permintaan
sehingga dia akan ditempatkan pada posisi yang lebih
kuat yang akan menjadi keuntungan buat kita.
Masalah utama kemudian adalah asal-usul Yesus
yang dilahirkan pada periode yang sangat penting dan
pada akhirnya mungkin akan menjadi suatu anggapan
bahwa hal itu sebagai perbuatan Tuhan dan hal itu akan
terjadi apabila kita percaya dengan bangsa Yahudi
tentang keberadaan Tuhan di dalam sejarah. Namun
dengan memahami kedua maksud : Kepahlawanan dan
keagamaan dari kisah0kisah kelahiran tersebut maka
tidak akan ada yang menyebutkan bahwa penghargaan
tentang kedatangannya ke dunia ini adalah untuk kita
dan merupakan suatu hal yang luar biasa dan disertai
dengan kejadian kejadian gaib. Dia sama sempurnanya
dengan anak yang lain yaitu sebagai anak sulung.
Seperti dalam awal tulisan diuraikan bahwa dia adalah
anak dari tokoh Yahudi yang bernama Yusuf dan
isterinya yang bernama Maria (Maryam) yang diwarisi
kondisi yang baik dari keturunan mereka. Dia adalah
bagian dari sifat dan watak mereka.
Kisah-kisah kelahiran tersebut hanya
mendapatkan bagian yang sangat kecil dari informasi
yang juga sangat sedikit yang terdapat dalam persoalan
tersebut. Kisah-kisah itu adalah komposisi pendahuluan
yang sangat setingkat dengan prolooog syair pada
keempat ajaran doktrin tersebut di dalam memberikan
sentuhan akhir atas keyakinan tentang Yesus dan hal
ini telah menjadi tanda di dalam berbagai kelompok
ummat Kristen. Kita telah mengetahui aliran pokok dari
tradisi ummat Kristen bahwa keluarga Yesus berada di
Galilea dan kita dapat mengikuti jejek tutunnya Yesusu
dari rumah Daud di mana Almasih diharapkan
kehadirannya. Kita mengetahui nama kedua orang tua
Yesus dan mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang
tukang kayu. Kita juga tahu bahwa dia adalah anak
sulung dari mereka dan memiliki empat saudara
laki-laki dan dua saudara perempuan. Kita dapat
menilai bahwa mereka adalah orang yang taat dan berada
dalam lingkungan keagaman yang sangat kuat.
Kita tidak harus melihat adanya penjelasan yang
aneh tentang bukti bahwa anak tertua Yusuf dan Maryam
bernama Joshua (Yesus) dan lebih-lebih lagi bahwa
mereka telah memberi nama anak-anak yang lain dengan
nama Yakub (James), Yusuf, Simon dan Yudas, karena
semua nama-nama itu adalah nama-nama yang bagus dan
sesuai dengan Kitab Injil dan sudah umum dipakai.
Sewaktu Yesus di terima sebagai Al Masih oleh pengikut
bangsa Yahudi, hal itu menjadi sangat berarti bagi
mereka, karena dia dilahirkan sebagai pengganti Musa
dan ditunjuk sebagai pemimpin Israel untuk memimpin
mereka menuju tanahnyang di janjikan. Dia adalah
sebuah nama yang ditunjuk sebagai tuhan penyelamat
sama seperti halnya dengan siapa saja yang mengikuti
Yohenes Pembaptis yang memiliki kecocokan bahwa nama
Yahudinya yaitu Yohanes memiliki referensi tentang
kemurnian hati Tuhan.
Hal itu adalah penafsiran belaka bahwa kedua
orang tua Yesus memiliki janji rahasia dengan Tuhan
bahwa anak sulung mereka akan terbukti menjadi Al
Masih yang telah digariskan oleh Daud dan dilahirkan
pada masa sewaktu semangat kristus merajalela. Hal itu
sama penafsirannya dengan pemikiran bahwa dan apabila
benar, maka hal itu telah melalui situasi lahiriahnya.
Kita tidak dapat menghilangkan kemungkinan tersebut
sepenuhnya karena hal itu telah dibawa oleh Lukas
dengan ramalan-ramalannya yang dianggap dari masa
Simon dan nabi wanita yang bernama Hanah yang
mengatakan bahwa seorang yang melihat anak tersebut
dimasa kecilnya atau yang kemudian, akan mengucapkan
puji-pujian tentang masa depannya. Yusuf mengatakan
sesudah Herodes masih berkuasa anak-anak tidak
mempunyai masa depan tentang kewibawaan atau pun
kemuliaan, dia secara kebetulan ditemukan oleh orang
suci dari Menahem di saat perjalanannya ke sekolah
yang kemudian menepuk pundaknya dan mengatakan bahwa
dia akan menjadi raja dari bangsa Yahudi.
Baik melalui beberapa pengalaman maupun sewaktu
akhir dari khayalannya sendiri serta sumber pengenalan
dirinya dengan AL masih yang ditanamkan di dalam
ingatan Yesus, maka hal tersebut mungkin saja bahwa
saat itu dia masih berusia sangat mudah sewaktu hal
tersebut terjadi. Anak-anak masih sangat mudah
dipengaruhi dan tanpa ragu-ragu melihat diri mereka
berperan di dalam tugas kepahlawanan. Daerah di mana
Yesus tinggal telah didengungkan oleh peperagaan yang
dipimpin oleh pemimpin patriotik yaitu Yudas dari
Galilea yang mengatakan bahwa dia telah dipaksa bayar
upeti kepada kaisar yang mengatakan bahwa bangsa
Yahudi tidak mempunyai pemimpin kecuali dewa.
Diceritakanlah bagaimana dia dengan orang-orangnya
telah masuk ke dalam kota pertahanan (Galilea), yaitu
sepporis dengan diam-diam dengan penuh keberanian
telah mengambil senjata dan uang milik pemerintah.
Disana bahkan ada kebencian terhadap kaum kafir Romawi
dan budak-budak Herodes yang menguasai daerah,
demikian juga dengan hukuman pengasingan atas bangsa
Yahudi yang menyerahkan diri mereka untuk menjadi
budak. Pendeta-pendeta Yahudi memaksa rakyat untuk
menyesali bahwa Tuhan akan ikut campur tangan atas
kepentingan mereka dan mengutus Al masih. Mereka
menjelaskan secara terperinci kitab Suci yang berisi
hiburan dan harapan. Ada sesuatu yang membuat orang
Yahudi sangat peka terhadap keanehan yang disengaja
tersebut serta kejadian-kejadian penting yang ada di
mana Yesus telah dihubung-hubungkan dengan peristiwa
tersebut.
Di samping mengenai kisah yang semata-mata
masih berkaitan dengan cerita Lukas di mana ajaran
doktrin tersebut telah mengabaikan sikap sebenarnya
tentang seluruh kehidupan Yesus sebelum periode akhir
yang sangat singkat dari tugas publiknya. Keadaan atas
apa yang diceritakan Lukas bahwa hampir selama tiga
puluh tahun mereka tidak mengetahui apapun juga.
Tradisi tersebut secara terang-terangan tidak
dilengkapi dengan keterangan yang cukup. Namun
demikian itu merupakan tahun-tahun di mana kita
khususnya harus diberitahu bahwa masa-masa itu adalah
masa di mana Yesus telah menjadi manusia sejarah dari
ajaran doktrin yang sangat singkat, yaitu tahun-tahun
persiapan untuk puncak karirnya yang sangat berarti.
Seperti atas apa harus dilakukan adalah sesuatu yang
jelas bahwa Yesus sebelumnya lebih dahulu dibaptis
oleh Yones dan kemudian dia mempersiapkan dirinya
secara perlahan-lahan untuk menjalankan rencana yang
dia yakini sesuai dengan tugasnya sebagai Al masih.
Untuk memahami perbuatan Yesus selama tugas
publiknya, kita harus memiliki beberapa kemampuan
pemahaman yang mendalam atas apa yang telah terjadi
sebelumnya. Oleh karena itu, kita harus berusaha keras
melawan ajaran doktrin tersebut, karena untuk
mendapatkan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Mereka
lebih cenderung mengalihkan perhatian kita, bahkan
boleh dikatakan mereka lebih merendahkan diri kita.
Hal-hal yang penting biasanya telah dipusatkan pada
hal tertentu saja, dan agaknya kita juga harus
berusaha mencari apa yang mereka ungkapkan secara
spontan dan tidak sadar yang manyatakan bahwa
keterangan yang menerima pesan tentang kebenaran
tersebut hanyalah karena hal itu tidak dirasakan cukup
penting. Kesimpulan dan dedukasi yang pasti tidak
dapat dibuktikan secara positif, tetapi yang
terpenting bahwa anak itu adalah pencipta manusia dan
siapa saja yang menyatakan bahwa manusia dapat
memberikan penjelasan dengan bantuan bukti-bukti
lahiriah yang cukup untuk mengatakan bahwa tidak
pernah ada cerita tentang anak tersebut.
Satu kejadian yang dilakukan oleh Lukas adalah
suatu hal usahanya untuk mengusik
ketenangan-ketenangan dengan meletakkan landasan dari
sifat-sifat yang ditunjukkan Yesus. Hal tersebut telah
diharapkan akan terjadi sewaktu sifat kepahlawanannya
muncul di saat usianya dua belas tahun. Menurut Lukas,
Yesus telah menemani kedua orang tuanya berziarah ke
Yerusalem untuk merayakan Paskah dan sejak awal tidak
terdapat keragu-raguan untuk hal itu. Pada akhir
perayaan dan sewaktu orang-orang tersebut meninggalkan
kota dan sewaktu orang-orang tersebut meninggalkan
kota dan kembali kerumah masing-masing, anak itu
secara diam-diam bersembunyi, dan sewaktu dia, hilang
itulah akhirnya diapun ditemukan orang tuanya yang
sangat cemas di dalam biara dan sedang mendengarkan
guru-guru agama yang kemudian diapun bertanya kepada
mereka tentang beberapa pertanyaan yang membuat
kecerdasannya. Ibunya berkata kepadanya: “mengapa kamu
mempemalukan kami seperti ini anakku?” Ayahmu dan aku
mencarimu dengan cemas sekali,. Atas pertanyaan itu
Yesus berkata sambil bertanya kembali; “mengapa kalian
mencari saya? Tidaklah kaliaan tahu bahwa saya sedang
sibuk dengan urusan Tuhan ? Namun demikian kedua orang
tuanya sama sekali tidak memahami jawabannya tersebut.
Nyata sekali bahwa kita telah diperalat oleh
Lukas agar mengerti bahwa Yesus diutus Tuhan dari
Sorga dan sangat sesuai dengan pernyataan
pendeta-pendeta terdahulu yang menyatakan bahwa Yesus
akan dipanggil anak yang paling mulia. Tentu saja kita
sangat mengharapkan bahwa kisah-kisah tersebut dapat
menunjukkan keyakinan ummat Kristen di sekitar akhir
abad keempat di mana waktu itu doktrin tersebut
disusun dan tidak perlu lagi mencari tujuan dari
dipilihnya Yesus di saat dia masih kecil hanya untuk
mengungkapkan kesadarannya akan suatu hubungan khusus
dengan Tuhan. Memang suatu hal yang aneh bahwa cerita
yang tnapa dasar apapun ini telah ditulis oleh Yusuf
dalam autobiografi tentang masa kanak-kanaknya sendiri
sehingga pengarang “Lukas” bertindak sangat berhutang
budi kepada ahli sejarah kontemporer tersebut dengan
sejumlah penghargaan.
Kisah yang memberikan inspirasi bagi Yusuf
dengan atau tanpa beberapa landasan tradisi,
bagaimanapun juga Lukaslah yang menemukan suatu ciri
khas Yesus yang terdapat dalam catatan-catatan tugas
dari ajaran doktrin tersebut. Disana kita menemukan
bahwa setelah Yesus dibaptis, dia dengan diam-diam
besembunyi di dalam hutan untuk berusaha melawan
tawaran-tawaran yang datang menggodanya. Kemudian
sewaktu di Kapernaum di mana dia baru saja
menyembuhkan orang sakit, dia bangus sebelum fajar dan
dengan tanpa kata-kata dia berangkat dengan
pengikut-pengikutnya menuju tempat yang sunyi untuk
berdoa. Pada waktu yang lain di saat pemberian makn
lima ribu orang dia kemudian membubarkan mereka dan
juga pengikut-pengikutnya, sedangkan dia sendiri pergi
ke pegunungan untuk berdoa. Demikian juga ketika dia
berada di taman Getsemani, dia mencari kesunyian untuk
mendekatkan diri dengan Tuhan. Dari kisah tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembaraan seorang
diri adalah sifat dirinya, dan Lukas mungkin saja
benar sekali di dalam melakukan tindakannya sewaktu
dia masih muda.
Itu adalah suatu kesimpulan yang sangat jelas
tentang pemuda Yesus yang cenderung menjadi orang yang
mawas diri dan menjaga rahasia gagasan-gasannya
tersebut. Di lain waktu dia akan mencari kesempatan
untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari siapa saja yang
dapat memberikan keterangan penting tentang
pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan gejolak
pikirannya yang masih muda. Pada kesempatan ini dia
akan pergi diam-diam tanpa mengatakan kemana dia akan
pergi. Satu hal yang dia katakan kepada
pengikut-pengikutnya adalah apabila sewaktu mereka
sedang berdoa, mereka harus masuk kamar, menutup pintu
dan kemudian berdoa dengan khusuk kepada Tuhan. Dia
mengajarkan mereka untuk berdoa seperti yang sering
dia lakukan dengan penuh semangat. Hal tersebut dapat
dilihat dalam ajaran doktrin yang mengatakan bahwa itu
adalah sesuatu hal yang tidak lazim apabila Yesus
harus ditinggalkan. Pengikut-pengikutnya menjadi
terbiasa dengan sikap diamnya sehingga mereka tidak
berani untuk mengusiknya. Mereka tetap berjalan
dengannya dan bercakap-cakap dengan penuh semangat di
antara mereka sendiri yang bahkan sering berdebat
dengan sengit dan benar-benar mengabaikan
kehadirannya. Namun demikian bisa saja secara
tiba-tiba dia mengatakan sesyatu, baik pada saat itu
juga maupun pada saat yang lain. Inilah menunjukkan
bahwa dia sebenarnya masih memiliki perhatian dan
setidak-tidaknya dia telah mendengarkan sebagian
pembicaraan mereka dan kita mungkin menganggap bahwa
dia sebetulnya sangat menyayangi mereka seperti halnya
anak sendiri.
Gambaran yang kita dapatkan tentang pemuda
Yesus adalah bahwa dia sangat pendiam, individu yang
bertanggung jawab dan selalu hati-hati dengan
kehidupan bathinnya dan keimanan yang kokoh. Dia
memiliki kecerdasan yang luar biasa dan dengan tanpa
maksud apapun dia menjauhkan diri dari lingkungannya.
Dia sebenarnya tidak terlalu pendiam apabila ada
sesuatu kesadaran untuk mengetahui apa yang ingin dia
ketahui. Namun demikian dia adalah seorang anak yang
aneh dan selalu menjadi teka-teki bagi kedua orang
tuanya yang tidak mampu memahami perhatian yang dia
tunjukan. Hal ini dikarenakan oleh bathinnya yang
selalu disibukkan dengan pikiran-pikiran yang
mengungkapkannya.
Beberapa pertanyaan yang mungkin sedikit
menghibur adalah bahwa kita dapat mengambil resiko
atas dugaan yang diyakini, yaitu tentang manusia di
dunia, tentang janji-janji Tuhan terhadap bangsa
Israel dan juga tentang pesuruh yang telah berjanji
kepada ummatnya.
Kejadian dengan apa yang disebut dengan
tahun-tahun yang suci dari kehidupan Yesus bukanlah
sesuatu yang menarik bagi kita yang telah diatur oleh
keanehan yang tidak beralasan. Kita harus mengetahui
tentang batas kemungkinan yang sempurna tentang
manusia yang kita kenal apabila kita ingin memahami
betul-betul tentang apa yang telah dikatakan mengenai
dirinya. Kita diyakinkan bahwa dokumen-dokumen yang
kita miliki di mana kita telah memahami sifat-sifatnya
dan juga memahami bagaimana hal tersebut terjadi,
dapat menghasilkan suatu jawaban yang jujur dan masuk
di akal atas pertanyaan tentang keaslian Nazareth,
yaitu “dari mana dia memiliki semua hal tersebut ?
Telah dijelaskan bahwa Yesus adalah anak tertua
dari sebuah keluarga besar yang jujur dan diasuh dalam
keadaan yang sederhana. Kemiskinan yang terjadi pada
masa itu dikarenakan pajak kekacauan politik, dan
pengaruh masalah kelaparan dan masalah negara.
Kehidupan keluarga di Nazareth terbiasa dengan
kehidupan yang sederhana. Segala sesuatu yang
dikatakan Yesus mengacu pada pengalaman ekonomi
pribadinya yang sangat kekurangan. Dia yakin bahwa
Tuhan akan mencukupi kebutuhamn-kebutuhan yang
sederhana dan mengaturnya. Seseorang tidak perlu
khawatir tentang hari esok. ‘Cukup untuk hari ini juga
merupakan kealangan saat ini’.
Ingatan-ingatan tersebut kemungkinan besar
diucapkan dalam bentuk pengajaran dan kita dapat
memahami tentang beberapa hal yang mungkin telah
terjadi. Namun demikian di saat yang sama pemuda Yesus
akan kelihatan sangat kehilangan ayahnya sebagai
pencari nafkah keluarga. Peristiwa itu terjadi pada
saat Yesus berusia dua belas tahun, seperti yang
diceritakan oleh Lukas bahwa ayahnya Yusuf menghilang
dari cerita tersebut. Pada pesta perkawinan di Kana,
Galilea, hanya ibunya yang ada disana bukan dengan
kedua orang tuanya. Di lain tempat, yaitu pada
keterangan mengenai tugas publiknya, juga hanya ibunya
serta saudara laki-lakinya yang ikut berperan. Yesus
tidak secara langsung ditunjuk oleh ayahnya, namun
kita melihat bahwa dia telah menunjukkan perhatian
yang besar kepada janda-janda miskin dan menunjukkan
kelembutannya kepada anak-anak dan Yatim Piatu.
Yesus diceritakan harus melanjutkan perdagangan
ayahnya, tetapi juga dapat menarik kesimpulan bahwa
secara emosional dia sama sekali tidak cocok untuk
memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga di mana
paksaan permintaan atas dirinya yang sangat berbeda
dengan keinginan dirinya sendiri untuk menyepi dan
juga kesempatan untuk meneruskan masalah-masalah yang
membebankannya. Ibunya mungkin tidak pernah menyukai
sifat serta kebiasaannya yang suka menyendiri.
Keluarganya harus menjadi perhatiannya yang utama dan
hal itu tidaklah mudah bahkan dengan hidup prihatin
dan hidup hemat sekalipun untuk menanggung begitu
banyak orang yang harus diberi makan, juga untuk
menyediakan mas kawin untuk saudara perempuannya.
Yesus kemudian mungkin teringat tentang ibunya
yang saat itu ia pernah measa kehilangan sejumlah uang
logam perak. Ibunya tersebut kemudian menyalakan lampu
dan segera membersihkan rumah sampai akhirnya yang
tersebut ditemukan. Kisah-kisah ini sering didasarkan
kepada kehidupan nyata yang telah dia ketahui dan
telah dialaminya. Apabila hal tersebut dijadikan suatu
pendirian, maka tidak mengherankan jika Maria sangat
mengkhawatirkan Yesus. Disaat dia (Yesus) memulai
kegiatan publiknya, maka terlihat kekeliruan bahwa dia
akan lebih memikirkan keluarganya daripada berangkat
berkhotbah. Ibunya sangat memikirkan tentang dirinya
sama dengan yang pernah dilakukan oleh ayahnya dahulu.
Namun demikian ibunya tidak dapat menyembunyikan dan
berpura-pura untuk memahami dirinya, dan masalah
keluragapun terus berlanjut. Emreka tetap menganggap
bahwa dia (Yesus) pasti sudah gila, sehingga mereka
berusaha mengendalikannya dan bahkan ibu serta saudara
laki-lakinya mencari jalan untuk hal tersebut. Di
samping itu, kita tetap dibiarkan oleh keraguan
tentang apakah Yesus diterima oleh mereka atau tidak,
