‘Antara Iman Dan Tertawa’ ~ ~~ Murninya Kata hati ~~

Minggu, 24 Februari 2008

‘Antara Iman Dan Tertawa’


AGAMA-DEMOKRASI-POLITIK KEKUASAAN

Tertawa dapat membuat kita bertahan hidup dalam sebuah dunia yang penuh pertentangan,tanpa dapat mengubah seluruhnya; dia dapat mengurangi rasa takut, tanpa dapat meniadakannya sama sekali, serta dapat mengungkap yang dilarang tanpa secara frontal menampar para penguasa. Tertawa dapat membebaskan, tanpa menjadikan segala sesuatu tak berarti dan bahan lelucon murahan. Orang yang masih tertawa adalah orang yang menguasai diri dan menjadi tuan atas keadaan. Dia tidak tunduk sepenuhnya dibawa diktaktur faktisitas.
Humor dan tertawa, yang menjadi reaksinya adalah ungkapan kelepasan, pembebasan. Itulah pula inti dari keimanan. Iman tidak dapat dipisahkan dari pembebasan, dan pembebasan tidak dapat dilepaskan dari kegembiraan. Orang yang yakin akan keselamatannya, merupakan orang yang bergembira dan mewartakan kegembiraan tersebut. Apa yang menjadi inti dari kegembiraan itu ?
Beriman berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Orang yang beriman meyakini bahwa hidupnya jauh lebih kaya dari apa yang dapat diaturnya sendiri, bahwa makna dirinya jauh lebih dalam dari apa yang direfleksikannya, bahwa martabatnya jauh lebih luhur dari apa yang dapat dikumpulkan dan dibanggakannya sendiri.
Menghayati iman sebagai satu penyerahan diri akan membebaskan orang dari konsep tentang agama sebagai setumpuk aturan yang mesti dipatuhi. Yang utama didalam agama adalah relasi kepercayaan dan cinta. Relasi inilah yang menimbulkan dalam batin kesadaran dan rasa dicintai. Beriman berarti merajut tali cinta dengan Allah SWT, dengan diri dan dengan ciptaan-Nya. Menempatkan diri didalam relasi seperti ini adalah sikap dasar dari iman.
Orang yang berada ‘diri’ didalam relasi cinta dengan Allah memiliki identitas sebagai ciptaan Allah. Didalam bahasa Theology, inilah aspek indikatif yang menyatakan hakikat manusia. Baru setelah ini, dia menjadi penerima dan pelaksana perintah kehendak Allah. Aspek imperatif ini menyusuli aspek indikatif. Hanya karena sadar dan mengalami bahwa kita adalah ciptaan yang dicintai dan dibebaskan Allah, maka sepantasnya kita melaksanakan apa yang dikehendaki Allah, apa yang sejalan dengan martabat yang terberi itu. Karena itu, orang yang beriman secara kristiani adalah budak yang terbebani oleh kewajiban berat untuk menyelamatkan diri dan dunianya. Dia adalah orang yang belum merdeka yang sangat membutuhkan keselamatan.
Kewajiban yang diterima dan dilaksanakan lahir dari kesadaran akan hakikat diri sebagai manusia yang dicintai, bukan dari tekanan sebagai hamba yang dijejali sejumlah perintah. Betapa benar Nietzsche ketika berkomentar : “orang-orang tertebus mesti kelihatan lebih ceriah dan bernyanyi lebih riang, kalau mereka mau agar akupun percaya akan juru selamat mereka.
Salah satu inti dasar yang membedakan agama Kristen dari agama – agama lain adalah ciri heteronom dari penyelamatannya. Agama Kristen, kurang menekankan pembebasan dari pihak Allah, tetapi oleh manusia sendiri. Allah sendiri bukanlah satu – satunya instansi yang berwewenang membuka kembali relasi cinta yang telah dirusakkan manusia oleh pelanggarannya. Tradisi Kristiani mengatakan : ‘kita tertebus karena korban Kristus”. Penghargaan terhadap konsistensi Kristus dalam mewartakan Allah sebagai pencipta yang mencintai, itulah alasan bagi penebusan”. Dengan demikian, gereja menjadi communion honoris causa Christi, persekutuan yang terbentuk karena jasa Yesus, bukan karena jasa dan prestasi manusia itu sendiri.
Tuhan melibatkan manusia dalam usahanya untuk membahagiakan sesama. Pilihan ini hanya dapat dipikirkan, apabila diyakini bahwa Allah masih punya rasa humor. Dia memiliki hati yang jauh lebih luas dari kesempitan manusia. Allah masih memiliki harapan akan manusia, kendati kenyataan menunjukan betapa manusia sering terperangkap dalam egoisme yang sempit. Orang beriman memiliki humor, karena Allah sendiri memiliki rasa humor yang tinggi. Dia menaruh harapan pada manusia. Humor hanya ada, jika ada harapan. Dengan ini, gereja menjadi satu communion humoris causa Dei.
Johann Baptist Metz, seorang theolog politik berkebangsaan jerman, pernah memberikan sebuah defenisi tentang agama, yang boleh jadi merupakan sebuah defenisi yang paling singkat. Katanya : “religion ist unterbrechung!” agama adalah penghentian. Beragama berarti membuat pemberhentian, mengejutkan, mengatakan stop!
Defenisi ini lahir dari pengamatan akan realitas, dimana logika dimanipulasi manusia oleh manusia telah menjadi sekian biasa. Manusia didegradasi menjadi faktor ekonomi sebagai sumber daya yang mesti diatur, menjadi angka yang mudah dikorbankan dalam satu kalkulasi politik, atau menjadi obyek rekayasa ilmu pengetahuan. Disini, agama mesti menjadi sebuah peringatan untuk berhenti dari logika seperti itu. Agama akan dapat mengejutkan dunia kalau berani melibatkan diri dalam pembicaraan tentang manusia dan pergumulannya.
Namun, yang terkadang terjadi adalah bahwa agama memumifikasikan dirinya dalam satu paket Surgawi, yang tak bersentuhan dengan persoalan manusia. Agama menyiapkan diri menjadi jalan tol ke Sorga, tanpa mesti turut menjadi gerah dengan perjuangan manusia yang tertatih – tatih menarik gerobak hidupnya ditengah persaingan hidup. Ditengah kecenderungan seperti ini, defenisi yang disampaikan Metz adalah serentak sebuah peringatan bagi agama: Berhenti ! Agama mesti berhenti agar dapat kembali membenahi diri menjadi agen perubahan yang dapat menyadarkan manusia akan ketersesatan jalan yang sedang dilaluinya.

To be continue


Oleh : M. Syukur S

Your cOmment"s Here! Hover Your cUrsOr to leave a cOmment.