DEFINISI KATOLIK ( bag III ) ~ ~~ Murninya Kata hati ~~

Rabu, 27 Februari 2008

DEFINISI KATOLIK ( bag III )



A. Penghapusan Dosa

Kebajikan theologis -terutama nilai eskatologis- Kristen/Katolik mulai mengalami dekadensi moral pada awal abad Kedua. Di mana dalam tata laksana peribadatan dimasukan unsur-unsur kekafiran yang ada di sekelilingnya, terutama budaya Hellenisme Paganisme dan Arianisme dan beberapa aliran lainnya yang hidup tumbuh dan berkembang pada masa itu dengan sangat suburnya.
Contoh kasus yang pertama dan utama (akibat kebajikan kaisar dan Uskup) adalah masalah penghapusan dosa dalam kebajikan teologis terutama dalam nilai ‘eskatologis’.’ Keputusan tentang penghapusan dosa,diputuskan pada tahun 217 M oleh Uskup Calixtus, yang memaklumkan bahwa ia selaku Uskup berhak mengampuni dosa, terutama dosa perzinahan (diampuni melalui perzinahan). Sementara dosa-dosa yang lainnya dapat diampuni apabila si pendosa membayar dengan uang tunai atau barang dalam jumlah tertentu. Keputusan Uskup Calixtus yang yang mendapat persetujuan Gereja dan kaisar ini membawa dampak dekadensi moral Iman Kristiani di dalam Gereja itu sendiri. Sebagian besar anggota jamaatnya tidak setuju dengan ajaran dan praktek Calixtus ini.
Di bawah Presbiter (ketua/penatua) Hippolytus, mereka yang tidak setuju ini memisahkan diri dari Gereja Calixtus, yang pada hemat (pendapat) mereka hal tersebut sudah dinajiskan (diharamkan) oleh dunia. Akan tetapi ajaran dan praktek Calixtus ini kemudian menang di dalam seluruh Gereja yang berserakan di wilayah kekaisaran Romawi. Dengan demikian kedudukan sang Uskup semakin kokoh dan kekuasaannya semakin tidak terbatas, karena pewarisan jabatan Rasuli, dan dengan (sebagai) pengantaraan Tuhan dengan jemaatnya dalam perjamuan sud selaku Imam yang oleh kuasa Roh Kudusnya ia berhak mengampuni dosa. Semenjak saat itu hingga akhir abad ke tiga Belas praktek-praktek ini di kembangkan dalam tata cara peribadatan dalam Gereja dan dewasa ini praktek yang dijalankan Calixtus itu masih dipertahankan dalam kebaktian-kebaktian Gereja Katolik sehingga memuarakan segala upaya dan kekaryaan Uskup, Pastor dan para Klerus bermuara pada praktek setan. Hal ini bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena pada masa itu mereka hidup di dalam negara agama (Negara Gereja), di mana mereka mengejar kekuasaan, kehormatan, materi, wanita dan lain sebagainya.dan dewasa ini mereka hidup dalam istana istana yang bisa ditebus dengan harga sebuah pulau.
Segala kelakuan mereka tidak ada bedanya dengan kelakuan kaisar-kaisar Romawi (Italli) lainnya pada zaman dahulu yang hidup dalam percabulan, kemewahan, cinta diri, menjadi suatu hal yang seharusnya terjadi di dalam istana ke Uskupan. Bourgia menjadi salah satu contoh dalam kasus yang sangat mulia ini. Contoh lain dalam kasus ini adalah kasus perayaan Natal. Pada awalnya perayaan Natal ini diperingati sebagai peringatan akan Baptisan Yesus setiap tanggal 6 Januari. Tetapi dalam perkembangan dirubah menjadi tangga l25 Desember, yang mana pada hari itu diperingati sebagai hari kelahiran Dewa Matahari yang tidak terkalahkan, Dewa Kaisar Romawi.
Roh Roma yang lebih mengutamakan praktek percabulan dan Roh Timur yang suka berfilsafat dan mistik, membuat pokok-pokok kebajikan teologis, terutama dalam Nilai Eskalogis sukar untuk dipersatukan dalam abad-abad berikutnya. Sekalipun demikian, dalam pertentangan ini ada Juga titik persamaannya, yaitu: Gereja Barat (Roma Katolik) dan Gereja Timur (Anglikan) bukan lagi suatu perkumpulan Rohani yang bersumber pada firman Tuhan. Karena di mana-mana anggota jemaatnya bersandar pada Uskupnya, karena hanya Uskup sajalah yang dapat memberikan perlindungan dan pengampunan dengan ajaran-ajarannya yang sesat. Kebenaran firman Tuhan ditukar dengan kuasa dan jabatan Uskup yang selaku pengganti rasul-rasul Yesus. Sangat tidak berlebihan Tertullianus menyindir para Uskup di Gereja Barat dengan mengatakan “Gereja adalah Jumlah Uskup”.
8. Konsill-Konsill Oikumenis dan KetetapanKetetapannya
Memudahkan kita dalam mengarahkan kajian ini ke dalam sebuah sistematika kajian yang lebih terarah tentang Agama apa yang dibawa Yesus ataukah benarkah Maim kalangan Kristen atau Katolik bahwa agama yang mereka anut itu adalah agama Samawi atau tidak. Di bawah ini saya paparkan Sidang-Sidang Konsili Oikumenis dan hasil ketetapannya. Karena dalam Sidang Konsili ini semua keputusan tentang dogma-dogma agama dan Gereja Samawi di tetapkan. Adapun Konsili-Konsili yang saya maksudkan adalah sebagai berikut:

1. Konsili Nicea. (325 M lie 787 M)
Konsili Nicea yang pertama diadakan atas desakan dan permintaan Kaisar Constantin untuk menyelesaikan pertikaian tentang masalah Trinitas (Arianisme). Konsili ini awalnya diadakan di Ancyra, namun kemudian dipindahkan ke Nicea dan dibuka pada tanggal 20 Mei 325 M, oleh Kaisar Constantin. Tujuan yang paling pertama dan utama Constantin mendesak petinggi Gereja untuk mengadakan Konsili Oikumenis ini adalah untuk menjamin kestabilan politik dalam kerajaannya dengan sebuah ketetapan spektakuler Kebajikan Theologis “Trinitas” disahkan. Akan tetapi dalam Konsili ini permasalahan monothelit yang menjadi bagian dari rumusan Trinitas tidak mendapat kesepakatan. Sesudah pidato pembukaan oleh Kaisar Constantin, pimpinan Konsili dialihkan kepada Hosius-Uskup Cordoba, yang menemani Constantin dari Gereja Barat. Meskipun ada perbedaan pandangan yang menginginkan agar Eustathius-Uskup Antiokia yang meminpin sidang Konsili: Golongan Arian mempersembahkan pengakuan Arianisme yang disusun oleh Eustathius. Kemudian Eusibius dari Kaisarea mempersembahkan pengakuan iman Baptisan yang berlaku dalam jemaatnya di Palestina. Pengakuan iman ini diterima oleh Konsili sebagai pengakuan iman yang sah setelah ditambahkan kata: Homoousios; di dalamnya. Adapun pcngakuan iman Nicea (I man Arian) adalah sebagai berikut:
“Aku percaya akan satu Allah, Bapa Yang Maha Kuasa,pencipta segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan. Yesus Kristus yang telah diperAnakkan dari Bapa. Allah yang di peranakkan dari Bapa. Bapanya Allah dari Allah. Terang dari terang, Allah sejati dari Allah sejati. Yang diperAnakkan bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa, dan yang ada di bwni. Yang demi kita manusia dan demi keselamatan kita. turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ke-3 naik ke sorga, dan akan datang untuk menghakimi orany hidup dan yang mati, dan kepada Roh Kudus”.
Pengakuan ini ditandatangani oleh semua Uskup yang hadir kecuali dua orang Uskup yaitu: Theonaa dari Marmanika dan Sekondus Uskup Ptolemais. Kedua uskup ini dipecat dan diusir oleh Dewan Konsili. Jumlah Uskup yang hadir dalam Konsili ini sulitditetapkan. Pada umumnya dianggap jumlah pesertanya adalah 318 (tiga ratus delapan Belas) orang Uskup. Data ini didasarkan pada tulisan Anthanasius. Tampak angka ini hanya perlambang dari Jumlah hamba Ibrahim dalam Kitab kejadian 14: 14. Jumlah peserta diperkirakan 220 hingga 235 orang. Konsili Nicea yang Kedua pada tahun 787 M, diadakan atas permintaan Tarasius-Patriarkh Constantinopel untuk menyelesaikan pertikaian Ikonoklasik, Paus Hadrianus I menerima undangan Ratu Irene dan mengirimkan dua orang utusannya dengan syarat: Sinode Ikonoklasik di Hiera pada tahun 753 M dikutuk. Patriarkh Antiokia, Alexandria, dan Yerusalem tidak hadir (absen) karena wilayah mereka sudah berada di bawah pemerintahan Turki dan Islam. Masing-masing mereka mengirim dua orang biarawan. Konsili ini dibuka pada tanggal 17 Agustus 786 M, Konsili ini dibubarkan oleh tentara Ikonoklasik sehingga tidak bersidang sampai dengan tanggal 24 September 787M. Konsili ini memutuskan bahwa Ikon hanya mendapat penghormatan (Prokunesis) sebagaimana penjelasan Paus dalam suratnya kepada Konsili. Konsili ini menambahkan bahwa mereka menghormati Ikon dengan kasih yang relatif (Schtikoi Pothoi) karena pemuJaan (Latreia) hanya ditujukan kepada Allah saJa. Keputusan konsilli ini ditanda tangani oleh semua yang hadir termasuk Kaisar Constantin dan Anaknya Constantinus. Konsili ini menghasilkan 22 kanon yang berhu bungan dengan disiplin Gereja, seperti pembatalan pemilihan U skup, Imam dan diakon oleh pemerintah, Simoni dikutuk, Imam dilarang meninggalkan diosisnya tanpa seizin Uskup, wanita dilarang tinggal di rumah Uskup dan dalam biara lakilaki serta kesederhanaan Klerus dipertegas lagi. KonsiliNicea Kedua ini merupakan Konsili Oikumenis yang Ketujuh.