ini dikarenakan Yesus masih memperlakukan ibunya
dengan hormat dan simpatik, tetapi tidak dalam
hubungan yang menyatakan bahwa ada ikatan yang sangat
erat di antara mereka. Namun demikian, hubungan dengan
ayahnya sangat berbeda sama sekali. Kita dapat melihat
dari sifat kebapaannya sehingga Yesus sangat
menyayangi ayahnya (Yusuf) tersebut dan ia ingin
sekali membalas rasa kasih sayang ayahnya.
Yusuf telah mengajarkan Yesus tentang usaha
degangnya dan oleh karena itu tidak dapat dihindarkan
lagi bahwa mereka harus tetap bersama-sama. Anggapan
yang menyatakan bahwa anaknya itu adalah Tuhan telah
dipahami ileh pikirannya sendirik, sehingga sewaktu
Yesus kembali kepada Tuhannya, Bapak di Sorga, maka
Yusufpun kemudian meninggal dunia. Hal ini menunjukkan
bahwa begitu besarnya perasaan kasih sayang di antara
mereka berdua, sehingga Yesus juga merasa kehilangan
orang yang sangat dicintainya itu, dan saat itu
mungkin dapat dikatakan bahwa dirinya memiliki
perasaan yang mendalam terhadap ayahnya. Kematian
Yusuf yang tidak diharapkan di saat Yesus masih sangat
kecil dan masih mudah dipengaruhi mungkin menjadi
faktor penting dalam keyakinannya tentang taqdir
Kristusnya. Tidaklah Tuhan telah berkata kepada Daud,
Aku akan menjadi ayahnya dan dia akan menjadi anakku
dan kemudian aku mengambil Yusuf. Bukankah Tuhan yang
mengadakan pelaksanaan janji Kristus atas kitab Zabur?
Hal tersebut telah dijelaskan di dalam doktrin yang
menerangkan tentang pembaptisan Yesus dan gambaran
tentang wewenangnya untuk menerima tugasnya sebagai
Almasih. Kata-kata yang diucapkan Yesus kemudian
terlihat bahwa itu hanya pengulangan kata saja, tidak
hanya bahasa kitabnya saja, tetapi juga dorongan hasil
kasih sayang yang membiarkan dirinya hidup di
lingkungan keluarga tukang kayu. Kata-kata tersebut
yaitu : Aku adalah Ayahmu dan aku sangat menyayangimu.
Kita tidak perlu meremehkan tentang perjuangan
yang telah dilakukan oleh Yesus. Pengujian atas
dirinya sendiri serta penderitaan dirinya sebelum dia
mempercayai bahwa dia telah ditunjuk untuk menjadi
Almasih, dan itu adalah kesimpulan yang harus dia
capai dengan tanpa bantuan dari manusia manapun yang
memberikannya keyakinan. Tidak heran apabila dia akan
sering ingin sendirian dan mencurahkan seluruh jiwanya
kepada Tuhan yang kini adalah satu-satunya ayah yang
dia miliki. Sewaktu dirinya mempertimbangkan kembali
ramalan-ramalan yang mempercayai tentang Almasih
tersebut, dia pasti akan sangat terkejut atas sesuatu
yang menyangkut tentang kebijaksanaan dan kesempurnaan
sikap. Siapakah yang dapat memenuhi standar tersebut ?
Hal yang paling buruk adalah berjuang melawan godaan
atas dosa-dosa seperti : keangkuhan, pencarian
kekuasaan dan keengganan menerima bantuan dari orang
lain. Suatu saat impian kaum muda akan menerima
penilaian tersebut lebih dewasa lgi atas godaan-godaan
yang pasti sangat membebani dirinya jauh sebelum
mereka akhirnya menentang dan menghilangkan perdebatan
tentang laporan-laporan yang terjadi di dalam hutan
sebelum pembaptisannya. “Jangan bimbing kami ke dalam
godaan dan selamatkan kami dari kejahatan”.
Sebelumnya kita tidak mungkin dapat merasakan
dan mengalami betapa luar biasanya dan sangat
menyentuh hati yang dapat dirasakan oleh Yesus tentang
dirinya sendiri sebagai manusia yang telah dinantikan
oleh Ummatnya, yaitu Kristen yang menganggap bahwa
dalam beberapa hal, di saat anak itu telah menyadari
keberadaan Tuhan di dalam dirinya, maka diapun kembali
menerima dirinya sebagai Almasih tanpa rasa sesal
ataupun ragu-ragu. Dalam pandangannya, semua yang dia
lakukan telah sangat sempurna hampir selama hidupnya
dia menyembunyikan sifat ketuhanannya dari semua orang
yang ditemuinya, menyembunyikan wahtu tentang
kemampuan-kemampuannya, tidak menunjukkan mujizatnya
dan tidak menyembuhkan orang sakit, sehingga orang
Nazareth tidak berprasangka buruk kepdanya, bahkan
iblis sekalipun tidak akan mengetahuinya. Pandangan
semacam itu, terpisah dari hakekatnya yang tidak
mungkin, maka sangat tidak sesuai dengan gambaran
Yesus yang ada di menunjukkan kemampuan dirinya untuk
memenuhi apa yang dibutuhkan oleh manusia. Apabila dia
sama saja dengan sebelum dibaptis, maka dia setelah
itu pasti akan gagal untuk menunjukkan dirinya dimasa
muda. Setelah Yesus diterima sebagai Tuhan, maka ummat
Kristen tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
menyadari kesulitan-kesulitan tersebut. Mereka
kemudian telah menghasilkan sejumlah buku yang
bertujuan untuk membuktikan keaslian dari
keajaiban-keajaiban yang telah dia tunjukan sebagai
seorang anak, di mana kita dapat membacanya di dalam
buku : Keraguan tentang kebenaran Perjanjian Baru –
yang ditulis oleh Mr. James Smith. Namun demikian
cukup jelas bahwa sama sekali tidak ada paksaan dan
tidak ada yang menunjukkan bahwa pemuda Yesus anak
Yusuf tersebut sangat berbeda dengan penampilannya.
Kita tidak boleh memandang rendah akan
banyaknya pemahaman yang benar tentang Yesus di dalam
ajaran doktrin yang bergantung kepada sesuatu yang
mendahului yang mengarahkan kegiatan publiknya. Kita
harus menyadari bahwa bagi dirinya, masa depan menjadi
Almasih telah menjadi suatu penghargaan yang sangat
mengerikan. Bagaimana dia dapat memperoleh pengetahuan
yang sempurna tentang semua hal yang dibutuhkan, apa
yang akan dia lakukan untuk melaksanakan kebutuhan
tersebut ? Bagaimana dia harus mempersiapkan dirinya
untuk hal itu ? Hal itu sungguh masuk di akal bahwa
dia telah menipu dirinya sendiri tentang
pekerjaan-pekerjaannya. Dia tidak memiliki pengalaman
di dalam pemerintahan ataupun mengenai hal yang
memerlukan penggunaan wewenang. Kehidupan di mana dia
telah terbiasa hidup sederhana dan terbiasa dengan
kehidupan pedesaan di antara rakyat biasa. Namun dia
tidak dapat menyangkal bahwa semangat yang berkobar di
dalam dirinya sama halnya dengan yang pernah dialami
oleh nabi nabi sebelumnya. Sebagian dari mereka dan
juga dirinya sendiri, adalah orang-orang biasa dan
kata-kata merekapun sama dengan kata-kata yang
diucapkan raja kepada anaknya.
Hal yang sangat penting bagi Yesus untuk
memperoleh pemahaman yang lebih dalam lagi terhadap
penafsiran kitab Injil yang menyangkut dirinya dan
juga memiliki kemampuan yang lebih untuk memahami
kehendak Tuhan. Kristus telah memasukkan sejumlah
bagian yang telah di dalam gereja bangsa Yahudi dan
juga apa yang diceritakan oleh ayahnya dan orang lain.
Namun sejak tidak seorang yang bersedia untuk
menghadapi pelaksanaan ramalan ramalan itu, maka tidak
ada lagi penyajian yang sistematis tentang apa yang
akan terjadi pada diri Al-Masih. Hal ini harus segera
diketahui dan dicari pemecahannya. Sistem yang
jelaspun harus diketahui, meskipun Yesus mungkin telah
mengetahui bahwa dia akan dibimbing dengan benar
apabila telah tiba saatnya nanti. Dia tetap harus
mewujudkan misi Al-Masih yang lebih nyata lagi dan
menyesuaikannya dengan kondisi dan keadaan saat ini.
Meskipun dengan tanggung jawab keluarga yang
harus dia laksanakan, terutama saudara laki-laki dan
perempuannya yang telah beranjak dewasa, dia masih
memiliki waktu untuk belajar lebih banyak dan jelas
sekali bahwa dia selalu menyempatkan diri untuk
melaksanakan semua hal tersebut. Di saat dia sering
mencari kesunyian, dia sama sekali tidak akan mengunci
dirinya ataupun jauh dari dunianya sendiri. Dia telah
menjadi seorang murid yang tekun dan manusia yang
berwatak serta sangat sedikit pelajaran yang luput
dari perhatiannya. Manusia Yesus yang kita kenal di
dalam doktrin adalah seorang manusia yang mengetahui
daerah pedesaan di Galilea dengan sangat baik sekali.
Dia mengetahui tentang bunga , pohon, ladang dan
perkebunan buah-buahan, mengetahui aktivitas pekerjaan
yang dilakukan raktyat dan ibadah yang mereka lakukan.
Dia juga mengetahui masalah ekonomi, sosial,
keagamaan, politik, dan lain sebagainya. Semua yang
dia ajarkan dan kisah-kisah nyata yang dia ceritakan
sebagai ilustrasi dari pelajarannya merupakan bukti
bahwa betapa banyak ilmu yang telah dia pahami.
Sejumlah keterangan tersebut hanya akan menjadi hasil
akhir yang sangat panjang dan menjadi pengamatan yang
sangat teliti. Tidak pernah ada orang yang berjalan
sambil tidur dan kemudian ke luar dan rumahnya.
Yesus menganggap hal tersebut sebagai sesuatu
yang sangat penting bagi pengetahuan tentang kehidupan
di dunia yang dia dapatkan langsung dari sumbernya.
Kita tidak perlu lagi berkhayal, seperti halnya yang
pernah dilakukan oleh penulis-penulis sebelumnya yang
menceritakan bahwa Yesus pernah mengunjungi
daerah-daerah lain seperti Mesir dan Tibet agar dia
dapat belajar langsung dari ahlinya yang di sana.
Sebetulnya Yesus sama sekali tidak menunjukkan
keakrabannya di negara asing manapun. Yesus hanya akan
memperhatikan dunia luar apabila terdapat hal-hal yang
umum saja. Satu-satunya negara yang dia ketahui adalah
Palestian. Namun demikian tidak ada hal yang positif
mengenai keinginan dari tugas Al Masihnya yang telah
merubah pikirannya, sehingga tidak ada penjelasan
tentang semua hal yang sesuai dengan kejadian yang
terjadi pada dirinya yang tiba-tiba ke luar dari
kehampaan setelah dia dibaptis oleh Yohanes. Segala
sesuatu yang kita lihat di dalam doktrin sangat
berlawanan pandangannya.
Di dalam ajaran doktrin Yesus telah menyebut
dari awal bahwa dia adalah anak manusia. Dia telah
berbicara dengan jelas dan positif atas topik-topik
yang menyelimuti banyak hal. Dia muncul untuk
mengetahui dengan pasti apa yang harus dia lakukan dan
mengapa. Semua ini hanyalah awal dari tugas
singkatnya. Di saat ada godaan untuk mencari jalan
lain atas apa yang telah dia lakukan, maka dengan
tegas dia menolaknya. Dia begitu dekat dengan kitab
Injil dan tujuan-tujuan di dalamnya, sehingga nampak
bahwa dia ingin sekali dapat mengingat Injil tersebut
di dalam ingatannya. Apakah dia telah berhasil dalam
kemampuannya yang sangat mengejutkan tokoh-tokoh
penting di Yerusalem, sehingga mereka dapat berkata
tentang dirinya : “Bagaimana mungkin dia mengetahui
semua itu dengan belajar, sedangkan dia sendiri tidak
pernah belajar ?
Namun demikian, Yesus bukanlah ‘penganut yang
bijaksana’ seperti yang dipahami oleh kaum Farisi. Dia
mungkin saja telah mendapatkan sumber-sumber
pengetahuan yang lebih baik dan itu adalah hal yang
wajar baginya untuk menemukan siapa saja yang dapat
menjelaskan kepadanya lebih jauh lagi tentang
masalah-masalah Kristus. Di Galilea, telah ada
sekelompok orang yang dihormati sebagai “santo” dan
juga ada banyak ‘orang-orang suci’ yang telah merubah
sifat ketamakan mereka sebelumnya. Hal itu telah
dijelaskan dalam doktrin yang mengatakan bahwa Yesus
telah menyerap banyak pendapat mereka yang baik, dan
juga saudara laki-lakinya, Yakub sangat tertarik
dengan kepada kehidupan bertapa rakyat Nazareth. Yesus
sebenarnya bukanlah orang suci seperti yang sering
diucapkan, namun agaknya nampak sekali bahwa dia telah
berhubungan dengan sekelompok aliran agama tertentu
dan juga telah mengenal kesusateraan dan ajaran
mereka. Dia bahkan menerima ajaran mereka serta
mengetahui keberadaan dari “Israel”, bangsa yang
dipilih Allah, namun demikian dia sangat tidak
menerima bahwa mereka telah menunjukkan cara hidup
bertapa mereka di muka umum, menunjukkan ketegaran
disiplin, kerahasiaan, penilaian-penilaian yang sangat
tajam dan sikap mereka yang tidak kenal kompromi. Dia
merasa tidak akan cocok dengan semua cara yang mereka
llakukan, lebih-lebih lagi dengan orang Farisi.
Di masa kemudian, tidak akan ada lagi kesulitan
bagi Yesus untuk berada jauh dari keluarganya dan juga
mengulur-ulur waktu dalam usahanya mempelajari apa
yang diajarkan “satrio” kepadanya. Tanggung jawab
kepada keluarganya akan menjadi nafkah sendiri dan
saudara perempuannya telah menikah.
Kita mungkin saja masih ragu-ragu bahwa Yesus
mampu melaksanakan semua ini, atau membayangkan
apabila dia telah melakukan hal itu, maka dia pastilah
orang yang luar biasa. Namun demikian hal tersebut
bukanlah keterangan yang kita miliki, terutama sejak
ditemukan naskah-naskah laut mati. Tetapi sekarang
kita telah memiliki bukti yang cukup tentang wahyu
yang ada di dalam Injil yang diramalkan akan terjadi
di akhir zaman nanti terhadap semua bangsa, kelompok,
maupun individu itu sendiri. Kita masih saja
mengabaikan tentang metode yang digunakan, sehingga di
hadapan kita telah terjadi berbagai akibat dari
keingintahuan tentang ‘orang-orang terpilih’ tersebut,
dan hal itu menunjukkan bahwa hati Yesus yang selalu
memaafkan kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam
doktrin yang terlihat sungguh sangat berlebihan, akan
dapat dicapai dengan menggunakan metode-metode yang
jelas.
Dalam kitab-kitab Index Librorum Prohibitorum
(Didache) telah ditulis sejumlah naskah yang telah
berusia ribuan tahun yang menunjukkan bagaimana kitab
Injil ditulis dan diterjemahkan dengan cara yang
sangat agar sesuai dengan nasib yang terjadi pada
orang-orang ‘terpilih’ tersebut, dan juga penganiayaan
yang dialami oleh guru-guru yang menuntut keadilan,
karena telah diperlakukan tidak adil oleh
pendeta-pendeta yang kejam atas perintah kepala
pendeta itu sendiri di Yerusalem.
Sewaktu saya menerjemahkan dokumen-dokumen aneh
ini, saya tidak bisa memahami bagaimana Yesus dapat
mencapai semua pemahaman tentang apa yang akan dialami
Al-Masih. Dia menerima bahwa hasil-hasil yang dapat
dipercaya tersebut dapat diperoleh dengan cara “yang
sedang disenangi” dan garis besar tentang rencana
tugas kenabian Al Masih, yang merupakan hasil akhir
dari tugas penyelidikannya. Demikian kitab Injil telah
memperlihatkan sifat dan misi-misi nya terhadap
pesan-pesan yang akan diterima, taqdir dan
kemunculannya di Sorga dikemudian hari sebagai raja
dan hakim bagi semua bangsa tersebut. Pendekatan
individu yang sangat dekat dengan prestasi Yesus
adalah kemampuan kenabiannya dan kemampuan mendidik di
mana orang-orang suci tersebut berkawan dengan
guru-guru yang memiliki kebajikan yang tidak pernah
diketahui namanya.
Apabila Yesus dalam konteks ini terlihat aneh,
itu karena dia berasal dari keturunan orang-orang yang
aneh dengan keyakinan yang aneh pula, sehingga mereka
tersebut telah dipilih oleh Tuhan untuk memimpin semua
bangsa di dunia dan oleh sebab itu maka keadilan,
kebenaran dan kedamaian mungkin akan ada di dunia. Di
daerah di mana Yesus dilahirkan dan dibesarkan (Tanah
suci) adalah daerah yang sangat aneh, dan saat itu
juga merupakan zaman yang sangat aneh, karena pada
saat itu ada tentang apa yang ditulis oleh orang-orang
suci tersebut di masa lalu dan akhir zaman. Saat yang
paling dramatis di dalam sejarah manusia adalah saat
di mana ada kepercayaan bahwa zaman tersebut akan
segera terjadi dan tanda-tanda kedatangannya telah
semakin banyak, dan ini adalah nasib dan merupakan
keadaan-keadaan yang telah dijelaskan oleh Yesus
tentang penafsirannya mengenai sebagian besar ummat
Kristen yang masih setuju dengan paksaan tradisi dan
kecenderungannya.
Kita boleh menganggap bahwa Yesus memiliki
pandangan yang sangat dramatis dan pandangan yang
sangat kuat, yang tidak hanya menyadarkannya tentang
sifat-sifat dan tujuan dari sejarah ummatnya, tetapi
juga telah menuntunya untuk melihat dirinya sebagai
bagian dari harapan-harapan mereka. Di dalam dirinya
sendiri, dia telah menuntunnya untuk melihat dirinya
sebagai bagian dari harapan-harapan mereka. Di dalam
dirinya sendiri, dia telah memerankan apa yang mereka
impikan dan juga telah melihat dirinya sangat berperan
di dalam ramalan tersebut. Kita dapat menganggap bahwa
dengan cara inilah dia telah menjadi pemimpin dari
ramalan-ramalan tentang Kristus yang sebenarnya dan
seolah-olah tidak ada orang lain yang pernah
melakukannya, sehingga merekapun mendapatkan jenis
drama yang telah dikembangkan dan telah ditentukan
akhir titik puncaknya. Gambaran dirinya tentang
peranan Al Masih adalah sangat dibuat-buat, sehingga
dia telah mengakhiri bagian drama tersebut seperti
halnya seorang aktor yang telah memilih waktu yang
tepat dan memilih apresiasi tentang setiap peranan
yang harus dilakukan. Gerakan gerakan yang telah dia
perhitungkan dan juga simbol dari tindakannya di saat
bersama dengan kedua belas orang murid-murid
pilihannya di dalam hutan selama empat puluh hari.
Peranan dirinya atas kemenangan yang diraih Yerusalem
dan juga tentang perjamuan terakhir, telah menjadi
saksi dari isyarat dan perkataannya. Hanya satu orang
saja yang memiliki suatu kesadaran memikirkan,
merencanakan, serta melaksakan rencana Paskah dengan
sangat ahli dan sangat luar biasa.
Namun demikian uraian tentang tragedi Al-Masih
dan harapan akan berakhir dengan kebahagiaan, adalah
benar-benar merupakan suatu ketulusan hati, dan ini
adalah suatu kenyataan dan bukan khayalan. Pengaruh
dari semua yang dia bayangkan telah mampu menahan
dirinya untuk merenungkan apa yang telah terjadi dan
juga membuktikan kemunculan dirinya. Hal tersebut
telah disampaikan oleh ajaran Yohanes yang mengatakan
bahwa Yesus terlihat sangat tua dari usia sebenarnya.
Dia telah berusia hampir tiga puluh tahun seperti
halnya yang telah dikatakan oleh Lukas, di mana di
saat akhirnya kabar itu datang dan memberitahukan
bahwa masa percobaan yang panjang menuntut banyak
kemampuan telah berakhir.

C. PERDEBATAN MUSLIM-KRISTEN

Perbedaan yang nyata antara Muslim dan Kristen yang
tidak ada habisnya adalah tentang Ke-illahi-an Yesus.
Sejauh menyangkut kepercayaan Muslim, seseorang yang
mempercayai salah seorang atau seorang manusia sebagai
Allah atau menyerupai Allah, maka perbuatan tersebut
adalah suatu pengkhianatan melawan Allah.
Pokok persoalan (perdebatan) “apakah Yesus itu Allah,
sangat mudah dijawab dengan pertanyaan yang serupa :
Apakah Yesus menyatakan dirinya Allah atau Anak Allah.
Dari 73 kitab (Alkitab) Kristen
Roma Katolik tidak ada satu ayatpun yang mengatakan di
mana Yesus itu menyatakan dirinya sebagai Allah.
Jika Tuhan itu ada di Maha Kuasa, mengapa Tuhan
membiarkan mereka-mereka yang tak berdosa itu
menderita dan mati sebagaimana hal ini dipertanyakan
para teolog modern : mungkinkah kita berbicara tentang
Tuhan bahwa Tuhan itu Adil sementara dalam waktu yang
bersamaan tuhan tidak sanggup untuk berbuat adil
dengan menghukum putera-Nya sendiri ?
Dalam prespektif moral umum agama Kristen dan
Katolik, kisah sengsara dan penyaliban Yesus adalah
kisah mengenai dampak dari keberdosaan manusia.
Kemampuan manusia hanyalah berbuat dosa, begitu awal
mulanya keyakinan Kristen yang kemudian merumuskannya
dalam bentuk Dogma ini. Untuk mengatasi keberdosaan
manusia itu, maka dibuatlah pelbagai ritus agama,
pelbagai aturan untuk “membersihkan manusia” juga
kemudian diciptakan di mana-mana. Segala segi
kehidupan manusia lalu diatur sedemikian rupa sehingga
“kekotoran dosa” sulit untuk masuk. Untuk itu
dibutuhkan sarana “wibawa dan kekuasaan”.
Sebagaimana hal ini dapat kita temukan dalam
Katekimus Kristen (Katolik), dimana dikatakan bahwa :
Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah dan Roh Kudus itu
adalah Allah. Hebatnya Allah-Allah mereka ini tidak
bertumpang tindih antara yang Allah satu dengan Allah
yang lainnya. Seseorang yang kalau pikirannya tidak
sakit tentu akan menjawab tiga, jika ditanya satu
tambah satu tambah satu.
Lalu bagimana dengan pandangan eskatologis
Islam --korektor terhadap agama-agama sebelumnya?
Al Qur’an- Wahyu penyempurna menegaskan hal ini
sebagai suatu kebohongan, sebagaimana dapat kita temui
dalam QS. 9 ; 31
Artinya :
Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan
paderi-paderi mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan
Almasih putera Maryam (sebagai Tuhan) padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada
Tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutuan.

MARIA

Mengarahkan kajian ini ke dalam sebuah
sistematika analisis yang parabol, tentunya kita
harus membahas siapa sesungguhnya Maria itu.
Permasalahannya akan menjadi sangat sederhana,
sekiranya kita bisa melihat “mengetahui” siapa
sesungguhnya Maria, dan sejauh mana peranan dan
pengaruhnya terhadap ke Illahian Yesus. Hal ini
sangatlah penting karena ciri analstik yang parabol
tentang diri Yesus berkait erat dengan diri Maria.
Memahami peranan Maria dalam gereja, menjadi
tantangan yang sangat serius buat orang Katolik.
Karena ajaran-ajaran tentang Maria sebenarnya dikarang
oleh Paus dan para Uskup. Ketika diadakan konsilli
Vatican II, banyak theolog yang masih bingung mengenai
tempat Maria dalam rencana penyelamatan Ilahi,
sehingga dampaknya orang-orang Katolik bangun dalam
ekses-ekses kesalehan kepada Maria dalam memberikan
pengertian yang salah mengenai Maria.
Sejak Konsilli Efesus, Maria yang sejak semula
terlibat dalam misteri Yesus, mendapar penghormatan
khusus oleh gereja. Ibadat dan devosi kepada Maria
sebagai bunda Allah dalam rentang waktu yang panjang
semakin berakar dalam hati Gereja Barat yang kemudian
memelihara dan memupuk setiap bentuk peribadatan
kepada Maria. Karena kehangatan dan keibuan Maria
membesarkan kepercayaan Ummat Gereja Barat. Gereja
ikut merasakan gairah kepercayaan ummat. Gereja tidak
akan pernah melepaskan perhatiannya pada setiap bentuk
devosi kepada Maria yang muncul diantara ummatnya.
Karena Gereja menghendaki semua peribadatan dan devosi
kepada Maria tetap berada dalam praktek kesalehan.
Sekalipun demikian, devosi kepada Maria seringkali
muncul dari gairah fanatis, devosi yang keluar dari
gairah emosi pribadi, dan devosi yang berangkat dari
eksploitasi karisma pribadi.
Malapetaka ini dipeparah lagi dengan sebuah ketetapan
resmi “dogma” yang ditetapkan oleh Paus Pius XII
melalui ensiklik Munificentissimus Deus pada tanggal 1
Nopember 1950, menyatakan bahwa : Setelah Maria
menyelesaikan tugasnya di dunia, maka tubuh dan
jiwanya langsung naik ke sorga, dalam kemuliaan
Sorgawi.
Ajaran ini tidak dikenal pada periode
mula-mula. Pertama kali diperkenalkan di dalam Gereja
pada abad keenam. Dalam Gereja Timur, ajaran ini sudah
diterima pada abad keenam dan ketujuh. Menurut
Dionisius, murid-murid Paulus diduga menyaksikan
kenaikan Maria ke Sorga. Hal ini dikuatkan oleh Paus
Marsianus dan Isterinya Pulcheria yang sama bejatnya
yang pada waktu itu ingin memiliki jasad Maria. Pada
waktu mereka bermaksud untuk mengambilnya dari kuburan
Maria, ternyata kuburan tersebut sudah kosong.
Demikian juga kesaksian Yohanes Damascenus dan
Juvenaal, Uskup Yerusalem.
Beberapa doktrin tentang Maria, biasanya
diajarkan dalam Geraja awal dan diterima oleh orang
Kristen berabad-abad. Namun pemahaman mereka ini tidak
didefinisikan secara resmi hingga beberapa waktu
kemudian, ketika mereka ditantang, terutama oleh
Nestorius. Ajaran-ajaran tentang Maria dikandung tidak
dengan dosa asal, baru didefinisikan oleh Paus Pius IX
pada tahun 1854 dan ajaran tentang Maria diangkat ke
Sorga didefenisikan oleh Paus Pius XII pada tahun
1950.
Sebenarnya kepercayaan ini bersumber dari kitab
Apokrif Gnostik yang temukan pada akhir abad keempat
yaitu kitab Maria Berlalu. Tidak diketahui diapa
penulis kitab ini. Dan penetapan perayaan Maria,
dilaksanakan setiap tangal 15 Agustus.
Perseteruan para theolog terhadap Maria ini
sebenarnya terjadi sudah jauh sebelumnya, di mana
sewaktu diadakan konsili di kota Efessus 429 M dan
Chalcedon (Kalcedonis) 451 M, dimana Maria diberi
gelar Theotoks .

MARIA DIKANDUNG TIDAK DENGAN DOSA ASAL

Tradisi dan praktek gereja (Devosi, tokoh-tokoh
profetis dalam gereja, mistik-mistik yang diakui)
memberikan perumpamaan tentang adalnya wahyu pribadi
yang sejati. Lalu tidak berakhirnya wahyu “umum” sejak
kematian para Nabi, dapat diartikan bahwa sejak saat
itu berlainan dengan zaman sebelumnya, sikap Allah
kepada sejarah individu dan kolektif adalah berdiam
diri menyendiri. Tidak berakhirnya wahyu “umum”,
menunjukkan supermasi mutlak dari ciri normatif yang
permanen dari peristiwa kenabian Muhammad.
Apa yang khas tentang Maria, selalu dapat
ditelusuri lewat hubungannya dengan Yesus. Eksistensi
Maria menunjukkan kepada Yesus dan meluhurkannya,
sebagai mana hal ini diketahui dalam do‘a – do‘a
Magnificat. Hak istimewa Maria untuk mengandung Yesus
dalam rahimnya adalah alasan bagi orang-orang Kristen
untuk percaya bahwa Maria bebas memilih untuk tidak
mengandung anak-anak yang lain. Akan tetapi orang
Kristen lain, juga percaya bahwa karena rahmat
istimewa dari Yesus, Maria tetap tanpa dosa selama
hidupnya atau lebih sering orang menyebutnya dengan
kata Imaculata karena tidak memiliki dosa waris. Maka
Tuhan membebaskan dia dari akibat terbesar dari dosa
kematian dan mengangkat tubuh serta jiwa Maria
langsung ke Sorga.
Dasar kepercayaan ini, didasarkan pada
keputusan Paus Pius IX dalam bulla Ineffabillis Deus
yang menyatakan bahwa Maria karena mengandung dan
memperanakan Yesus Juru Selamat Manusia, memperoleh
anugerah khusus yaitu : Maria tidak mempunyai dosa
asal (dosa waris). Landasan dari ajaran ini diambil
dari pengajaran Justinus Martyr dan Irenaeus yang
memandang Maria sebagai Hawa yang baru dan Yesus
sebagai Adam yang baru. Bila demikian saya bisa
mengatakan bahwa Yesus pada waktu itu kawin dengan
Maria yang nota bene adalah ibunya sendiri dan
kemudian melahirkan anak-anak.
Dalam Gereja Timur, Andreas dari Kreta dan
Yohanes dari Damascenus memuji-muji ketidak berdosaan
Maria. Dan hal tersebut tampak dalam pemakaian istilah
Theokos untuk Maria. Perayaan perkandungan Maria sudah
dikenal sejak abad ketujuh dan tersebar dalam Gereja
Barat.
Di Irlandia, menjadi perayaan umum pada abad
kesembilan dan di Inggris pada abad kesebelas.
Perayaan ini diperkenalkan di Perancis, akan tetapi
ditentang oleh Berhard dari Clairvaux dan terjadi
pertikaian tentang pokok permasalahan ini selama
berabad-abad.
Theolog Skolastik seperti Albeert Agung. Bonaventuira
dan Thomas Aquinas mengatakan bahwa perlawanan
terhadap ajaran tersebut atas dasar bahwa pada setiap
kehamilan, dosa ditrasformasikan dan Maria harus
digambarkan seperti itu juga. Maria tidak ada
perkecualian dari hukum alam ini. Sama juga seperti
Agustinus yang mengajarkan bahwa Maria dibebaskan dari
dosa asal. Duns Scotus di Oxford mempertahankan ajaran
ini dan sebaliknya dengan orang-orang Dominikan
melawannya habis-habisan. Pada abad kelima belas
terjadi perkembangan-perkembangan baru yang menentukan
ajaran-ajaran ini.
Konsilli Basel 1439 M, menyatakan bahwa kepercayaan
ini sudah sesuai dengan imam Kristen (Katolik), akal
dan Alkitab. Sepuluh tahun kemudian, universitas
Sorbone menuntut semua kandidatnya untuk
mempertahankan kepercayaan ini dan universitas lain
mengikutinya.
Paus Sixtus IV, pada tahun 1476 M, menetapkan perayaan
Maria tak bernoda dengan ekaristi tersendiri. Pada
tahun 1708, Paus Clemens menyatakan perayaan tersebut
sebagai perayaan wajib sehingga harus dirayakan oleh
seluruh Gereja. Konsilli Trente (Toronto) secara paksa
mengajarkan bahwa Maria bebas dari dosa asal. Sejak
abad keenam belas, ajaran ini diterima oleh umum dan
dipertahankan mati-matian oleh orang-orang Fransiskan
Karmelit dan terutama oleh orang-orang Yesuit.
Pada abad ketujuh belas, Paus menerima permohonan agar
ajaran ini ditetapkan sebagai dogma resmi gereja,
terutama di Perancis. Pada tanggal 1 Juni 1848. Paus
Pius IX membentuk suatu komite yang bertugas
mempelajari hal ini. Dalam ensiklik “Ubi Primum” yang
dikeluarkan di Gaeta pada tanggal 02 Februari 1849,
Paus Pius menyatakan bahwa ia telah menerima banyak
permintaan untuk membicarakan hal ini dan karena itu
ia meminta do`a dan pendapat para uskup. Dan akhirnya
pada tanggal 08 Desember 1849, Paus Pius menetapkan
ajaran Maria dikandung tanpa noda ditetapkan sebagai
dogma resmi gereja.
Para ahli kitab suci yang telah menyelidiki bahwa
tulisan-tulisan dalam Alkitab Penjanjian Baru,
khususnya yang ditulis oleh Lukas dan Yohanes, lebih
banyak bercerita tentang Maria dibanding dengan
tulisan-tulisan terdahulu, seperti Injil Markus dan
surat-surat Paulus yang kelihatannya bahwa Roh Kudus
mengungkapkan kebenaran tentang Maria tatkala Gereja
beranai memohon dan merenungkan peranannya dalam
rencana Illahi. Ajaran Gila!
Hal serupa dapat dikatakan tentang hubungan tiga
Pribadi Ilahi, yang muncul dalam perkembangan akhir
Perjanjian Baru dalam Injil Yohanes. Pertumbuhan
pengertian yang sangat salah kaprah ini berjalan terus
dan bahkan melampaui batas waktu penulisan Injil.
St. Agustinus dan para pujangga tenar Gereja lainnya
pada masa awal membedakan pemujaan yang ditujukan
kepada Allah dan penghormatan yang ditujukan kepada
orang kudus Santo/Santo. Maria diberi penghormatan
khusus oleh gereja sebagai bunda Allah. Pandangan
orang Kristen (Katolik) mengenai berdoa kepada Maria
berasal dari pengertian Katolik mengenai “orang-orang
kudus” pada umumnya, kepercayaan akan suatu kehidupan
bersatu antara semua orang yang dipersatukan dalam
Yesus. Dalam permasalahan ini gereja memandang dan
berkeyakinan bahwa orang-orang kudus adalah
orang-orang yang dekat dengan Yesus dan doanya pasti
lebih cepat dikabulkan karena meraka lebih dekat
dengan Yesus “Sang anak Allah”

C. ZIARAH DAN PERIBADATAN TERHADAP MARIA

Mendengar kata ziarah, tentu yang terbayang dalam
benak orang Kristen atau Katolik adalah pergi
mengujungi tempat-tempat suci, bersejrah yang menjadi
pusat penziarahan. Bagi Ummat Kristen, hal ini pasti
akan dikaitkan langsung dengan tempat-tempat
penziarahan Maria. Bagaimana tradisi ziarah ini di
dalam agama-agama pada umumnya? Bagaimana tradisi
ziarah ini berlangsung dalam kehidupan gereja? Apa
maksud dan tujuannya? Bagaimana tradisi tersebut
bertahan dan berkembang? Bagaimana penghayatan untuk
masa sekaran ?
Karl Rahener, seorang theolog terkemuka abad ini
melihat dua aspek yang terkandung dalam perziarahan.
Yang pertama adalah berdoa dengan cara khusus dan
dalam suasana tertentu karena kehadoran Tuhan. Yang
kedua lingkungan kehadiran Tuhan sendiri terwujud
dalam sebuah tempat khusus, maka orang perlu melakukan
perjalanan dan mengunjungi atau tinggal disuatu tempat
suci tersebut adalah mengunjungi tempat suci diluar
tempat ibadah keseharian dan berdoa di tempat tersebut
untuk membangkitkan Iman.