2. Konsili Constantinopel (381 M, 553 & 680 M)
Konsili Constantinopel 11 atas permintaan Kaisar Justinianus pada tahun 553 M. Konsili ini merupakan Konsili Oikumenis yang ke V. Tujuan diadakan Konsili ini adalah untuk mengambil keputusan ‘apakah Theodorus dari Mopseustia, Theodorus dari Siprus dan Ibas dari Edesa dikutuk karena ajaran mereka bawa ‘berbau Nestoryanisme, ataukah dibiarkan saja seperti sikap petinggi Gereja dalam Sidang Konsili Chaleedon 451 M. Konsili ini memu tuskan ku tukan at as mereka dan dikenakan tindakan ekskomunikasi. Paus Vigilius mengutuk 60 pokok ajaran Theodorus dan kawankawannya, karena Konsili Efesus 431 M, Konsili Chaleedon 451 M tidak mengutuknya, karena mereka sudah meninggal (mati). Sidang Konsili ini dipimpin oleh: Euthyees-Patriarkh Constantinopel, dan dihadiri oleh 165 (Seratus enam puluh lima) orang Uskup yang kesemuanya itu berasal dari wilayah Timur. Konsili Constantinopel Ketiga tahun 680 M, diadakan atas desakan Kaisar Constantinus IV (Pogonatus) adalah bertujuan untuk menyelesaikan persoalan monothelit (satu kehendak pada inkarnasi Yesus) dalam Gereja Timur. Pada tahun 680 M, Paus Agatho memanggil dan mengadakan Sidang Sinode di Roma di mana ajaran tentang dua kehendak dalam inkarnasi Yesus dihenarkan. Paus mengirim utusannya kepada Kaisar dengan surat penjelesan tentang ajaran ini. Konsili ini mengutuk Maearius-Patriarkh Antiokia yang menganut ajaran monothelit. Keputusan dogmatis Konsili ini pada umumnya mengulang kembali Konsili Chaleedon. Konsili menolak penyatuan dua kehendak, tetapl menerima kesatuan moral. Konsili ini diakui sebagai Konsili Oikumenis yang ke VI.




Your cOmment"s Here! Hover Your cUrsOr to leave a cOmment.