D. SEJARAH ZIARAH

Ziarah bukan milik ummat zaman sekarang. Agama Yahudi
sejak awal mempraktekan “ziarah”. Diantara tempat
ziarah terkenal, Yerusalem “Al Aqsa” mendapat tempat
utama di sana tersimpan “tabut perjanjian” Allah.
Walaupun bait suci dihancurkan pada tahun 70 M oleh
pasukan Romawi yang dipimpin oleh Titus, Yerusalem “Al
Aqsa” tetap menjadi ziarah yang terkenal.
Sekitar tahun 200, ummat Kristen biasa berziarah ke
makam para martir dan relikwi mereka. Selama abad
pertengahan, tanah suci “Yeruselem Al Aqsa” menjadi
tujuan ziarah yang sangat populer. Setelah itu makam
Petrus dan Paulus juga dijadikan tempat ziarah yang
akhirnya merembas kota Roma dijadikan kota ziarah
karena Paus selaku Vicarius Fillidei dipahami sebagai
‘orang keramat’.
Ada sejumlah tempat penampakan Maria menjadi tujuan
ziarah. Yang sebelumnya penampakan tersebut ditolak
oleh Gereja. Akan tetapi dalam perkembangan
selanjutnya diterima dan dijadikan dogma atau
dimasukan ke dalam syahadat Iman. Artinya bila tidak
mempercayainya, mengakibatkan seseorang bisa ‘dipecat
/ ekskomunikasi’. Dan dianggap Bid’ah. Dan bagi yang
mempercayainya dianggap sebagai orang Katolik yang
taat dan mempunyai nilai yang lebih dimata Allah.
Penampakan Maria yang ditolak dengan pernyataan
“constat de non veritate” (Pasti tidak benar) adalah
penampakan di Lipa, Philipina pada tahun 1948,
penampakan di Garabandal, Spanyol 1961-1965,
penampakan di St Damiano, Italia 1961-1965, penampakan
di Cabra Philipina pada tahun 1966-1968. Sendang sono
dan sriningsih di Jawa Tengah.
Penampakan Maria yang dinilai “Non constat de veritae”
(tidak pasti benar) adalah penampakan di Medjugorje,
Yugoslavia pada tahun 1981, penampakan di Paris pada
tahun 1830-1832 diterima oleh Gereja. Lewat Katarina
Laboure tersebarlah “Medali Ajaib”. Sehingga apabila
saudara-saudara bertemu dengan orang Katolik yang
memegang Kontas “Rosario” adalah hasil dari penemuan
Katarina Laboure.

E. ZIARAH DALAM TRADISI KATOLIK

Ziarah Katolik menandai sebuah vitalitas religius
dalam zama gereja awal. Kulutr Yunani – Romawi Kuno,
pusat ziarah adalah tempat di mana dewa-dewa
penyembuhan bersemayam dan mujizat dikaitkan dengan
penyembuhan-penyembuhan. Antara abad pertama hingga
abad kedelapan tempat perziarahan adalah bekas-bekas
peninggalan “orang-orang suci”. Pada masa kekristenan
orang mengharapkan masa “Parousia”. Mereka mengunjungi
peninggalan-peninggalan Yesus, sementara Yesus tidak
kunjung datang, yang terjadi malah sebaliknya,
penindasan-penindasan dan korban kekerasan.
Sejak abad keempat, ziarah kekubur-kubur katakombe
menjadi semakin ramai karena pada masa Konstantinus I
perziarahan ini mendapat dukungan darinya. Banyak
pujangga Gereja menulis tentang ziarah, bahkan paa
abad kedua, sudah ada tulisan tentang ziarah yang
dilakukan sebagaimana hal ini ditulis oleh Eusibius
dari Caisarea.
Penulis lain yang dapat disebut di sini adalah
Alexander dari Capadocia, dan Hieronimus. Sampai
dengan abad keempat, belum ada tulisan tentang ziarah
yang ditujukan kepada Maria. Perziarahan kepada Maria
baru berkembang ketika Palestina yang menjadi pusat
perziarahan dikaitkan dengan hidup Maria. Dan ini
nampak dengan dibangunkannya berbagai gereja
perziarahan maria di konstantinopel dan berbagai
peninggalan bangunan atau ikon (gambar) Maria
disekitar wilayah tersebut, sedangkan bukti tulisan
tentang penziarahan kepada Maria baru ditemukan pada
abad ketujuh.
Sejak abad pertengahan, untuk melaksanakan ziarah,
seseorang harus mendapat berkat khusus dari pemimpin
Gereja. Artinya ada acara liturgi (sembahyang) yang
mengawalinya. Pada masa itu penziarah ke Yuresalem,
Roma dan Compostela di Spanyol juga dipromosikan oleh
sistem penitensi sebagai denda dosa setelah pengakuan
dosa, maksudnya dengan melakukan ziarah panjang, orang
yang telah melakukan kejahatan, dijauhkan untuk
sementara waktu dari lingkungan sosialnya yang
tentunya harus mendapat surat pengesahan dari Uskup.

PASANG SURUT ZIARAH DAN MENYEBARNYA TEMPAT ZIARAH

Sejak abad pertengahan, perziarahan di Eropa Dapat
dilihat dalam enam masa yang terus berubah. Antara
abad XI – XIV, terjadi peningkatan jumlah tempat
perziarahan demikian juga jumlah penziarahnya. Antara
abad V – XVI saat reformasi, penziarahan mengalami
kritis karena dipertanyakan faedahnya perziarahan.
Setelah konsilli Trente 1545 – 1563 yang merumuskan
berbagai dogma gereja Katolik (Kristen) menghadapi
reformasi, praktek perziarahan mengalami kebangkitan
kembali. Mulai menyebar dari Perancis pada abad
kedelapan belas, kemudian Jerman.
Situasi ini berlangsung sampai dengan masa reformasi
Perancis. Karena pengaruh filsafat
pencerahan,perziarahan kembali dipertanyakan
urgensinya. Pada abad XIX, muncul gerakan pembaharuan
iman. Kegiatan perziarahan meningkat dan mencapai
puncaknya pada tahun 1850 1872. Hal ini selaras dengan
perkembangan pengaruh paus yang semakin meluas. Pada
akhir perang dunia I, dalam perubahan sosial, ziarah
menjadi terkenal. Kali ini penyelenggaraannya dalam
kelompok-kelompok.

LALU BAGAIMANA DENGAN INDONESIA

Di benua baru yang dikuasai oleh kaum kolonial Eropa,
pendirian tempat ziarah Maria tidaklah lebih dari
sekedar memindahkan penghayatan imam mereka di dunia
Eropa. Mereka membangun replika-replika perziarahan di
tanah jajahan. Sebagaimana tempat ziarah pada umumnya,
di Indonesia sendiri terdapat ziarah pada umumnya, di
Indonesia sendiri terdapat temat perziarahan memiliki
sejarahnya. Sendangsono di Jawa Tengah dan Cisantana
menjadi tempat perziarahan.
Puncak perziarahan terjadi pada bulan Mei (Bulan
Maria). Hal tersebut sebenarnya adalah pertemuan dari
dua arus sejarah yang bertemu dalam penghayatan iman
Kristen (Katolik). Bulan Mei sebagai awal dari musim
semi belahan bumi utara, kemudian dipersembakan kepada
Maria sebagai pangkal dari sang fajar sejati yaitu
Yesus puteranya sendiri bersama Allah. Lalu bagaimana
dengan pandangan Islam yang mengklaim dirinya sebagai
korektor, terhadap permasalahan “kebajikan” teologis
yang sangat dipaksakan ini? Pembahasan dalam pokok
bahasan ini, pertama-tama saya mengambil garis
kebijakan “Persamaan” pandangan antara Muslim dan
Kristen dan pada pokok pembicaraan terakhir saya
membahas pokok pertentangan antara Muslim dan Kristen
yang tentu saja pembahasan ini bertolak dari Maria dan
Yesus.
Pada prinsipnya, Islam mengimani bahwa kelahiran Isa
Al Masih dari seorang wanita yang bernama Maryam tanpa
suami sebagaimana ditegaskan dalam QS. 3 ; 47. yang
Artinya :
“Maryam bekata : “Ya Yuhanku, bagaimana aku akan
mendapat seorang anak, sedang aku belum pernah
disentuh oleh manusia.” Allah berfirman (dengan
perantara Jibril), “Demikian Allah menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya apabila Dia memutuskan sesuatu
maka Dia hanya cukup berfirman kepadanya “jadilah”
maka jadilah dia.



Bab III
Gereja dan Theology Magisterium




Pendahuluan

Salah satu tema yang sangat populer pada akhir abad
ke sembilan belas adalah istilah Eco Teologia _
teologi lingkungan. Tema ini disebut populer kerana
selama lima belas abad, teologi selalu memberikan
perhatian, terbatas pada persoalan manusia dan segala
kepentingan, dalam hubungannya dengan Allah. Dunia
memang diberi atensi, akan tetapi ”sangat
disayangkan”, atensi tersebut selalu melalui sudut
kepentingan manusia. Dunia dipandang sebagai tempat,
dimana manusia dihadirkan dengan segala tanggung
jawabnya, tetapi sebatas pandangan bahwa, dunia adalah
ciptaan Allah yang tersedia bagi segala kebutuhan
manusia.
Apapun kondisinya, itu tidak menjadi suatu
permasalahan yang penting bagi manusia untuk
dihirauakan. Tidaklah mengherankan; bilamana bilamana
manusia dengan segala kecangggihanya dalam bidang
iptek, terus menerus memperlakukan dunia sebagai
kelinci percobaan. Bila demikian, lalu apa hubungannya
dengan gereja ? hubungannya setali tiga uang. Hubungan
yang dimaksud disini adalah evolusi dogma-agama
kristen (katolik) dalam menghadapi peradaban.
Dulu, charles Darwin bilang bahwa ia merasa tenang
dengan menimani adanya Tuhan yang menuasai alam wujud,
yaang demikian dalam waktu yang bersamaan, dia juga
bilang bahwa perasaannya itu tidak mengharuskan orang
lain supaya meresa seperti dirinya, dan tidak dapat
dijadikan kerangka acuan ilmiah dari mereka yang
mengimani Tuhan.
Berbeda dengan darwin yang agak malu malu, ernst
Heckle yang sedikit beraninya juga bilang bahwa
kepercayaan kepada satu dzat tertinggi berarti harus
membenarkan hukum akal dari wahyu yang menjadi
landasan agama kristen.
Setiap peradaban besar selalu mempunyai keistimewaan
tersendiri dalam menentukan defenisi. Peradaban yang
manusiawi mempunyai sifat sifat lahir dan batin,sama
seperti alam wujud tempat beradanya peradaban
tersebut. Sifat sifat lahiriah ditentukan oleh hukum
tingkah laku dalam praktek hidup keseharian, yang
dinilai dari status sosial serta apa yang berkaitan
dengan pluralitas (kebersamaan) ‘Ada didalam ada
bersama dengan sesama’. Sebagaimana halnya dengan
pandangan darwin dengan pemahaman agamanya yang
evolusioner, yang kemudian direhabilitasi Ernst
Heckle.
Lalu bagaimana dengan pandangan dan pemahaman serta
kiat gereja yang kepercayaannnya selalu berevolusi
seperti Darwin dan teorinya ? Gereja mengambil sikap
yang sangat tegas dan revolusioner,-menerapkan
theology Magisterium. Apa yang dimaksud dengan
Magisterium ? Binatang apakah itu ?
Ditinjau dari struktur kata-, Magisterium berasal
dari kata Latin yang berarti “guru”. Secara umum
magisterium berarti kuasa atau tugas mengajar atau
memimpin. Untuk kalangan kristen dan katolik,
magisterium merupakan salah satu bagian dari ajaran
gereja yang harus diikuti atau ditaati. Selain
magisterium, gereja juga mempunyai ‘kekayaan-kekayaan’
lain yang berupa tradisi tradisi kuni yang diajarkan
kepada umat sebagai bagian internal dari tata cara
peribadatan.
Sejak konsili Vatikan II (1962-1965) gereja katolik
berubah dalam banyak hal. Gereja gereja pembaharu
(protestan) tidak menyadarinya, dan gereja tua sendiri
(gereja katolik) kurang berminat untuk
memikirkannya,serta ummat sendiripun tidak
mengetahuinya. Mengapa ? sebab perubahan-perubahan
tersebut terjadi tanpa suara-alias diam diam, dan juga
agak lamban. Hebatnya perubahan tersebut justeru pada
kitab suci, dimana kitab kitab tersebut mendapat
tempat yang “tidak terhormat” dalam teology dan karya
Pastoral..
Secara teoritis, kitab kitab yang sucikan ini selalu
dijunjung tinggi oleh gereja, malah dipandang sebagai
dasar teology dan hidup kristen. Sebaliknya dalam
praktek hidup sehari hari. Prinsip dasar ini
diterapkan dengan caya yang berbeda-beda dan
bertentangan. Para penulis kitab ini pada abad keempat
yang hanya mengenal satu jenis teology, yaitu teology
yang berdasarkan kitab yang ditulisnya tersebut.
Keadaan ini berlanjut hingga abad pertengahan.
Teology diartikan sebagai pengetahuan akan kitab suci.
Para dosen teology disebut : magistri sacrae paginae
yang artinya guru guru kita suci. Duns Scottus
(1270-1308 ) masih menulis bahwa “teology kita masih
membicarakan apa yang tertulis dalam kitab kitab suci
dan bukan apa yang disimpulkan dari padanya.

Kata dan Kuasa mengajar Gereja.

Tetapi sesudah konsili Toronto (abad XVI)
terbentuklah sejenis teology yang sangat mengecilkan
peranan kitab kitab yang disucikan tersebut. Perubahan
perubahan ini disebabkan oleh banyak faktor. Faktor
yang terpenting adalah polemik dengan dalil dalil
protestantisme dengan tidak memperhitungkan peranan
peranan tradisi dan kuasa mengajar gereja.
Perubahan ini diperhebat lagi dengan munculnya
berbagai aliran baru, antara lain : rasionalisme,
humanisme, dan positivisme. Karena lelah akhibat
bermacam macam perdebatan, para teolog semakin merasa
aman dengan ajaran resmi gereja dengan dogma dogma dan
credo. Akhibat dari kecenderungan ini, para teolog
makin menekankan peranan gereja dengan tangan besi.
Umat paham atau tidak harus paham.
Lama kelamaan para teolog terjebak dalam suatu pola
berpikir yang sangat salah kaprah : pernyataan
pernyataan resmi gereja dipandang sebagai pegangan
utama. Sedangkan kitab kitab suci digeser pada tempat
kedua. Padahal para penulis kitab sendiri dan pemimpin
pemimpin gereja pada abad keempat sampai abad ke lima
belas, ajaran selalu ditimba dari kitab kitab yang
mereka tulis yang kemudian disucikan tersebut.
Dari permasalahan diatas ini menjadi sumber pemicu
lahirnya kekonyolan kekonyolan lain yang disebut yang
disebut dengan teology magisterium (kuasa mengajar
gereja) dengan ajaran atau ketentuan sebagai berikut:
ajaran gereja disusun dalam bentuk dalil, yang
disesuaikan dengan bobotnya masing masing. Bukti benar
atau tidaknya ajaran terbut harus ditimba dari tradisi
(terutama tradisi gereja Yunani dan Gereja Latin
“Roma”).dimana ajaran ajaran tersebut harus diperkuat
dengan alasan yang kurang rasional ‘dogmatis’
Akhibat perubahan tersebut para teolog sebagai ilmuwan
gereja tidak berperan sama sekali. Tugas mereka
diambil alih oleh magisterium untuk mengartikan wahyu,
lalu merumuskannya dalam bentuk dalil dalil sesuai
dengan kehendaknya masing masing,dan membelanya habis
habisan dari serangan kalangan lain yang dianggap
bi’dah dengan rumus rumus yang sudah jadi sekalipun
sangan tidak masuk akal.
Hal tersebut sama seperti teolog reformasi
(protestan) merekapun menyusun dalil dalil, lalu
mencari nash nash dalam kitab suci yang membenarkan
pikiran mereka untuk melawan katolik. Mentalitas
teology dalam pengertian ini menyusup kedalam semua
buku buku suci (perjanjian lama dan perjanjian Baru).
Selain itu, teology magisaterium yang bercorak
historis, kitab kitab yang disucikan tersebut, hanya
dipandang sebagai salah satu sarana wahyu karena kitab
kita tersebut tidaklah lebih dari kata kata mutiara.
Dilupakan bahwa kitab kitab sebelumnya tidaklah jatuh
dari langit. Sebagai dampaknya, para pastor semakin
giat membela iman katolik (kristen), tetapi tidak
pernah menjelaskan isi kitab yang disucikan tersebut
pada ummat gembalaannya. Mereka mencurigai orang orang
yang membaca kita suci, dianggap sebagai simpatisan
Protestantisme.
Hal ini dapat kita ketahui dari bencana yang menimpa
Pastor Pius Parch “mati ditiang gantungan” karena
mengadakan jam kitab suci disebuah paroki dekat
Wina,karena hanya gereja yang berhak menilai kitab
suci dan tafsir kitab suci tidak boleh bertentangan
dengan tafsir gereja pada umumnya karena ummat tidak
siap membaca kita suci tersebut secara langsung, oleh
karena itu pembacaan kitab suci harus dibatasi.
Gereja berdasarkan ajaran ajarannya pada tradisi
gereja, bahwa tidak semua ajaran iman dapat dijelaskan
secara tuntas, karena banyak terkait dengan revelasi
atau pewahyuan. Dan apa yang berkaitan dengan revelasi
atau pewahyuan ilahi dan apa yang berkaitan dengan
pewahyuan ilahi tentulah mempunyai seginya yang penuh
misteri, penuh rahasia, yang tidak terjangkau oleh
akal pikiran manusia.
Apakah artinya jikalau seseorang itu berteriak lantang
tentenag kebenaran Ilahi, sementara ia sendiri tidak
mengetahui dan memahaminya sama sekali ? apakah hal
ini dikatakan dengan Iman,jikalau seseorang itu
mengikuti segala sesuatu dengan takliq yang buta,tanpa
merasa perlu untuk berpikir akhibat akhibatnya ?
Fatumkah ini ?






BAB IV
PEMINJAMAN AYAT AL-QUR’AN

A. PENDAHULUAN

Meneliti sebuah` sejarah yang di anggap dan di yakini
oleh separoh penduduk bumi sebagai `sejarah profan`-
sejarah antara manusia dengan Allah, membutuhkan suatu
ketelitian dan kejelian yang ekstra ketat. Hal ini
merupakan suatu kemestian,suatu keharusan, mengingat
bahwa sejarah dalam konteks ini adalah bukan milik
sang pemenang – yang bersifat A historis.
Dalam penelitian bab ini,saya mendasarkan pada tiga
naskah utama, yaitu Naskah (Codex) Vaticanus, Naskah
(codex) Alexandrius, Naskah (codex) Sinaticus. Akan
tetapi dalam beberapa catatan tambahan, saya
menyajikan beberapa varian teks ibrani. Hal ini
terpaksa saya lakukan karena ada missing link tentang
peranan dari tokoh tokoh atau pelaku sejarah yang
bersifat historis.
Sebagian theolog berpendapat bahwa sejarah serupa
dengan semacam lingkaran yang berputar terus menerus
yang tidak disertai dengan satu tujuan yang jelas.
Pendapat tersebut memang tidak salah. Akan tetapi
seluruhnya benar kalau disadari bahwa apa yang
tercapai manusia tidak pernah menjadi tujuan akhir,
tetapi menjadi titik tolak untuk tahap tahap
selanjutnya maka harus diterima bahwa sejarah ummat
manusia sesungguhnya berupa garis lurus menuju masa
depan. Tentu saja sejarah dalam konteks ini bukanlah
sejarah milik sang pemenang.
Para penganut agama agama kuno seperti hindu,
memikirkan sejarah sebagai lingkaran. Tetapi sejarah
semacam ini bukan sejarah sebenarnya, sama seperti
sejarah pada umumnya adalah sejarah sejati,artinya
serangkaian kejadian dalam ruang dan waktu didunia
menyangkut manusia. Bedanya satu saja ; semua
kejadian manusiawi itu menyangkut keselamatan manusia.
Sejarah biasa atau profan adalah urusan manusia
sendiri. Dalam sejarah penyelamatan sakral, pelaku
utamanya adalah Allah sendiri, disamping dan bahkan
diatas manusia oleh karena itu sejarah penyelamatan
adalah sejarah Allah dan manusia.
Dalam sejarah penyelamatan khusus,sama seperti dalam
sejarah penyelamatan umum. Kebanyakan kejadiannya sama
dengan kejadian kejadian dalam sejarah biasa. Akan
tetapi ada juga sejumlah kejadian khusus yang tidak
bisa dikaitkan dengan keputusan ataupun tindakan
manusia. Lewat kejadian tersebut, Tuhan seolah olah
memberikan pernyataan tentang sejarah sambil
menegaskan bahwa sejarah tidak terbentuk oleh
keputusan dan tindakan manusia. Dalam sejarah biasa,
manusia memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan
dan bertindak. Akan tetapi apakah tindakan
memanipulasi sejarah sebagaimana yang telah disebutkan
diatas dapat dibenarkan ? tentu saja anda dan saya
akan menjawab tidak. Karena sejarah bersifat historis.
Agama perjanjian Lama dan juga agama Perjanjian Baru
adalah agama historis ; dasarnya ialah wahyu yang
diberikan Allah kepada manusia manusia tertentu,
ditempat tempat tertentu dalam keadaan keadaan
tertentu ; landasannya ialah campur tangan Allah pada
saat saat tertentu dalam perkembangan umat manusia.
Pentateuch yang menguraikan sejarah hubungan Allah
dengan dunia ini, merupakan dasar agama Yahudi dan
telah menjadi kitab suci pertamaNya ; ia telah menjadi
hukum bagiNya. Akan tetapi sangat disayangkan ……..
dalam perkembangan selanjutnya sejarah tersebut
menemui jalan buntu karena ada perubahan perubahan
yang sangat signifikan, yang mengebiri legitimasi kata
dan kuasa mengajar.

B. PERJANJIAN LAMA & SEJARAH PENYELAMATAN UMUM DAN
KHUSUS

Sebelas bab pertama kitab Kejadian, masih dapat
dipandang sebagai sejarah penyelamatan umum. Adam dan
keturunannya yang diceritakan di dalam Kitab tersebut
dipandang sebagai “Ummat manusia yang dipribadikan”.
Akan tetapi dalam tahap-tahap selanjutnya kitab
tersebut membatasi dirinya pada satu ummat saja yaitu
Israel. Jikalau demikian apakah sejarah Israel dapat
disingkapkan sebagai sejarah penyelamatan ? tidak
bisa! Adapun sejarah yang dimaksud adalah sebagai
berikut :

1850 SM – 1250 SM – Zaman para pendiri bangsa Israel.
SM – 1000 SM – Zaman Musa. Keluaran dan penaklukan
kanaan.
1000 SM – 931 SM Zaman kesatuan Israel.
931 SM – 721 SM Zaman dua kerajaan Israel. (Israel dan
Yehuda)
721 SM – 587 SM Zaman kerajaan Yehuda.
587 SM – 538 SM Zaman pembuangan Babel.
538 SM – 333 SM Zaman penjajahan Persia.
333 SM – 63 M Zaman penjajahan Yunani.
63 M – 135 M Zaman penjajahan Romawi.

Pada tahun 135 Masehi, masa penjajahan Romawi belum
berakhir. Tetapi pada tahun itulah nama kota Yerusalem
diganti dengan Aelia Capitolina, sedangkan ditempat
berdirinya bait suci Yahudi sebelumnya didirikan
sebuah kuil Romawi.
Para ahli sejarah, pada umumnya menerima kenyataan
bahwa sekitar tahun 1850 sebelum masehi seorang
bernama Abraham (Ibrahim) bersama keluarganya
meninggalkan kota Ur (di Mesopotamia Selatan –
sekarang Irak), dan berjalan menelusuri sungai Efrat
ke arah hulu. Ia tiba di kota Haran, lalu pergi ke
Syria dan akhirnya tiba di Kanaan yang sekarang
dikenal dengan nama Palestina. Di Kanaan itulah
Ibrahim menetap dan di situ pula berkembang biak
seluruh keluarganya. Salah seorang keturunannya
bernama Yusuf yang kemudian dijual oleh
saudara-saudaranya sebagai budak ke Mesir. Tetapi
Yusuf inilah yang kelak menjadi pejabat tinggi di
Mesir; pada waktu kelaparan, ia mendatangkan seluruh
keluarganya dari Kanaan agar menetap di Mesir. Dan di
Mesir ini juga seluruh keturunan Abraham termasuk
keluarga Yusuf mengalami perbudakan. Hal itu terjadi
sekitar abad ke tiga belas sebelum masehi.
Sekitar tahun 1250 SM Musa menjadi pemimpin Bani
Abraham yang di Mesir itu. Bani itu berhasil dibawanya
ke luar dari Mesir. Sesampainya di kaki gunung Sinai,
Musa mengadakan perjanjian dengan Allah yang diimani
sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.
Sejak itu sejarah dunia mengenal sebuah bangsa baru
yaitu bangsa Israel. Musa berhasil memberi hukum
kepada bangsanya itu. Selanjutnya, sekitar tahun 1200
SM, bangsa Israel berhasil memasuki tanah Kanaan serta
mulai menaklukannya.
Penaklukan itu berlangsung cukup lama, sebab
dihalang-halangi oleh bangsa Kanaan dan bangsa
Filistin yang lebih dulu mendiami negeri itu. Karena
Israel tidak terorganisasi, maka dalam keadaan darurat
mereka dipimpin oleh sejumlah pahlawan berkharisma
yang dalam kitab perjanjian Lama disebut hakim-hakim.
Diantaranya terkenal : Debora (mengalahkan bangsa
Kanaan). Ehud (mengalahkan bangsa Moab) Gideon
(mengalahkan bangsa Midian) dan Simson (mengalahkan
bangsa Filistin).
Bangsa Filistin ternyata bangsa yang sangat kuat dalam
bidang kemiliteran, sehingga orang Israel
menghadapinya dengan susah payah. Pada tahun 1050 SM,
tentara Filistin menghancurkan Silo serta merampok
Tabut Perjanjian, kebangsaan bangsa Israel. Pada tahun
1020 SM, Samuel, hakim Israel, melantik Saul sebagai
raja pertama Israel. Mula-mula Saul sangat cemerlang
sebagai Panglima, tetapi Ia kalaha total di Gilboa dan
gugur di medan perang. Sesudah itu suku-suku Israel
yang mendiami bagian selatan, mengangkat Daud sebagai
Raja yang baru.
Periode ini berlangsung kurang lebih tujuh puluh tahun
saja, selama masa pemerintahan Daud dan Salomo anak
Daud, Daud berhasil mempersatukan semua suku Israel,
termasuk suku-suku yang tidak menyukainya. Pada tahun
1010 SM Daud berhasil menaklukan kota Yerusalem, lalu
menjadikannya sebagai Ibu kota. Daud meninggal pada
tahun 970 SM. Pada tahun 966 SM, Salomo mendirikan
Bait Suci Yerusalem (Al Aqsa). Pada masa
pemerintahannya para sastrawaan berkarya dengan giat,
terutamaa mengumpulkan berbagai tradisi yang masih
terpelihara. Salomo meninggal dunia pada tahun 933,
dan tidak lama kemudian pecahlah kerajaan kesatuan
Israel. Di bagian utara terbetuklah kerajaan yang
bernama Israel dan di bagian selatan-Kerajaan Yehuda.
Kedua kerajaan ini tidak pernah rukun. Sekalipun
demikian, adakalanya kedua kerajaan itu bersatu untuk
mempertahankan perbatasan peninggalan Daud ataupun
menghadapi serangan-serangan Asyur.
Kerajaan Israel yang cukup kuat secara militer,
akhirnya dikalahkan oleh Asyur pada tahun 721 SM,
sehingga berakhirlah kerajaan itu. Kerajaan Yehuda
luput pada waktu itu. Tetapi pada tahun 587 SM
dikalahkan oleh tentara yang dipimpin oleh
Nebukadnezar. Yerusalem direbut, oelh Babel. Bait suci
yang didirikan Salomo (Al Aqsa) dihancurkan. Banyak
orang Israel dibawa ke Babel ketempat pembuangan.
Para buangan dari kerajaan Yehuda ini sungguh
beruntung. Sebab mereka sendiri, setidak-tidaknya
anak-anak mereka diizinkan pulang kembali kenegerinya.
Pemulangan anak-anak para buangan itu terwujud berkat
Koresy Raja Midia dan Persia yang pada waktu itu
menundukkan Babel. Koresy mengizinkan pula para
buangan itu membangun kembali bait suci serta
tembok-tembok kota Suci Yerusalem. Para mantan buangan
itu kembali ke Yudea dan bermukim di wilayah
Yerusalem. Mereka memang mulai membangun kembali bait
suci dan tembok sekeliling Yerusalem, tetapi diganggu
oleh orang Samaria, yaitu bangsa hasil campuran Israel
– Asyur. Di masa sulit itu, para mantan buangan (yang
sejak saat itu dinamakan Yahudi) dipimpin oleh
Zerubabel, Ezra dan Nehemia. Bait suci Al Aqsa
berhasil dibangun kembali baru pada tahun 151 SM,
sedangkan tembok kota Yerusalem pada tahun 446 SM.
Jikalau demikian, adakah suatu peristiwa penting yang
terjadi semasa penjajahan Persia ? Tampaknya tidak
ada. Setidak-tidaknya tidak diketahui. Para penguasa
Persia memberi cukup banyak kebebasan kepada bangsa
yahudi yang sejak saat itu dipimpin oleh Imam besar
dan mahkamah Agama serta mulai memperlihatkan secara
khusus tradisi suci bangsanya. Tidak terlalu lama
setelah tanah suci dikuasai oleh Alexander Agung (333
SM), penguasa Helenis/Yunani mulai memaksakan
kebudayaan-kebudayaannya kepada bangsa Yahudi.
Di mana-mana didirikan berbagai gedung kesukaan Yunan,
antara lain amfiteater dan kuil-kuil. Bahasa Yunani
menjadi bahasa pergaulan elite. Tetapi nasib bangsa
Yahudi sendiri semakin memprihatinkan. Di mana-mana
terjadi penganiayaan terhadap orang Yahudi.
Raja Antiokhus Epifanes IV (175 – 164) berbuat apa
saja supaya agama Yahudi hilang dari permukaan bumi.
Maka bangsa bangkit melawan penguasa Yunani yang amat
menyusahkan hidup mereka. Pemberontakan terhadap
penguasa Yunani dikenal dalam sejarah sebagai revolusi
para Makabe. Pemberontakan itu menghasilkan semacam
independensi bangsa Yahudi, tetapi kemerdekaan itu
berakhir lagi setelah Pompeius mengepung dan
menaklukan kota Yerusalem pada tahun 63 SM. Dan Raja
Herodes Agung I yang pandai menjilat dari penguasa
Roma, diangkat sebagai Raja orang Yahudi pada tahun 37
SM. Dan pada akhir pemerintahannya Yesus dilahirkan.
Pada tahun 70 Masehi, tentara Roma menghancurkan
Yerusalem, termasuk bait suci. Beberapa waktu kemudian
masyarakat setempat yang sempat mengungsi kembali ke
Yerusalem dan mulai kembali kegiatan keagamaannya.
Hidup mereka yang “Kristen” itu masih diwarnai dengan
pola hidup Yahudi. Kaisar Hadrianus amat membenci
Yahudi yang keras kepala dan suka memberontak itu
sehingga ia berbuat apa saja untuk meniadakannya.
Antara lain kota Yerusalem dilarang dihuni oleh orang
Yahudi. Maka sejak tahun 135, komunitas Nasrani
Yerusalem dipimpin oleh uskup-uskup Non Yahudi.
Sebagaimana di atas saya katakan bahwa sejarah Israel
tidak bisa dianggap sebagai sejarah penyelamatan umum,
karena pada awalnya ummat Israel menangkap keselamatan
sebagai suatu anugerah yang serba insani. Secara kasar
paham mereka dapat dirumuskan sebagai berikut : “Kami
akan menjadi sebuah keluarga atau marga besar, sebab
kami akan punya banyak anak di masa mendatang.
Selanjutnya mereka yakin, kami akan mempunyai tanah
negeri yang akan menjadi milik pusaka kami”. Dan dalam
tahap berikutnya, mereka berpikir “Negeri kami akan
makmur dan sejahtera”. Tetapi dengan lajunya waktu,
mereka semakin mengerti bahwa keselamatan yang
dimaksudkan Allah tidak turun atas mereka, melainkan
sebuah bangsa asing, bangsa yang tidak dikenal.

C. PEMINJAMAN AYAT-AYAT AL QUR’AN

Keselamatan sejati ialah menjalin erat hubungan dengan
Allah, bergaul denganNya. Sebab hanya Dialah
kebahagiaan yang sebenarnya. Lewat kejadian-kejadian
tersebut, Al Qur’an sibuk menyajikan berbagai tindakan
Allah sebagai gambaran bagaimana Ia menuntut sejarah
kepada tujuan yang sebenarnya lewat kejadian-kejadian
tersebut serta makna yang ditangkap di dalamnya,
menjadi semakin jelas pula keputusan dan tindakan
manusia mana yang terarah dan mana yang menyimpang.
Antitesa kitab Suci Alqur^an terhadap isi Lima kitab
ini (pentateukh) memberikan gambaran kepada kita
tentang keselamatan sejati dimana kita menjalin
hubungan yang erat dengan Allah, bergaul
denganNya.Sebab hanya Dialah kebahagian yang
sebenarnya.Lewat kejadian-kejadian tersebut,Alqur an
sibuk menyajikan berbagai tindakan Allah sebagai
gambaran bagaimana Ia menuntut sejarah kepada tujuan
yang sebenarnya lewat kejadian-kejadian tersebut serta
makna yang ditangkap di dalamnya, menjadi semakin
jelas pula keputusan dan tindakan manusia mana yang
terarah dan mana yang menyimpang.
Gereja menyadari betul persoalan ini.Sehubungan dengan
itu,gereja merasa perlu memaksakan diri untuk
bersandarkan pada tradisi-tradisi kuno dan meminjam
beberapa ayat Al Qur an untuk isi catatan kitab suci
mereka.
Sebelum kita sampai kepada pembebasan tentang
ayat-ayat Al Qur an yang di pinjam untuk isi Kitab
Perjanjian Lama,sedikit saya paparkan tentang
kronologis perjalanan Kitab Perjanjian Lama. Akan
tetapi sehubungan dengan kurangnya untuk membahas
Kitab Perjanjian Lama secara utuh, saya membatasi
diri,dengan hanya membahas kitab Pentateukh atau lima
kitab utama yang lazim di sebut orang Kitab Taurat
dalam sejarah dan perkembangannya.
Kelima buku pertama kitab ini ( Kitab Perjanjian Lama)
merupakan suatu kesatuan yang oleh orang-orang yahudi
diberi nama Hukum , Torah, yang dalam bahasa arab
menjadi Taurat. Bukti yang pasti dan pertama tentang
nama ini dapat kita jumpai dalam kata pembukaan kitab
bin Sirakh. Istilah lazim di pakai pada permulaan
tarikh Masehi.
Karena ingin mempunyai naskah-naskah yang dapat di
tangani,maka orang-orang Yahudi membagi-bagikan Kitab
yang terlalu tebal ini menjadi lima gulungan yang
hampir sama besarnya.Pembagian menyebabkan bahwa kitab
Taurat, di kalangan orang yang berbahasa Yunani,
deberi Judul : he pentatuchos (biblos), artinya
‘kitab berjilid lima, yang dalam bahasa latin disalin
dengan judul Pentateuchus (Liberal). Sedangkan orang
orang yahudi yang berbahasa Ibrahim menyebutkan juga’
seperlima kita Taurat.
Adanya pembagian atas kelima kitab ini sesudah Tarikh
Masehi terbukti oleh terjemahan Yunani Septuaginta.
Septuaginta menyebutkan jilid itu menurut isinya :
Kejadian (Yang di mulai dari asal mula dunia ),
Keluaran (Yang di mulai dari pengungsian orang-orang
Yahudi ke Mesir), Imamat (Yang memuat
peraturan-peraturan para imam dari suku Lewi),Bilangan
(Judul ini dikarenakan bilangan-bilangan yang ada
dalam bab 1-4), Ulangan (Hukum yang kedua menurut
salah satu tafsiran Yunani atas UL17;18). Nama –nama
dari terjemahan Yunani itu menjadi biasa dalam gereja.
Namun dalam bahasa Ibrani, Orang-orang Yahudi dulu dan
sampai sekarang menyebut masing-masing kitab itu
menurut kata pertamanya atau dengan kata penting
pertama yang terdapat dalam teksnya.
Kitab kejadian dapat dibaghi atas dua bagian yang
tidak sama panjangnya. Sejarah permulaan,1-11,
merupakan semacam serambi terbuka menuju sejarah
penyelamatan yang akan di ceritakan dalam seluruh
Kitab Suci.Sejarah itu di mulai dengan ceritera
tentang awal jadinya dunia dan menyangkut seluruh
ummat manusia.Dikisahkan di dalamnya penciptaan alam
semesta dan manusia,dosa pertama dan akibat-akibatnya,
lalu kemerosotan moral yang makin hari makin bertambah
besar dan yang akhirnya diberi hukuman dengan air bah.
Mulai dari Nuh, bumi mulai dihuni kembali oleh bangsa
manusia, namun daftar silsilah semakin dipersempit dan
akhirnya terpusat perhatiannya pada Abraham, Bapak
bangsa terpilih.Sejarah para bapa bangsa, 12-50,
menampilkan tokoh-tokoh leluhur bangsa Israel.Abraham
ialah seorang beriman:ketaatannya diganjar oleh Allah
dengan janji , bahwa dia sendiri akan memperoleh
keturunan dan keturunannya yang akan menempati tanah
suci, 12-1 -25:18. Yakub berwatak penipu : ia berhasil
meyingkirkan Esau,kakaknya,dengan licik memperoleh
berkat bapaknya Ishak dan dalam hal menipu melebihi
pamannya,Laban. Namun segala kepandainya itu tidak
akan berguna,seandainya Allah sendiri tidak
mengutamakan Yakub sejak di lahirkannya dari Esau dan
tidak mengulangi janji perjanjian yang dahulu
diberikan-Nya kepada Abraham, 25:19-36 :43. Dibanding
dengan Abraham dan Yakub,maka Ishak seorang tokoh yang
kurang menonjol.Riwayat hidupnya hanya diceriterakan
demi kehidupan ayahnya, Abraham dan anaknya yaitu
Yakub.Kedua belas anak Yakub adalah leluhur kedua
belas suku israel.Riwayat hidup salah seorang
diantaranya di kisahkan pada seluruh bagian terakhir
pada kitab Kejadian : bab 37-50 (kecuali bab 38 dan
49) adalah kisah Yusuf, orang berhikmat. Kisah
tersebut berbeda sifatnya dengan kisah-kisah
mendahuluinya.Tidak ada campur tangan langsung dari
Allah atau pewahyu baru. Seluruh kitab itu berupa
suatu pengajaran: kebaikan orang berhikmat mendapat
ganjaran dan penyelenggaraan Ilahi memanfaatkan
keberdosaan manusia untuk tujuan baik.
Kitab Kejadian merupakan kisah yang utuh dan lengkap,
yaitu riwayat para leluhur. Ketiga kitab berikut
merupakan kesatuan tersendiri. Dalam rangka kehidupan
Musa, diceriterakan didalamnya pembentukan umat
terpilih serta diberinya hukum sosial dan agama ummat
itu
Kitab keluaran berkisar pada dua tema pokok :
pembebasan dari Mesir, 1,1 -15:21 dan perjanjian di
gunung Sinai, 19 : 1- 40 ; 38. Dalam bagian ini , Musa
, yang digunung Allah telah menerima Wahyu nama Yahwe
, mengantar orang-orang Israel dari perbudakan di
negeri Mesir sempai ke gunung yang sama.Disana dalam
penampakan yang mendahsyatkan Allah mengikat
perjanjian dengan ummatnya serta memaklumkan
hukum-hukumNya kepadanya. Perjanjian yang baru saja
diadakan itu, dibatalkan oleh bangsa Israel dengan
menyembah lembu emas. Akan tetapi Allah mengampuni
ummatNya, Lalu membaharui perjanjian itu, Suatu
rangkaian peraturan mengatur ibadat bangsa israel di
padang gurun.
Kitab imamat yang hampir berisikan peraturan melulu,
menghentikan untuk sementara kisah
peristiwa-peristiwa. Kitab ini berisikan : Peraturan
untuk upacara korban, 1 – 7; upacara pentahbisan para
imam yang di jalani Harun serta anak-anaknya, 8 ; 10 ;
Peraturan tentang tahir dan najis, 11 – 15 , serta
upacara ibadat hari raya perdamaian, 16. Lalu menyusul
hukum kekudusan; 17 – 26 , yang memuat juga suatu
penanggalan liturgis, 23, dan berakhir dengan berkat-
berkat dan kutukan-kutukan, 26. Sebagai
tambahan-tambahan,bab 27 merumuskan syarat-syarat
tebusan bagi manusia, hewan dan barang yang di
kuduskan bagi Yahwe.
Kitab bilangan menyambung kembali tema perjalanan di
padan gurun. Keberangkatan dari gunung sinai di
dahului oleh cacah jiwa, 1-4,dan persembahan dalam
jumlan besar buat pentahbisan kemah suci , 7. sesudah
merayakan paskah untuk kedua kalinya, bangsa israel
meninggalkan gunung sinai,9 -10, dan lambat laun
mendekati kadesy. Dari situ diadakan sesuatu percobaan
memasuki negeri kanaan bagian selatan yang akhirnya
gagal, 11-14. Sesudah tinggal di kadesy selama beberap
waktu bangsa israel berangkat lagi dan diba dipadang
Moab, di seberang kita Yerikho ,20 :25. Bangsa Midian
di kalahkan dan suku-suku Gad dan Ruben menetap di
seberng Yordan, 31- 32.Sesutu daftar meringkaskan
tahap – tahap perjalanan di gurun, 33. Di tengah
cerita-cerita yang di sebut tadi dapat kita jumpai
beberapa kumpulan perundangan yang melengkapi
perundangan Sinai atau menyiapkan pendudukan Tanah
Kanaan,5-6; 8 ; 15 -19 ; 26 ; 30 ; 34 ; 36.
Kitab Ulangan mempunyai susunan khas , sebab merupakan
semacan buku undang – undang sipil dan agama , 12 ; 1
– 26 ;15, yang di sisipkan kedalam wejangan panjang
nusa, 1-11 dan 26 – 28;68. Kumpulan ini sendiri
didahului oleh wejangan Musa pertama, 1 – 4, di susul
oleh wejangan yang ke tiga , 29 -30, Lalu di lengkapi
dengan beberapa berita mengenai akhir kehidupan Musa ;
Pengangkatan Yosua , nyanyian dan berkat Musa serta
kematiannya , 31 -34. Undang- undang kitab ini
mengulangi sebagian undang yang umumkan di padang
gurun. Wejangan- wejangan yang kita jumpai dalam kitab
ini mengingatkan peristiwa-peristiwa besar di saat
keluaran, di gunung Sinai dan permulaan perebutan
tanah yang di janjikan ; Wejangan-wejangan tersebut
mengungkapkan arti religius peristiwa-peristiwa itu,
menekankan makna perundangan dan mengajak bangsa
israel supaya tetap setia kepada Allah.

D. KOMPOSISI DAN GAYA SASTRA PENTATEUKH

Setidak tidaknya sejak permulaan tairkh Masehi, Musa
dianggap sebagai penyusun kumpulan yang besar ini.
Namun tradisi yang paling tua tidak pernah
membenarkannya, bahwa Musa adalah penyusun seluruh
Pentateukh. Apabila didalam pentateukh sendiri tidak
terdapat kalimat ; ‘Musa menulis’ maka ungkapan ini
setidak tidaknya memberikan informqasi kepada kita
bahwa musa tidak pernah menulis kitab.
Penyelidikan ilmiah dan modern terhadap kitab itab
ini, menampilkan perbedaan perbedaan yang sangat
signifikan, terutama gaya bahasa. Pengulangan dan
kekacauan dalam ceritera yang menjadi penghalang buat
kita untuk memandang kumpulan ini sebagai sebuah karya
yang seluruhnya di tulis oleh seorang pengarang saja.
Sudah banyak penyelidikan yang dilakukan dengan hati
hati, para kritikus yang hidup pada akhir abad
sembilan belas, khususnya dibawa pengaruh karya karya
Graft dan Wellhausen, mencetuskan teori begini ;
Pentateukh adalah kumpulan yang terdiri dari empat
buah dokumen yang berlainan usia dan lingkungan
asalnya. Akan tetapi semua dokumen itu berasal dari
zaman sesudah Musa.
Aslinya ada dua dokumen berisikan ceritera yaiotu
Yahwista ( J ), yang mulai dari kisah penciptaan
mempergunakan nama Yahwe, yaitu nama Allah yang
diwahyukan kepada Musa, dan Elohista (E), yang
menyebut nama Allah dengan nama umum yaitu Elohim.
Dokumen Yahwista, menurut teori ini, mendapat bentuk
tertulis pada abad ke sembilan di Yehuda, sedangkan
elohista sedikit kemudian mendapat bentuknya di
Israel. Sesudah musnahnya kerajaan Utara kedua dokumen
itu dilebur jadi satu (JE). Sesudah raja Yosia, kitab
Ulangan (D) ditambahkan kepada gabungan tadi (JED).
Seusai pembuangan, kitab Hukum Para Imam (P), yang
berisi peraturan peraturan dan beberapa ceritera,
disatukan dengan kumpulan sebelumnya dan menjadi
rangka dan bingkainya (JEDP).
Teori dokumen yang klasik ini, yang juga di hubungkan
dengan suatu gagasan tentang evolusi paham paham
keagamaan bangsa Israel, kerap dipersoalkan. Dewasa
ini pun seluruh teori tersebut diatas ditolak oleh
sebagian ahli alkitab. Sejumlah ahli lain menerimanya
dengan perubahan perubahan yang cukup penting. Tidak
ada dua orang ahlipun yang seluruhnya sependapat dalam
menentukan bagian bagian pentateukh manakah yang
termasuk kedalam kedalam masing masing dokumen.
Terutama dimasa sekarang ini para ahli alkitab
sependapat, bahwa penyelidikan dari bahasa saja tidak
cukup menerangkan cara digubahnya pentateukh.
Penyelidikan bahasa itu masih perlu dilengkapi dengan
study tentang tentang bentuk sastra dan tradisi lisan
atau tertulis yang mendahului penggubahan sumber
sumber pentateukh. Masing masing dokumen, bahkan yang
paling mudapun (P), memuat unsur unsur yang sangat
tua. Kesusasteraan kuno di Timur Dekat yang ditemukan
kembali serta kemajuan ilmu arkeologi dan sejarah,
yang membuka pengetahuan baru tentang kebudayaan
kebudayaan dan bangsa bangsa yang bertetangga dengan
Israel, membuktikan, bahwa sebagian besar undang
undang atau peraturan paraturan yang terdapat dalam
pentateukh sangat serupa dengan undang undang atau
peraturan peraturan diluar kitab suci atau lebih tua
usianya daripada yang ditetapkan buat ‘dokumen
dokumen’ tadi.
Selain itu beberapa ceritera dalam kitab suci ini
mengandaikan lingkungan lain dan lebih tua daripada
lingkungan tempat dokumen dokumen itu disusun. Macam
macam tradisi dari zaman dahulu, baik hukum maupun
ceritera, terpelihara ditempat tempat suci atau turun
temurun diceriterakan oleh ahli ahli ceritera
dikalangan rakyat. Tradisi tradisi itu dikumpulkan
menjadi kumpulan kumpulan yang lebih besar, lalu
dituliskan atas desakan kalangan kalangan tertentu
atau seorang tokoh yang berperan penting.
Penggubahan penggubahan itu bukan tahap akhir.
Kumpulan tradisi tradisi ini disadur kembali, ditambah
dan akhirnya digabungkan kembali satu sama lain
menjadi pentateukh yang ada sekarang ini. Sumber
sumber tertulis dari Pentateukh merupakan tahap tahap
penting dalam perkembangan yang lama. Aliran aliran
tradisi yang lebih tua seolah olah tersimpul
didalamnya, lalu mengalir terus dan berkembang.
Banyaknya aliran tradisi tersebut merupakan kenyataan
yang menjelaskan adanya ceritera dobel, pengulangan
dan pertentangan pertentangan yang mengherankan
pembaca mulai dari halaman halaman pertama kitab
Kejadian : dua kisah mengenai penciptaan ;1 ;1- 2 : 4a
dan 2:4b – 3 :24 : ada dua silsilah kain – keni –
kenan, 4 : 17 dan seterusnya dan 5 : 12-17 : gabungan
dua kisah tentang air bah, 6 - 8. dalam riwayat bapa
bangsa , perjanjian abrahan diceriterakan sebanyak dua
kali. Kejadian 15 dan 17 : dua kali Hagar di usir ; 16
dan 21 : ada tiga ceritera tentang nasib malang isteri
seorang bapa bangsa di negeri asing, 12 : 10 – 20 ; 20
; 26; 1-11; gabungan dua ceritera tentang Yusuf dan
saudara saudaranya, yang terdapat dalam bab bab
terakhir kitab kejadian. Terdapat pula dua kisah
tentang panggilan Musa, Keluaran 3; 1- 4 : 17 dan 6 ;
2 – 7;7, dua muzizat air Meriba, Keluaran 17 ; 1—7 dan
Bilangan 20 ; 1—13 ; dua teks dekalog, keluaran 20 ; 1
– 17 dan ulangan 5 : 6—21 ; empat penanggalan
liturgis, keluaran 23 ; 14 – 19 ; 34 ; 18 –23 ; Imamat
23 ; Ulangan 16 ; 1 – 16
Dapat dikemukakan banyak contoh lagi . berdasarkan
kesamaan bahasa, gaya bahasa dan gagasan gagasan,
bagian bagian tertentu dari pentateukh dapat
kelompokkan, sehingga tampilan kesatuan kesatuan
(ceritera dan hukum) yang berbeda satu sama lain yang
I.K. utuh lengkap.
Dari permasalahan diatas ini kalau kita telusuri
lebih jauh dan mendalam, kita akan mendapatkan empat
aliran tradisi. Adpun empat aliran tradisi yang
dimaksud adalah sebagai berikut : Tradisi Yahwista .
tradisi Yahwista disebut demikian karena mulai
penciptaan menggunakan nama Allah yang khusus yaitu
Yahwe, mempunyai gaya bahasa yang hidup dan warna
warni ; melalui bahasa penu gambar dan berkat bakat
berceritera yang mengagumkan, tradisi ini menjawab
secara mendalam pertanyaan pertanyaan serius yang
timbul dalam hati setiap manusia ; ungkapan ungkapan
manusiawi yang dipakainya dalam rceritera tentang
Allah, menyembunyikan suatu rasa keagamaan yang bemutu
tinggi.
Sebagai pengantar kedalam sejarah leluhur Israel,
disajikannya sebuah ringkasan sejarah ummat manusia
sejak penciptaan pasangan manusia pertama. Tradisi ini
berasal dari Yehuda dan barangkali bagianya yang
terpenting tercatat dizaman pemerintahan raja Salomo.
Dalam kumpulan teks termasuk tradisi ini,sering kita
menemukan sebuah tradisi sejalan, yang asal usulnya
sama juga, tetapi memantulkan gagasan gagasan yang
yang kadang kala lebih kuno dan kadang kadang berbeda
beda dengan yang lazim dalam Yahwista : kepada tradisi
itu diberi tanda Y 1 (Yahwista yang permanen) atau L
(sebab berasal dari kalangan umat awam) atau N (sebab
berasal dari suku suku badui). Pembedaan ini tampaknya
dapat dibenarkan namun sukar menentukan,apakah disini
terdapat suatu tradisi yang berdiri sendiri ataukah
hanya beberapa unsur saja yang diambil alih oleh
tradisi Yahwista dengan mengindahkan corak aslinya.
Tradisi elohista. Ciri khas lahiriahnya ialah
penggunaan nama umum bagi Allah (Elohim), berbeda
dengan tradisi Yahista, karena gaya bahasanya lebih
sederhana dan juga kurang menarik,lagi pula dalam hal
kesusilaan lebih banyak tuntutannya dan karena
usahanya mempertahankan jarak yang memisahkan manusia
dengan Allah. Dalam tradisi ini tidak terdapat
ceritera cerutera asal mulanya dunia ; dimulai dari
Abraham. Barangkali tradisi ini lebih muda daripada
tradisi Yahwista dan biasanya dikatakan berasal dari
suku suku utara. Beberapa ahli Alkitab tidak
menyetujui adanya tradisi Elohista terpisah. Mereka
menganggap hipotesa tentang pelengkapan, penyempurnaan
atau penyaduran yang diadakan terhadap karya Yahwista
sebagai hipotesa yang sudah cukup memuaskan. Tetapi
teori tentang adanya suatu tradisi dan penulisan
tradisi E, yang mula mula berdiri sendiri, tidak hanya
didukung oleh ciri ciri khas pada gaya bahasa dan
ajaran tetapi juga oleh perbedaan dengan J dalam asal
usulnya. Teori ini didukung pula oleh kenyataan, bahwa
awal dari Abraham sampai dengan ceritera ceritera
tentang wafatnya Musa, kisah E yang sejalan dengan
kisah J cukup lengkap tetapi berbeda dengan J.
Maka suatu hal penting yang perlu diperhatikan,
kendati corak corak yang membeda bedakannya, namun
ceritera ceritera Yahwista dan Elohista pada
hakikatnya megisahkan sejarah yang sama. Kedua tradisi
ini mempunyai titik pangkal yang sama. Suku suku
Israel di utara dan di selatan mempunya tradisi yang
sama. Tradisi itu menertibkan kenangan kenangan bangsa
Israel dalam hal sejarahnya ialah urutan ketiga bapa
bangsa yakni abraham,Ishak dan Yakub, keluaran dari
mesir yang digabungkan dengan penampakan Allah
digunung Sinai, pengikatan perjanjian di gungung sinai
yang dihubungkan dengan pendudukan trans Yordania,
yang menjadi tahap akhir sebelum direbutnya tanah
terjanji. Tradisi bersama ini mulai terbentuk secara
lisan dan mungkin juga secara tertulis sejak zaman
para hakim. Sejak Israel mulai menjadi suatu bangsa.
Tradisi Yahwista maupun Elohista memuat hanya sedikit
teks berupa hukum ; yang paling berarti ialah kitab
hukum perjanjian yang akan dibicarakan nanti. Padahal,
sebaliknya, hukum hukum merupakan suatu urat nadi
tradisi Para Imam. Hukum hukum itu khususnya mengenai
bait suci, korban korban dan hari raya, pribadi dan
tugas Harun serta keturunannya. Tetapi disamping
bagian bagian yang berisikan hukum atau yang mengenai
lembaga lembaga keagamaan itu, tradisi Para Imam
memuat juga ceritera. Ceritera ceritera itu khusunya
menjadi terperinci manakala dapat mengungkapkan
perhatian khusus yang diberikan oleh tradisi para Imam
kepada hukum dan ibadat
Tradisi Para Imam. Tradisi ini menggemari angka angka
dan silsilah silsilah. Karena perbendaharaan kata yang
khas dan gaya bahasanya yang abstrak, tradisi ini
mudah dikenal. Inilah tradisi para imam bait suci di
Yerusalem. Walaupun didalamna terpelihara macam macam
unsur kuno,namun tradisi ini baru terwujud dimasa
pembuangan Israel dan baru umum diterima dan mulai
beredar setelah Israel kembali dari pembuangan.
Didalamnya dibedakan beberapa lapisan atau tahap
penggubahan. Selebihnya sulit di tentukan, apabila
tradisi ini pernah berdiri sendiri sebagai sebuah
karya tertulis. Agaknya lebih mungkin, bahwa seseorang
atau beberapa orang yang mewakili tradisi para imam di
yerusalem itu memungut bahannya dari tradisi tradisi
yang sudah ada lalu mengubah dan menerbitkan
pentateukh seperti yang ada sekarang.
Dalam kitab kejadian garis garis ketiga tradisi
tersebut, yakni Yahwista, elohista dan para Imam
agaknya mudah untuk ditelusuri. Sehabis kitab kejadian
tradisi para imam gampang saja dipisahkan dari kedua
tradisi lain, terutama dalam bagian terakhir kitab
keluaran, seluruh kitab immamat dan bagian bagian
besar kitab bilangan. Tetapi sehubungan dengan bahan
lain dalam ketiga kitab itu sukar ditentukan mana
termasuk tradisi Yahwista dan mana termasuk tradisi
elohista. Sehabis kitab Bilangan, ketiga tradisi
tersebut menghilang sama sekali sampai muncul kembali
dalam Bab 31 dan 34 dari kitab Ulangan. Ketiga
tradisi tersbut diganti dengan tradisi lain yakni
tradisi Ulangan (D).
Tradisi ini dapat dikenal melalui bahasa yang khas,
yaitu bahasa berlebih-lebihan dan berupa seni
berpidato, dimana sering berulang ungkapan ungkapan
yang sama ; dapat dikenal juga melalui ajaran yang
terus menerus ditegaskan kembali, yaitu bahwa dari
antara segala bangsa, Allah telah berkenan memilih
Israel sebagai ummatnya. Tetapi pilihan itu dan
perjanjian yang telah mengukuhkannya bersyarat
kesetiaan Israel kepada hukum Allahnya dan kepada
ibadat resmi yang harus diadakan bagi-Nya dalam satu
bait suci saja.
Kitab Ulangan merupakan tahap terakhir sebuah tradisi
yang berdekatan dengan tradisi Elohista dan dengan
gerakan para Nabi. Tetapi suara tradisi D itu sudah
terdengar dalam beberapa bagian dari kitab suci yang
agak tua. Bagian inti kitab Ulangan memuat adat
istiadat kerajaan utara yang oleh orang-orang Lewi
dibawa ke Yehuda sesudah kerajaan Samaria itu disimpan
dalam bait suci Yerusalem. Di zaman raja Yosia
ditemukan kembali lalu diumumkan untuk mendukung
pembaharuan agama di Yehuda. Kitab itu diterbitkan
kembali (dengan tambahan dan pengurangan serta
saduran) pada awal masa pembuangan.
Berpangkal pada kumpulan-kumpulan tradisi yang
berbeda-beda itu, kitab Pentateukh di ubah secara
perlahan-lahan. Tetapi sukar untuk menetukan waktunya
tiap tiap tahap dari perubahan tersebut dikerjakan.
Tradisi Yahwista dan Elohista digabung di Yehuda.
Mungkin dimasa pemerintahan Hizkia, sebab berdasarkan
Amsal 25 : 1, dizaman itu karya karya sastra kuno
dikumpulkan.
Hubungan antara Pentateukh dengan kitab kitab Alkitab
menjadi penyebab timbulnya pertentangan. Sudah lama
ahli kitab suci berbicara tentang ‘Heksateukh’, yaitu
tentang sebuah kitab yang berjilid enam, mencakup
kitab Yosua dan bagian pertama kitab Hakim Hakim.
Mereka menemukan didalamnya lanjutan ketiga sumber
Pentateukh, yakni J,E dan P. Mereka menekankan, bahwa
tema janji yang begitu sering muncul dalam ceritera
ceritera yang mengisahkan pula pelaksanaan janji janji
tersebut, ialah perebutan Tanah terjanji.
Menurut pendapat mereka, kitab Yosua baru kemudian
dipisahkan dari kesatuan itu, lalu menjadi kitab
pertama dari kitab-kitab sejarah. Sebaliknya,
pengarang pengarang kitab suci ini baru berbicara
mengenai ‘tetrateukh’, yakni tentang kitab yang
berjilid empat, yang tidak mencakup kitab Ulangan.
Menurut mereka, kitab Ulangan awalnya dipakai sebagai
pendahuluan sebuah kitab sejarah yang berlangsung
sampai dengan akhir masa pra raja (karena kitab
sejarah itu diistilahkan sebagai kitab sejarah
ulangan).
Kemudian kitab ulangan itu dipisahkan dari kitab
sejarah tersebut, waktu orang ingin mengumpulkan
didalam satu karya --- yaitu pentateukh --- segala
sesuatu yang menyangkut diri musa serta ajarannya.
Pendapat kedua inilah yang dalam terbitan kitab suci
dituruti dalam kata pengantar bagi masing masing kitab
sejarah dan diandalkan dalam beberapa catatan,
walaupun disana sini pendapat itu di ubah.
Sudah jelaslah kiranya, bahwa ketidakpastian yang sama
menyangkut sejumblah besar persoalan yang ditimbulkan
oleh caranya pentateukh digubah. Memang kitab itu
digubah selama sekurang kurangnya enam abad dan ia
mencerminkan perubahan perubahan yang dialami hidup
kebangsaan dan keagamaan Israel. Namun kendati pasang
surut yang dialaminya itu, perkembangan pentateukh
pada pokoknya heterogen.
Sudah dikatakan diatas, bahwa tradisi tradisi yang
berupa ceritera berasal dari zaman terbentuknya
bangsa Israel dengan memperhatikan seperlunya
perbedaan, maka hal yang sangat boleh dikatakan
tentang bagian bagian pentateukh yang berisikan hukum.
Bagian bagian itu memuat hukum sipil dan agama yang
berkembang bersama dengan masyarakat yang dipimpin
olehnya,tetapi asal usul hukum itu tercampur dengan
asal usul bangsa itu sendiri.
Ada kontinuitas dalam perkembangan dan kontinuitas itu
mempunyai dasar keagamaan : iman akan Yahwe itu
dibayangi oleh pribadi Musa. Dialah pangkal hidup
keagamaan bangsanya dan diapun sebagai yang pertama
yang memberi hukum dan undang undang kepada bangsanya.

Tradisi tradisi sebelumnya yang terarah kepada Musa
dan kenangan akan kejadian kejadian yang dipimpin
olehnya,akhirnya menjadi kisah sejarah terbentuknya
bangsa Israel. Untuk seterusnya agama Musa lah yang
menentukan kepercayaan dan adat istiadat keagamaan
Israel. Sebab hukum Musa tetap menjadi pedoman bangsa
itu. Penyesuaian penyesuaian yang dituntut oleh
perubahan perubahan zaman diadakan menuntut jiwa dan
semangat Musa dan ditempatkan dibawa kewibawaannya.
Tidaklah penting, bahwa kita tidak dapat dengan pasti
menetukan sebagian dari pentateukh sebagai karya Musa
sendiri, sebab dialah yang menjadi tokoh utama bagi
seluruh kitab itu. Oleh karena itu tidak berlebihan
gereja mengatakan tradisi Yahudi sebagai kitab Taurat
Musa.

E. CERITERA CERITERA DAN SEJARAH

Tidaklah bijaksana jikau daripada tradisi tradisi yang
merupakan pusaka yang hidup bagi suatu bangsa dan yang
membangun rasa persatuannya dan melandaskan
kepercayaannya, akan kita tuntut apa yang dapat di
tuntut daripada ahli ilmu sejarah dalam arti moderen.
Namun tidaklah adil menyangkal adanya kebenaran
didalamnya hanya karena tidak adanya norma norma ilmu
sejarah modern.
Sebelas bab pertama kitab kejadian perlu diperhatikan
secara tersendiri. Secara populer di ceritakan
didalamnya awal mula bangsa manusia: dengan gaya
bahasa yang sederhana dan penuh gambar, yang sesuai
dengan mentalitas, bangsa yang kurang beradab,
diungkapkannyalah kebenaran-kebenaran pokok yang
menjadi pangkal seluruh tata keselamatan, yaitu: Allah
menciptakan dunia pada awal mula: Allah terlibat
langsung dalam penciptaan pria dan wanita: persatuan
bangsa manusia: dosa leluhur pertama: kemerosotan dan
hukum turun temurun yang di jatuhkan kepadanya. Akan
tetapi kebenaran-kebenaran ini yang menyangkut dogma
dan diperkuat kewibawaan kitab suci, sekaligus
merupakan fakta. Apaila kebenaran-kebenaran ini memang
pasti maka didalamnya diandaikan fakta-fakta riil,
walaupun kita tidak mampu menentukan dengan tepat hal
ikhwalnya, sebab terselubung dalam bungkusan mitos
yang di pakaikan kepadanya sesuai dengan mentalitas
masa dan lingkungan yang bersangkutan.
Sejarah para Bapak Bangsa adalah sejarah keluarga: di
kumpulkan di dalamnya kenangan-kenangan yang masih
terpelihara mengenai para leluhur, yaitu Abraham,
Ishak ,Yakub dan Yusuf. Sejarah itu bersifat populer:
ia gemar akan peristiwa-peristiwa bapak-bapak bangsa
dan di ceritakan memakai daya khayal yang
menyegarkan. Tidak ada usaha sedikitpun untuk
menghubungkan cerita-cerita itu dengan sejarah umum.
Selebihnya sejarah itu sejarah ke agamaan: segala
kejadian yang menentukan, di sertai campur tangan
Allah , sehingga tampaknya sebagai sejarah yang di
atur oleh penyelengaraan illahi.
Pendekatan ini secara teologis memang tepat, tetapi
tidak peduli akan pengaruh sebab-sebab di luar Allah.
Lagi pula semua peristiwa di kemukakan, di jelaskan
dan di kumpulkan untuk membuktikan semua kebenaran
suatu agama , yaitu : ada satu Allah yang membentuk
satu umat dan yang memberikan kepadanya satu negeri.
Allah itu ialah Yahwe, umat itu tidak lain Israel dan
negeri itu adalah tanah suci. Akan tetapi
cerita-cerita itu adalah sejarah, sejauh dengan
caranya sendiri mengisahkan peristiwa-peristiwa riil
dan sejauh memberi gambaran tepat mengenai asal usul
mengenai pengembaran leluhur Israel, mengenai
ikatan–ikatan geografis dan etnis serta mengenai
kelakuan moril dan religius mereka.
Tugas ahli ilmu sejarah moderen ialah membandingkan
berita-berita kitab suci dengan fakta-fakta sejarah
umum. Dengan sikap hati-hati yang di karenakan
kurangnya petunjuk-petunjuk kitab suci serta
ketidakpastian kronologis kejadian-kejadian yang
tidak termasuk kitab suci, dapat di katakan: Abrahan
hidup di negeri Kanaan sekitar tahun 1850 SM: Yusuf
mencapai kedudukan dan menjalankan tugasnya di Mesir
tidak lama sehabis tahun 1700 SM: pada waktu yang
sama`anak-anak Yakub` lainnya bergabung dengannya.
Untuk menentukan waktu Keluaran tidak dapat kita
percayai petunjuk –petunjuk yang terdapat dalam 1 R.
j 6 : 1 dan Hak 11 : 26 , sebab petunjuk-petunjuk
tersebut di masukan kemudian dan bersal dari
perhitungan yang dibuat-buat. Walaupun demikian, kitab
suci memberi satu petunjuk yang pasti : menurut teks
kuno Kel 1: 11, orang –orang Ibrani ikut membangun
kota-kota Bandar (perniagaan) Piton dan Raamses. Maka
peristiwa keluaran terjadi sesudah Fira`un Ramses II
yang mendirikan kota Ramses itu naik tahta.
Karya-karya besar itu di mulai pada awal
pemerintahannya dan mungkin sekali kelompok di bawah
pimpinan Musa meninggalkan Mesir di pertengahan
pertama atau sekitar pertengahan pemerintahannya yang
amat lama (1290-1224) SM, katakanlah di sekitar tahun
1250 SM atau sedikit sebelumnya. Apabila kita
perhatikan tradisi kitab suci mengenai perjalanan
Israel di padang gurun yang berlangsung selama masa
kehidupan satu generasi, maka pendudukan daerah di
seberang Yordan terjadi kurang lebih pada tahun 1225
SM. Tahun tersebut cocok dengan keterangan-keterangan
dari ilmu sejarah umum tentang tempat kediaman para
Fira`un dari wangsa XIX di Delta sungai Nil, tentang
menurunnya kuasa negara Mesir di Syiria – Palestina
pada akhir pemerintahan Ramses II, dan tentang
kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada abad ke XIII SM
yang timbul di seluruh wilayah Timur Dekat.
Tahun-tahun tersebut sesuai dengan petunjuk –petunjuk
arkeologis mengenai awal jaman besi yang bersamaan
waktunya dengan menetapnya orang-orang Israel di
Kanaan.

AYAT AYAT YANG DIPINJAM

Peminjaman ayat –ayat Al Qur`an untuk isi catatan perjanjian Lama, bermula dari penyusunan ulang kitab
perjanjian Lama. Kitab perjanjian Lama, awalnya di tulis oleh Tatianus pada tahun 150 M berdasarkan hasil penemuan fragmen ajaran Yahudi di Duro Europos.
Akan tetapi kitab yang`pernah` di tulis Tatianus ini tida di terima oleh Gereja-gereja Timur dan Gereja-gereja Barat.

Pada tahun 201 M, Bapa Gereja Origenes dan Theodotus menyusun dan merevisi kembali kitab yang di tulis oleh Tatianus tersebut.

Awalnya penyusunan kitab oleh Tatianus terdiri dari teks marosit, naskah Ibrani yang memakai huruf Yunani yang terdiri atas enam kolom paralel.

Hexapla yang memakai huruf aquila, septuaginta dan Theodotion yang terdiri dari tiga kolom paralel.

Semua kolom tersebut di gabung menjadi sembilan kolom. Penggabungan kolom tersebut berdasarkan pada kesepakatan bersama sembilan gereja,

sekalipun kitab tersebut tidak bisa di pakai oleh gereja-gereka tersebut.

Menurut Origenes dan Theodotus yang menulis ulang kitab ini(Perjanjian Lama), naskah kuno kitab-kitab yang di bawa dari Palestina musnah sewaktu
Nero berkuasa,
kemungkinan terbakar sewaktu Nero membakar kota Roma. Hal tersebut di benarkan oleh beberapa sejarawan gereja seperti Felix ( Uskup Urgel).

Pada tahun 382 M, Paus Damascus memerintahkan Hyeronimus untuk mengedit ulang karya Bapa-bapa gereja tersebut yang kemudian hasil editannya ini di kenal dengan nama Vulgata.

Menurut Hyeronimus yang mengedit kitab ini: Karya agung Bapak gereja ` Origenes dan Theodotus` tidak berpegang pada tradisi Theologi Antiochia.

Dan banyak sekali kekurangannya. Karya yang di edit ulang ini di kenal dengan nama Hexapla. Ironisnya, hasil editing dari Hyeronimus juga di tolak oleh gereja.

Terutama pada waktu konsili di kota Chalcedon atas undangan Kaisar Marcianus pada tahun 451 M, dan lebih ironisnya lagi, adalah kitab `baru` (Perjanjian Baru) sudah beredar luas dan di pakai oleh gereja, baik gereja-gereja di timur maupun gereja-gereja di barat.

Musibah-musibah terbesar terjadi pada tahun 1182, di mana pada waktu itu Paus Gregorius XII
memerintahkan Anibra untuk mengedit ulang karya agung bapak gereja `Hyeronimus` tersebut dengan memasukan ayat-ayat Al Qur`an, terutama ayat-ayat yang berhubungan dengan gambaran esktologis dalam ilmu Theologi Anthiocia .

Hasil dari `tambal sulam` Bapa-bapa gereja ini kemudian di terima secara resmi oleh gereja pada tanggal 13 Desember 1545 M.

Sehubungan dengan banyaknya ayat yang dipinjam untuk
isi kitab perjanjian lama yang harus ditulis dan
menghabiskan lembaran kertas, maka dalam kesempatan
ini saya hanya memaparkan tujuh ayat yang mengandung
gambaran eskatologis yang dipinjam untuk isi catatan
perjanjian Lama. Adapun ayat ayat yang dipinjam untuk
isi kitab Perjanjian Lama adalah sebagai berikut :

Ø Malam kemuliaan lebih baik dari seribu bulan (Al
Qadr 97 : 3).
Ø Sebab lebih baik satu hari dipelataran-Mu dari pada
seribu hari ditempat lain (Mzm 84:11).
Ø Tunjukkan kami jalan yang lurus (Al Fatihah 1:6).
Ø Tunjukkan jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, dan tuntunlah
aku dijalan yang rata (Mzm 27:11).
Ø Dan sungguh telah kami tulis di dalam Zabur, sesudah
(kami) tulis dalam Lauhul Mafuzh, bahwasanya bumi ini
dipusakai oleh hamba-hamba-Ku yang sholeh (Al-Anbyaa
21:105).
Ø Orang-orang benar akan mewarisi negeri dan tinggal
disana senantiasa (Mzm 37:29).
Ø Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit
untuk kamu sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya
(menyuburkan) tumbuh-tumbuhan yang pada (tempat
tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia
menumbuhkan bagi kamu air hujan itu tanam-tanaman :
Zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan.
Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. Dan dia
menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu)
dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahaminya. Dan dia menancapkan gunung-gunung di
bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu. (dan
dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar
kamu mendapat petunjuk dan (dia ciptakan) tanda-tanda
(petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah
mereka mendapat (petunjuk jalan) (An-Nahl
16:12,15-16).
Ø Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah,
mengalir diantara gunung ….. Engkau yang menumbuhkan
rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan
manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah
…….. Engkau yang telah membuat bulan menjadi petunjuk
waktu, matahari yang tahu akan saatnya terbenam.
Apabila engkau mendatangkan gelap, maka haripun
malamlah, ketika itulah bergerak binatang hutan. Mzm
104 ; 10,14,19,20.
Ø ………. Mereka mempunyai hati tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dpergunakan
untuk mendengar (Ayat-ayat Allah) Al-A’raaf 7;179).
Ø Dengarkanlah ini, hai bangsa yang tolol, yang tidak
mempunyai fikiran, yang mempunyai mata, tetapi tidak
melihat, yang mempunyai telinga tetapi tidak mendengar
(Yeremiah 5:21).
Ø Dia yang awal dan yang akhir, yang zahir dan yang
bathin, dan Dia yang maha mengetahui segala sesuatu.
Al Hadid 57;3.
Ø …… “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang
terkemudian, tidak ada Allah selain dari pada-Ku
(Yesaya 44:6).

Ayat kitab suci Al Qur’an dan kitab Perjanjian Lama
yang dipaparkan di atas ini, sebelumnya tidak ada
dalam kitab Hexapla, Vulgata yang beredar pada abad
pertengahan. Ayat ini mulai ditemukan sesudah revisi
total kitab Perjanjian Lama yang dilakukan oleh Anibra
atas perintah Paus Gregorius XII pada tahun 1182 M,
yang kemudian mulai dipergunakan secara resmi oleh
Gereja-gereja Timur yaitu Ortodoks Oriental dan
Ortodoks Timur pada tanggal 13 Desember 1545 M,
sesudah Kitab Suci Al Qur’an beredar secara luas .


G.PENUTUP


Agama Perjanjian Lama adalah agama historis :
dasarnya ialah wahyu yang diberikan Allah kepada
manusia manusia tertentu ditempat-tempat tertentu
dalam keadaan keadaan tertentu, landasannya ialah
campur tangan Allah pada saat saat tertentu dalam
perkembangan umat manusia. Pentateukh yang menguraikan
sejarah hubungan Allah dengan sejarah itu adalah
merupakan dasar agama Yahudi.
Orang orang Israel menemukan didalamnya keterangan
tentang tujuan hidupnya. Bukan hanya dibagian pertama
kitab kejadian dapat dijumpai olehnya jawaban jawaban
atas pertanyaan pertanyaan yanjg bercokol dalam hati
setiap manusia tentang dunia dan kehidupan,
penderitaan dan kematian, melainkan dijumpainya pula
jawaban atas persoalah yang khusus, persoalan israel,
yaitu : mengapa Yahwe yang esa adalah Allah Israel,
mengapa Israel adalah Umatnya yang terpilih.
Jawabannya adalah sebab Israel telah menerima janji
karena Pentateukh adalah kitab janji : kepada Adam dan
Hawa, sesudah jatuhnya kedalam dosa, diberitakan
keselamatan yang akan datang : kepada Nuh, sehabis air
bah, diberi jaminan akan datangnya ‘orde baru’ didunia
khususnya janji itu diberikan kepada Abraham. Sebab
Yahwelah yang telah memanggil Abraham. Panggilan itu
menjadi pralambang terpilihnya Israel
Janji serta pilihan itu terjamin dalam perjanjian.
Pentateukh adalah kitab pelbagai perjanjian. Ada
perjanjian yang, walau tersembunyi, sudah diadakan
oleh Allah dengan Adam : lalu perjanjian tersebut
menjadi kentara dengan perjanjian dengan Nuh.
Perjanjian itu bukannya sebuah kontrak antara pihak
pihak yang sama derajatnya, sebab Allah tidak
membutuhkannya dan justeru dialah yang
memprakarsainya.
Tema tema : janji, pilihan, merupakan benang mas yang
yang bersilang silang dalam kitab Pentateukh
disepanjang kitab kitab pentateukh yang dapat kita
jumpai didalam seluruh perjanjian Lama. Sebab
Pentateukh adalah sebuah Karya yang belum selesai atau
tertutup : ia mengemukakan janji tetapi ia tidak
berbicara tentang pelaksanaannya.
Keadaan demikian berlangsung sangat lama, sampai
kedatangan Muhammad SAW yang menjadi tongkat pembatas
: kepada Umat Muhammad SAW tertuju sejarah keselamatan
itu : Ia memberi arti yang sebenarnya. Al qur’an
membuka dan menguraikan segala rahasia, terutama dalam
surah Al-Ikhlas ayat 1-- 6, yang memberikan gambaran
eskatologis untuk menjaga janji janji : peranannya
dapat dibandingkan dengan seorang pendidik yang
mengantar kepada Muhammad SAW, pemenuhan janji janji
tersebut.

BAB IV
PILAR GEREJA

A. PENDAHULUAN

Pada umumnya kita dapat berbicara mengenai empat pilar
gereja (Katekismus). Keempat pilar ini sama tuanya
dengan katekismus itu sendiri. Yang pertama, mereka
mengikuti prosedur sebagaimana menjadi orang
“Kristen”, sebagaimana ketentuan ini berlaku dalam
gereja Kuno dan masih berlaku sampai sekarang. Kalau
orang dewasa minta dibaptis, pilar yang pertama adalah
“Credo” (Aku percaya – Syahadat dua belas Rasul). Ini
adalah dasar basis kehidupan bagi semua orang Kristen.
Dalam gereja kuno, sebelum pendidikan awal katakumen,
persiapan pembaptisan, mereka menerima credo oleh
karena itu, katekismu yang paling pertama adalah
syahadat dua belas rasul (Aku percaya) yang awalnya
disusun oleh Kaesarius dari Arles yang menjadi
pengakuan iman Oikumenis yang diterima oleh seluruh
Gereja Kristen di dunia. Menurut tradisi, pengakuan
ini disusun oleh dua belas rasul Yesus. Masing-masing
mereka menyumbang satu pasal. Namun hal tersebut
hanyalah dongeng dan tidak berdasar sama sekali.
Karena bentuk yang lengkap dari pengakuan ini baru
muncul pada tahun 700 (tujuh ratus), sekalipun
beberapa bagian dari pasal ini ditemukan pada
permulaan abad ketiga.
Pengakuan ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama
memuat ajaran tentang Allah Bapa dan pertama memuat
ajaran tentang Allah Bapa dan penciptaan. Bagian kedua
memuat ajaran tentang Yesus dan karya penebusannya dan
bagian ketiga memuat ajaran tentang Roh Kudus dan
pekerjaannya. Pada akhir abad keenam dan awal abad
ketujuh pengakuan ini diterima sebagai bagian dari
litungi dalam gereja barat (Greco – Latin) Anthiocia
dan Gereja Roma. Gereja Reformatoris menerima
pengakuan ini setelah ditambahkan pengakuan iman yang
mereka miliki dan dipergunakan dalam ibadah-ibadah
mereka. Selengkapnya pengakuan iman tersebut adalah
sebagai berikut :
Aku percaya kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa,
pencipta langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus,
puteranya yang tunggal Tuhan kita, yang dikandung dari
Roh kudus, dilahirkan oleh perawan Maria, yang
menderita sengsara dalam masa pemerintahan Pontius
Pilatus, disalibkan wafat dan dimakamkan, yang turun
ke alam maut. Pada hari ketiga bangkit dari antara
orang mati, yang naik ke Sorga duduk di sebelah kanan
Allah Bapa Yang Maha Kuasa. Dan akan datang dari sana
untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku
percaya akan roh kudus, persekutuan para kudus,
pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal
amin.
Selanjutnya dalam gereja kuno, selama persiapan
pembaptisan, orang diajarkan sepuluh perintah Allah,
bagaimana hidup sebagai orang Kristen. Sesudah itu
mereka menerima do’a bapa kami yang selengkapnya do’a
tersebut adalah sebagai berikut :
Bapa kami yang ada di dalam Sorga. Dimuliakanlah
nama-Mu. Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu di
atas bumi seperti di dalam Sorga. Berilah kami rezeki
pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami seperti
kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan
janganlah masukan kami ke dalam percobaan, tetapi
bebaskan kami dari yang jahat amen .
Ketiga pilar ini; Aku percaya (Syahadat dua belas
rasul), sepuluh perintah Allah dan doa bapa kami
membentuk pendahuluan atau inroduksi ke dalam iman
Kristen sebagaimana diberikan dalam masa puasa bagi
katakumen. Dan kemudian sesudah dibaptis, waktu
paskah, orang-orang yang baru dipermandikan itu
menerima inisiasi ke dalam sakramen-sakramen.
Katekismus gereja Katolik mengikuti empat pembagian
atau divisi karena model umum atau pola untuk
katekismus ini adalah prosedur langsung dan prosedur
unik dalam tradisi Katolik, yaitu katekismus konsili
Terente yang diterbitkan pada tahun 1566 oleh Paus
Pius V. Katekismus ini dibagi atas empat bagian.
Bagian yang paling pertama adalah Aku Percaya (Credo).
Bagian kedua adalah sakramen-sakramen, bagian ketiga;
sepuluh perintah Allah dan bagian yang keempat adalah
doa Bapa Kami.
Sehubungan dengan kurangnya ruang untuk membahas
keempat materi katekismus (Pilar Gereja) sebagaimana
yang telah disebutkan di atas, dalam kesempatan ini
saya membahas : Credo dan sakramen-sakramen.

B. CREDO

Ada sebuah pepatah termasyur dalam Konsil Vatikan II,
yang melahirkan banyak perdebatan dalam mempersiapkan
penyusunan katekismus tersebut. Ada semacam apa yang
disebut dengan hirarki kebenaran. Ada
kebenaran-kebenaran hakiki dari iman dan
kebenaran-kebenaran lain yang bersifat sekunder.
Kebenaran-kebenaran sekunder tidak memiliki
nilai-nilai lebih kecil.
Kebenaran hakiki ini ada dua bagian; Misteri Allah
Esa, Bapa, Putera dan Roh Kudus-misteri Tritunggal dan
misteri Yesus Tuhan. Allah benar demikian juga
manusia. Di sekitar dua pusat ini misteri hakiki
dikelompokkan kedalam semua kebenaran iman.
Dalam persepsi gereja, hal tersebut mudah dipahami
lantaran credo sendiri sudah memperlihatkan
keteraturan; “Aku percaya akan Roh Kudus”, misalnya
menuntun mereka kepada semua karya Illahi sepanjang
sejarah keselamatan.
Dalam katekismus gereja memperlihatkan tentang
gambaran kejatuhan malaikat, ajaran para malaikat yang
jatuh, mengenai dosa asal, sebagai landasan pertama
mengapa Tuhan mengutus Puteranya yang Tunggal untuk
menebus sebagai penebus.

C. IBADAT DAN SAKRAMEN-SAKRAMEN

Obyek kedua dalam katekismus dan sebagaimana dalam
keempat bagiannya kita menemukan dalam setiap bagian
dua seksi; satu umum dua khusus. Mengenai
sakramen-sakramen di bagian kedua, katekismus
menyajikan sebuah bagian umum permasalahan litungi
yang membicarakan arti litungi – apa artinya merayakan
litungi adalah ummat yang berpartisipasi dalam
kehidupan Illahi Allah, Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Litungi duniawi – Perayaan duniawi adalah
partisipasinya dalam perayaan Sorgawi dimana Yesus
menggerakan segala sesuatu kepada Bapa dalam nama Roh
Kudus. Oleh karenanya litungi disampaikan sebagai
karya Tirtunggal Maha Kudus, karena Bapak telah
mengutus putera dan roh kudus. Dari putera melanjutkan
karya penyelamatan dan penebusannya lewat
sakramen-sakramen. Putera melakukan Roh Kudus sebagai
seniman agung dari Roh Kudus.
Sesudah faksi pertama mengenai liturgi, pada umumnya
muncul saksi-saksi khusus yang membicarakan tentang
tujuh sakramen, yang pembahasannya diawali dari
liturgi bagaimana sakramen dirayakan. Kita dapat
melihat hal ini dalam ritus-ritus kasat mata, apa
rahmat yang tidak kelihatan dan efek yang diberikan
oleh sakramen itu.
Ada satu kata kunci yang datang dari Paus dan Leo
Agung; Apa yang bisa kelihatan dalam kehidupan,
disalurkan dalam sakramen-sakramennya. Begitulah
sakramen-sakramen dijelaskan sebagai cara bahwa Yesus
membagikan apa yang dilakukannya, selama hidup di
dunia dan melalui rahasia paskah, lewat salib dan
kebangkitannya-untuk membagikannya dengan manusia. Hal
ini dapat kita lihat dalam sakramen baptis-segala
sesuatu yang dikatakan mengenai buah baptis ditimba
dari apa yang disebut : Nystagogia yaitu introduksi
dan inisiasi ke dalam perasaan dan arti ritus
permandian.
Terjadi perdebatan besar tentang apakah perintah Allah
yang menjadi kerangka bagi penjelasan moral Kristen.
Bukankah dewasa ini “Perjanjian baru terdapat perintah
ganda untuk mencintai Tuhan dan sesama manusia sebagai
pusatnya ? Dan mengapa fokus tersebut ada pada
perintah Allah dalam Kitab Perjanjian Baru yang lebih
dulu beredar sebelum Kitab Perjanjian Lama ? “Nec
Ridere, Nec Flere, Nec Laudara, Sed Intelligere.




BIBLIOGRAPHY

1.Anderson, Hugh, Jesus and Christian Origins, -Oxford University Press (New York 1964)
2.Apocalypse of Baruch, Translated Translated by R.H.Charles, Adam and Charles Black (london 1896).
3.Apocalypse of Ezra, Translated by G.H.Box,S.P.C.K.(London 1962)
4.Aron, Robert, Jesus of Nazareth : The Hiden Years,
Translated from the French by Frances Frenaye, Hamis Hamilton (London 1962)
5.Gaster, Moses, Samaritan Eschatology : Samaritan oral law and Ancient Traditions,search Publishing Co. (London 1932)
6.Herford,R. Travers, Christianity in Talmud and Midrash, Williams & Norgate (London 1903)
7.Josephus, Flavius, Works of, Translation by William Whiston and in the loeb Clasical Library by H. St. J. Thackeray and Ralph Marcus, William Heinnemann Ltd (London and Harvard University Press (Cambridge Mass).
Antique of Jews : Jewish War : Life.
8.Philostratus, life of Apollonius of Tyana, in Loeb
Classical Library.
9.Suetonius, The Lifes of the twelve Caesars,
translated by Alexander Thomson and revised by T.
Forester, G. Bell & Sons, Ltd. (London 1910).
10.Wisdom of Salomon, in the Apocrypa of the Old
Testament (Revised Standard Version) Thomas Nelson &
Sons Ltd 1957.
11.Tertullian, De Spectaculis, translated by
T.R.Glover, Loeb Clasical Library, Heineman and
Harvard University Press 1953.
12.Jashar, Book of Sepher Hajshar (Prague 1840).
13.Irenaeus, Againt Heresies (Ante- Nicene Christian
Library, Vols. V and ix) T.T & T. Clark (Editnburg
186-189).
14.Al-Qur’an Al Karim (DEPAG 1968)
15.Kitab Perjanjian Baru – LAI 1986, 1988, 1990.
16.Kitab Perjanjian Lama – LAI 1986, 1988, 1990.
17.Prof. Dr. Nurcholis Madjid. Islam Doktrin dan
peradaban. (Yayasan Wakaf Paramadina 1992).
18.Imam Syafii. Ar-Risalah Terj Ahmadie Thoha,
(Pustaka Firdaus 1986).
19.P. David J. Nygren dan Sr. Miriam D. Ukeritis CSJ
“The future of religious Orders in the United States :
transformation and Commitment”.

Your cOmment"s Here! Hover Your cUrsOr to leave a cOmment.